data-ad-format="auto"

TELAGA SUNYI

Oleh: Eko Prasetyo
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Malang


Komunitas Pemerhati Sejarah dan Budaya Barisan Mbah Sinto 

(Rabut Monte, Blitar)


Malam pekat tiba – tiba turun, rembulan nampak separoh malu untuk menampakkan wujudnya, bersembunyi dalam awan, sinar rembulan memantul karena hiasan rumah yang keemasan, gerbang serta pagar terbuat dari emas dan permata, banguna yang tak tertandingi kemegahannya, laksana kecantikan yang memancar dari surga. Itulah rumah dari Joko Lelono seorang Bangsawan.
Tampaklah Seorang wanita, yang duduk kesepian di atas lantai dengan rambut terurai, hanyut dalam perasaan, terlihat memprihatinkan dan diselimuti kesedihan. Menuliskan keinginannya di atas bunga mawar yang indah, dan memalingkan kerinduannya pada untaian aksara. bercerita tentang pedihnya cinta, Ratapan seorang yang sedang dilanda kerinduan dan berusaha mengungkapkan kesedihannya dalam ratapan yang indah. Bayangan seorang pengelana muncul jelas dalam hati sang Gayatri. Dia berdebar, dilanda kerinduan ingin bertemu lagi dengan sang pengalana itu. Diriangkan perasaan dari emosi nan dalam., dalam hati dia berkata “apa memang pengelana itu yang ditakdirkan tuhan untuk menemani hidup ku ?” sembari menyisir rambut hitam yang terurai lurus ke pundaknya. Ia terus melamun tentang pria itu. Dan mengingat saat pertemuannya beberapa hari yang lalu dengan pengelana yang tampan bagai sang surya.
Saat itu Gayatri sedang mengendarai kuda dan membawa busur panah untuk membidik sasarannya. Gayatri terlalu bersemangat mengejar buruannya, ia melepaskan panahnya kearah buruannya, saat gayatri akan melepaskan panahnya, badan gayatri tidak seimbang dan ia punmelepaskan dan mengenai seseorang pria dan buruannya pun lepas. Gayatri turun dan langsung menuju pria yang terkena panahnya, Gayatri sangat khawatir dan ia berkata, “ wahai kisanak, maafkan aku tadi aku kehilangan keseimbangan”.
Pengelana itupun sangat kesakitan dan merintih, “adihhhh, tidak apa – apa putri hanya menancap di bahu aja,”
“kisanak tak mungkin tak tak apa – apa, sedangkan kau merintih kesakitan”. Gayatri sambil mencabut dan menutupi luka itu dengan selendangnya.
Pengelana sangat tertarik hatinya pada kecantikan sang putri Gayatri, “ wahai putri kau begitu cantik, kenapa kau menunggang kuda dan memanah ?”
“apakah sungguh tak pantas ?, jika seorang perempuan menaiki kuda dan memanah. Diriku hanya tak ingin di pandang lemah oleh pria, aku ingin seperti Srikandi dalam epos Mahabarata kisanak”
“hahaha, kalau ingin hanya dianggap setara oleh laki - laki tak perlu kau lakukan itu, jadilah perempuan yang bisa menjadi harta karun keluargamu dan menjadikan seorang perempuan yang terhormat. Kau boleh meniru orang yang kau hormati atau yang kau idolakan, tetapi jangan bertindak layaknya kau adalah dia. Meniru seseorang adalah sesuatu yang kau lakukan agar kau bisa berkembang, tapi bukan sesuatu kebiasaan agar kau menjadi seseorang yang seolah – olah bukan dirimu. serta Dibalik seorang laki – laki besar yang slalu dbersujud kepada sang pencipta”.
