Kudengar kau tak suka membaca.
Tapi...
Mau coba?
Bersama atau pun tanpamu akan
sama memilukannya.
Pun menunggumu atau berjalan
sendiri bagiku tak ada bedanya.
Obrolan basa-basi yang
tertinggal kemarin pun mulai basi tidak ada isi.
Aku tak paham entah percakapan
seperti apa yang pernah aku tinggalkan,
seraya menahanmu untuk tidak
pergi.
Kau boleh saja melakukannya
lagi,
sebab bagaimana jua
pergi-kembali bukan semata keinginan kita sendiri.
Kau bisa kembali sebagai kau saja mungkin bukan kita, mungkin.
Sudah kuperingatkan! Jangan
suka bermain di lamanku.
Semua sudah ditumbuhi semak
belukar,
setidaknya begitu kini cara ku
memberi pagar pembatas,
aku tidak butuh dipangkas
apalagi kembali kau hias.
Akuilah...
Selama ini kita hanyalah saling
bermain.
Mana punggung yang paling
dahulu berpamit,
tangan siapa yang paling dahulu
ingin di dekap,
dan ruang siapa yang paling
ingin diisi.
Akuilah,
Kau pun sebenarnya senang
bermain.
Siapa hatinya yang paling
sakit,
dan siapa yang menyesali apa tanpa tau artinya apa.
Kau dan aku saling menyimpan daftar tak terhingga.
Bedanya, aku bukan pendusta.
Kau dan aku saling menyimpan daftar tak terhingga.
Bedanya, aku bukan pendusta.
Akuilah!
Kau tak pernah tau aku.
Berapa kali lamanku ditanam dan
ditinggali, kau pun menjadi serupa dengan lainnya.
Sini, kubisikkan sesuatu,
“Sayang, cara merawat harusnya tidak sekanak-kanakan itu”
Ruang hatiku tak cukup senang
lagi berpacu mana dan siapa yang lebih awal menyakiti atau disakiti.
Aku muak bermain, karena cara
pandangku mulai membosankan seperti orang dewasa lainnya.
Mulai menjengkelkan dan begitu banyak maunya, "tidak lagi mau
terima apa adanya".
Menjadi aku pun kini penuh
pertimbangan.
Entah mau diapa(?)
Bingung hendak dahulu membersihkan apa,
kenangan di teras rumah kah, atau pecahan luka di sela kaca?
Biarkan pintu terbuka? Atau dikunci saja?
Sabtu sore biasa,
Juni 2018
-TinS-
0 wicara:
Posting Komentar