Oleh Kusuma Ndaru
Mahasiswa Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Otak
reptil manusia, berisi 4 motifasi dasar untuk fighting, feeding, fleeing, and
fucking (bertarung, makan, kabur, kawin). Dorongan ini menyebar kedalam sistem
tindakan-cepat, mengingatkan reptil untuk bertarung dalam memperebutkan makanan
dan pasangan, menangkal ancaman, mendominasi wilayah, dan mencari tempat yang
aman. Oleh sebaabnya leluhur reptil kita hanya tertarik pada status,
kekuassaan, kontrol, wilayah, seks, keuntungan pribadi, dan kelanngsungan
hidup. Homo sapiens telah mewarisi sistem neurologis ini, yang terletak di
hipotalamusdi dasar otak. Berkat itulah emosi-emosi yang dimunculkan kuat,
otomatis, dan semua tentang aku (egois).
Fighting
atau bertarung, perilaku ini akan muncul ketika manusia beraada dalam ancaman
dan ingin memperoleh sesuatu. perilaku umum yang muncul adalah kebiasaan
manusia untuk membuat konflik, baik konflik verbal maupun fisik, kita bisa
simpulkan bahwa serdadu di latih untuk meninggkatkan respon ini. kita selalu dengar pepatah “masalah kecil dibesar-besarkan” ini salah
satu bentuk dari respon fighting, namun yang sedang hangat-hangat di indonesia
adalah konflik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
Menurut
Ariel heryanto “masyarakat indonesia telah di ajarkan untuk membenci, sejak
negara ini merdeka kita di ajarkan untuk membenci masyarakat asing, saat orde
baru kita di ajarkan untuk membenci yang berbeda ideologi. Tak mengherankan
Saat ini kita ahli dalam membenci yang berbeda warna kulit, agama, ideologi,
suku, dan ras, bahkan kita di ajarkan
untuk membenci diri sendiri. Untuk memahami lebih jauh perihal konflik,
silahkan buka tautan link https://caffepena.blogspot.com/2018/04/puisi-sukmawati-dan-psikologi.html
Selanjutnya
ada Fleeing atau kabur, perilaku ini berkebalikan dengan fighting, diman saaatt
manusia berada di bawah ancaman, perilaku Fleeing akan muncul secara otomattis
saat diri merasa tidak mampu menghadapi realita. Kasus paling mengerikan adalah
bunuh diri, di saat manusia tidak mampu
menghadapi kenyataan. Attau dalam kehidupan sehari hari, kita sering larih dari tanggung jawab,
mencari kambing hitam atas kesalahan kita.
Feeding
atau makanan, kalau kita hidup dua ratus tahun yang lalu, kelaparan menjadi salah
satu sumber kematiaan di seluruh dunia, sedangkan ssaat ini, mayoritas orang
meninggal karena obesitas, yang menyebabkan sakit diabetes, jantung, stroke,
dan lain sebagainya. Dulu manusia untuk mendapatkan maakanan harus berburuh
dengan sistem tinggal secaaraa nomaden, namun setelah revolusi pertanian
masyarakat tinggaal menetap dan membuat sistem perkotaan, sehingga muncul
sistem penukaran dan mata uang Dalam
kehidupan sehaari-hari, kita sangat rakus dalam mengkonsumsi makanan. Bahkan menghalalkan
segaala cara untuk mendapatkan dan menumpuk uang. Kita di butakan dengan uang. Namun
di satu sisi uang dapat menjadikan manusia saling bekerja ssaama dan percaya
pada satu ideologi nilai tukar, meskipun kita berbeda suku, bangsa dan agama.
Terakhir
adalah Fucking, atau sex. Mengapa kekerasan seksual hanya menimpa
manusia? Bila kita melihat dari seluruh jenis makhluk hidup yang ada di bumi,
manusia memilki kebiasaan seks yang menyimpang. Hewan dan tumbuhan melakukan
aktivitas seksual hanya untuk pembuahaan saja dan di lakukan saat masa subur
betina, biasanya betina akan menunjukan vaginanya yang memerah kepada para
jantan, sebagai tanda bahwa sang betina lagi subur. Bandingkan dengan manusia
yang melakukan aktivitas seksual yang sangat menyimpang, menggunakan kontrasepsi
saat ngeseks untuk mencegah pembuhaan, bahkan ngeseks dilakukanya kapanpun,
tidak peduli si wanita sedang dalam keadaan subur atau tidak, bahkan saat
manusia dalam usia menopaus masih saja ngeseks, sangaat paradoks! Lalu tujuan
seks manusia di tempatkan di mana? Sehingga muncul fenomena kamasutra, prostitusi,
pemerkosaan, kawin lagi, gonta ganti pasangan, kawin cerai, poligami, masturbasi, onani free sex, dan kejahatan seksual yang lainya?.
Bila meruntut dari historis seks manusia,
pada peradaban berburu pengumpul (prasejarah). Untuk dapat ngeseks laki-laki
harus bersang dengan laki-laki lain, dan persaingan ini tidak seperti saat ini
siapa yang romantis atau sayang akan mendapatkan perempuan, namun sayang pada
zaman itu di tunjukan dengan seberapa kuat anda dalam mempertahankan diri dari
serangan hewan atau sapiens lainya, sehingga dapat memberikan keamanan bagi
wanita dan anaknya kelak, serta seberapa hebat anda dalam berburu makanan. Jadi
laki-laki pada masa itu harus beringas, kuat, dan pandai memburu untuk dapat
ngesex, hal ini sejalan dengan motifasi untuk bertarung. Perilaku ini masih
diturunkan sampai saat ini.
0 wicara:
Posting Komentar