Gayatri tertegun atas perkataan pengelana. Ia pun mulai tertarik dengan sang pengelana yang tampan bagaikan sinar surya dan tuturnya lembut sebagai sutra, gagah perkasa. Dalam hati “ siapakah pengelana ini ?, dia tak seperti seorang pengelana ?” dan berkata, “ itulah aku tuan aku suka dengan berkuda dan memanah”.
Pengelana pun berdiri dan memecah ketertegunan sang putri, pengelana berucap, “ putri aku akan meneruskan perjalananku..terima kasih atas bantuan mengobati lukaku”
Dengan kaget, “ta…tak perlu berterima kasih kisanak, aku bertanggung jawab atas lukamu, itukan kesalahanku. Jadi aku meminta ma’af kepadamu”
“haha tak apa putri selamat tinggal” berjalan menjauhi sang putri.
Putri Gayatri menatapnya terus dan bertanya – tanya dalam hati, “siapakah sebenarnya pria ini ?”. Gayatri pun berteriak kearah pengelana itu “Tungguh Apakah kita dapat bertemu lagi wahai Kisanak ?”
Pengelana berhenti dan berbalik badan, ia pun tersenyum, “ kita didunia ini adalah seorang pengembara, tak tahu kita akan bertemu siapa nantinya. Jika kita berjodoh untuk bertemu pasti akan bertemu putri” berjalan menjauhi sang Gayatri.
Tak sadar malam sudah mulai larut, Gayatri lalu kembali ke tempat peraduannya, tapi tak tidur sekejap pun malam itu. Murung dan gelisah. Menggeliat menelungkup, bingung membayangkan apa yang mesti dilakukan. Bahkan kesejukan embun yang menyelimuti lembut tiba – tiba terasa panas. Angan menjauhi Cinta menjadi serangan yang tak terhindarkan, sehingga segala – galanya terasa menyakitkan. Asih pun mengagetkan lamunan Gayatri, “ Tuan Gayatri, apa yang mengganggu pikiran anda ? kenapa tuan bermuram durja ?
“beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan seorang pria, yang membuat hatiku terpauta asih.”
“kalau begitu apa yang kau pikirkan tuan, sampai – sampai kau tak bisa menutup matamu, hari ini sudah larut”
“aku ingin bertemu dengan dirinya lagi asih, aku tak sempat bertanya namanya”
“Tuan, maafkan jika saya lancang, anda telah berzina dengan waktu dan mengorbankan kesehatan anda dengan memikirkan seseorang yang belum diketahui asal – asulnya, dan yang belum tentu akan ketemu lagi dengannya. Anda sampai lupa kalau masih mempunyai raga. Jikalau jodoh bertemu, anda pasti akan bertemu dengan pria itu, itu sudah menjadi kehendak sang Pencipta. Tidurlah Tuan putri Gayatri, malam sudah larut.”
“Kau benar Asih, tak seharusnya aku memikirkan seseorang yang baru aku temui,aku lupa bahwa aku masih mempunyai raga.” Sambil bebaring ke tempat tidurnya dan kemudian Asih menutup tubuhnya dengan selimut. Segera setelah memejamkan mata, sang putri Gayatripun tertidur.ia melepaskan rasa risaunya dengan perasaan sedihnya. Berharap ketika surya meninggi bertemu dengan sang pria.
            Rembulan tugasnya sudah selesai untuk menerangi bumi dalam kegelapan. Bulan pun digantikan dengan surya yang sinarnya menembus melalui celah – celah kamar Gayatri, sehingga ia terbangun dan melakukan aktivitas seperti biasanya dirumahnya. Sebelum makan bersama dengan orang tuanya  ia pun bersolek dengan bantuan para dayangnya yang ahli dalam hal itu, yang membuat Gayatri semakin cantik. setelah bersolek Gayatri menuju ke ruang makan untuk makan bersama ayahanda dan ibudannya. Setelah makan,  gayatri berkumpul bercanda mesra dan berbincang – bincang antara anak dan orang tuannya dengan kedua orang tuaanya. Setelah berbicang – bincang Gayatri pamit untuk pergi, “ ayahanda, ibunda aku izin untuk keluar rumah”.
