(Kepala kala di candi Jago, Malang)
Eko
Prasetyo
Mahasiswa
Ilmu Sejarah Universitas Negeri Malang
Komunitas Pemerhati Sejarah dan Budaya Barisan Mbah
Sinto
Kepala
”Kala” adalah jenis hiasan candi, bercorak muka
kepala raksasa pada pintu masuk candi Jawa. Hiasan Kala berasal dari
India yang bernama Kirtimukha. Bentuknya
sangat indah, aneh, unik dan mempunyai daya magis, yang banyak
diperhatikan banyak pihak. Raksasa
Kirtimukha lahir karena kemarahan Siwa, yang telah mengeluarkan api kemarahan dari
antara kedua alisnya. Kirtimukha sangat sakti dinamakan
Mahakala, mukanya sangar, mulut menyeringai
bertaring tajam, pembunuh, ditugaskan menjaga istana/candi. Siwa sebagai
Mahakala diwujud mempunyai rupa yang menakutkan serta membawa senjata gada. Raksasa
Kirtimukha atau Mahakala adalah hiasan pintu di candi Jawa, kemudian berkembang
luas ke Jawa Timur bernama Banaspati, di Bali
bernama Boma, Kedok/Topeng, Batara Kala, Barong, Gupala, Butakala dan lainnya. Kata ”Kala” bisa
dimaknakan sebagai waktu.
Periode Indonesia klasik para Silpin menghasilkan
karya seni rupa corak kepala Kala klasik penjaga pintu masuk candi dan
sejenisnya. Terjadinya pergantian politik, faham agama dan penguasa di berbagai
daerah, menjadi penyebab utama perubahan bentuk dan fungsi corak Kepala Kala. Kepala
Kala memiliki bentuk berbeda antara Indonesia klasik tua dengan Klasik Muda,
tetapi fungsinya tetap sebagai penghias dan penjaga ”keamanan”suatu bangunan
Suci.
Kepala Kala pada periode Jawa Timur sangatlah
berbeda dengan kepala Kala yang ada di Jawa Tengah. Di Jawa Timur Kepala Kala
menampilkan karakter yang lebih Seram rahang bawah dan atas, taring yang besar,
serta terdapat keunikan lain yaitu adanya dua jari yang mengacung. Berbeda
dengan kepala Kala yang ada di Jawa Tengah yang rahang bawahnya tidak ada,
kalah garang dengan Kala Jawa Timur.
Pembuatan desain muka kepala raksasa Kala, acuannya
adalah pintu masuk istana/candi. Penggambaran kepala Kala, berkarakter muka
sangar, mulut menyeringai dengan taring-taring dan gigi tajam, mata melotot
terbuka lebar, hidung besar, telinga lebar, rambut gimbal terurai, dsb. Kepala
Kala dari candi Periode Jawa Timur abad 13 sampai 15 M lengkap dengan rahang bawah,
mata besar melotot berbentuk spiral. Mulut menampilkan gigi dan taring-taring
besar runcing tajam. Hidung besar. Bibir berkumis. Muka (pipi) atas terdapat
bentuk mirip cula (tanduk) besar dan runcing. Di kanan dan kiri pipi terdapat
tangan mengepal mengacungkan dua jarinya. Bulu alis, kumis dan rambut kepala
membentuk lung-lungan, daun patran, dan uniknya ada dua
jari mengacungyang menambahkan misteri pada Kepala Kala. Penggambaran kepala Kala yang terdapat dua
jari mengacung diawali dengan candi masa-masa kerajaan Singhasari.
Pembuatan Kepala Kala diambang pintu kemungkinan
dirancang agar sudut pandang dari tempat tertentu tampak lebih tinggi dari
keadaan sebenarnya. Titik ini disusun kembali dengan memperpanjang garis
penglihatan sesuai titik penglihatan pandangan mata. Sehingga sisi magis dan
keindahan dari Kepala Kala dapat terlihat jelas.
Makna
Simbol Dua Jari Kepala Kala Dalam Candi Periode Jawa Timur Abad 13 Sampai 15
Pemkanaan simbol dari dua
jari kepala merupakan pendapat dari penulis sendiri. Makna simbol dua jari
kepala kala bisa diartikan bebas menurut perspektif masing masing pembaca. Kepala
kala dalam diatas pintu candi periode Jawa Timur abad 13 – 15 mempunyai makna simbolis
secara umum yaitu pengusiran kekuatan Jahat untuk masuk dalam bangunan suci
seperti candi. Kala juga disimbolkan sebagai pencabut
nyawa, bahwa siapa pun tidak dapat melawan hukum karma. Apabila sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia fana, maka pada
saat itu pula Kala akan datang menjemputnya. Jika ada yang bersikeras ingin
hidup lama dengan kemauan sendiri, maka ia akan dibinasakan oleh Kala. Maka
dari itu, wajah Kala sangat menakutkan, bersifat memaksa semua orang agar
tunduk pada batas usianya. Kala selain berarti waktu juga berarti hitam, bentuk
feminimnya adalah Kali.
keunikan
kepala Kala pada abad 13-15 salah satunya yang akan dibahas dalam penelitian
ini yaitu dua jari mengacung pada kala. Banyak persepsi atau masih adanya
misteri tentang arti simbol mengenai dua jari mengacung pada Kala. Para silpin
membuat kepala Kala yang dua jarinya mengacung tersebut memberikan suatu pesan
yang ingin disampaikan pada masa tersebut.
Makna
simbolis tersebut dalam tersebut memberikan pesan adanya aspek dualisme di
dunia. Jika dijelaskan di dunia semuanya ada pasangannya seperti baik ada
buruk, siang malam, laki-laki perempuan, dan sebagainya. Dualisme ini bisa
diartikan sebagai hukum sebab akibat yaitu Karma. Kepala Kala disimbolkan utuk
mengingat yang namanya karma karena
semuanya mendaoat balasannya.
Makna
simbolis dua jari mengacung pada kala juga bisa diartikan sebagai simbol adanya
dua agama yaitu Saiwa dan Buddha yang berkembang pesat pada masa Singhasari
serta Majapahit yang hidup bersama tanpa
ada konflik agama. Pada Masa Singhasari terdapat ajaran Tantra yang muncul.
Ajaran tantra ini merupakan sinkritisme antara Hindu dan Buddha, konsep yang
melandasi ajaran tantra adalah bahwa makrokosmos dan mikrokosmos adalah satu
kesatuan dan mewujud pada satu sama lain
Pada
masa Majapahit agama Saiwa dan Buddha berpadu secara Khusus. Beberapa teks
dalam Jawa kuno menyebutkan tentang perpaduan antara agama Saiwa dengan Buddha,
salah satunya adalah Ngrakrtagama serta kakawin Sutasoma. Dalam Naskah Ngrakrtagama
yang di alih aksarak oleh I Ketut riana dengan judul NagaraKrtagama
Masa Keemasan Majapahit menyebutkan “...wetan nggawan
para sewa boddha mawiwada mucapaji sahopakara weki sok... yang artinya
“...di timur tempat pendeta Siwa Buddha mendiskusikan ilmu pengetahuan tentang
berjenis – berjenis upacara...”. dari paparan Ngrakrtagam dapat dijalaskan
bahwa ajaran Saiwa dengan Buddha sama – sama hidup berdampingan yang mempunyai
tujuan yang sama yaitu pelepasan jiwa yang cara mencapainya sama, tetapi tentu
pula ada perbedaan dalam hal tertentu.
Pada kakawin Sutasoma pupuh 139 yang dialih aksarakan oleh Mastuti
&Brahmantyo juga diartikan dipaparkan dengan judul bukunya yaitu Kakawin
Sutasoma tentang dua agam yang hidup ber dampingan yaitu “rwaneke dhatu
winuwus wara Buddha Wiswa, bhenikirakwa ring apan kena parwanosen, mangkang
jinatwa kalawan Siwatwa tunggal, bhineka tunggal ika tan hana dharmma mangrwabyang
artinya “ konon dikatakan bahwa wujud Buddha dan Siwa itu berbeda, mereka
memang berbeda namun, bagaimana kita kita bisa mengenali perbedaanya dalam
selintas pandang. Namun, pada hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang
mendua” Dari paparan kakawin Sutasoma dapat diartikan bahwa Siwa dan Buddha itu
dua, tetapi satu. Perbedaan antara dua agama tersebut lebih kabur lagi dalam
bentuk Tantra. Sehingga
makna simbol dari dua jari mengacung pada kepala Kala tersebut kemungkinan
adanya dua agama tersebut. Dalam hal ini makna simbolis dua jari mengacung
kepala Kala disebabkan Terjadinya pergantian politik, faham agama dan penguasa
di berbagai daerah, menjadi penyebab utama perubahan bentuk dan fungsi corak
Kepala Kala.
1 wicara:
Menarik...
Sudah pernah lihat kala periode jawa tengah? Kala periode jawa tengah juga ada yg bertangan dan berahang bawah lho..
Posting Komentar