“kau mau pergi keluar mana Gayatri, mau latihan memanah ? sebaiknya engkau latihan menari atau memasak.” Kata ibundannya.
“iya ibunda aku mau latihan memanah”. Sambil menunduk
“tak boleh..kau seorang perempuan bangsawan, tak pantas melakukan kegiatan yang dilakukan para ksatria” kata Joko dengan nada  tinggi.
“ayahanda anda tahu tokoh Srikandi dalam epos Mahabarata, srikandi keturunan raja, ia cantik pandai dalam segala apapun, tapi ia juga pandai memanah dan berkuda. Saya ingin seperti dia Ayahanda pandai memanah untuk melindungi diri jikalah tak ada yang menemaniku. Sambil menunduk
“Cukup Gayatri jangan mendebatku” joko sambil berdiri dan marah.
“Tapi..”
Dewi Nawang Rum menyela dengan perkataan lembut,“Nduk turutilah apa kata Ayahmu, seorang perempuan bangsawan tak layak seperti itu, pergilah kekamar untuk belajar”
“Baiklah ibunda aku akan kekamar” dangan nada sedih Gayatri kembali kekamarnya.
            Didalam kamarnya Gayatri mulai dilanda kesedihan dan dilanda kerinduan akan pengelana tersebut. Bayangan semu sang pengelana terus menghantuinya, bahkan saat memejamkan matapun selalu namapak bayangannya. Gayatri pun ingin keluar dari rumah untuk berlatih memanah. Gayatri pun memanggil Asih, “Asih kemarilah..”
            “ada tuan putri Gayatri memanggil Hamba ?” datang dengan menundukkan kepalanya.
            “aku bosan di kamar, aku ingin menyelinap keluar rumah”
            “bukankan Tuan Joko dan Tuan Nawang Rum melarang anda keluar rumah ?”
            “aku tak peduli, manusia didunia ini dikutuk untuk bebas Asih, kebebebasan itu yang mengharuskan membuat pilihan – pilihan hidup. Dan aku memilih untuk berlatih memanah”
            “Bagaimana jika Tuan Joko sampai tahu..?”
            “aku akan bertanggung jawab Asih, pilihan – pilihan itu diharapkan untuk bertanggung Jawab. Toh ayahanda dan ibunda tidak akan tahu kalau kita menyelinap keluar”
“baiklah tuan putri jika itu mau anda saya akan ikut”. Dengan nada pasarah.
Mereka pergi menyelinap untuk keluar rumah yang penjagaanya bagaikan kandang singa. Mereka pergi dengan menunggangi kuda. Sebelum kehutan mereka melewati pasar. Dan bertemu dengan pria paruh baya yang dia kenal dan kaya tapi tetap bekerja keras. Gaytri turun dari kuda dan bertanya, “paman kenapa anda masih bekerja, pamankan kaya dan sudah tua ?”
“hamba bekerja untuk mencari uang yang lebih banya Tuan putri” jawab pria paruh baya.
“untuk apa ?” Gaytri bertanya dengan kebingungan
“untuk tambah kaya dan menikmati hidup”
“yaudah paman, kita mau meneruskan perjalanan, mari paman”
“silahkan tuan putri”
Dalam perjalanan Gayatri sangat kebingungan dengan jawaban pria paruh baya itu yang begitu aneh. Gayatri pun sampai di hutan untuk berlatih. Ia berlatih memanah tak kalah lihai dengan para kstria. Dia membidik pas dengan sasaran yang ia buat di pohon. Setelah selesai berlatih ia menuju ke telaga Asoka untuk menyegarkan tenggorokannya. Ketika tiba di telaga asoka ia berjumpa lagi dengan sang pengelana yang dirindukan. Ia pun menghampiri pengelana itu.
“wahai pengelana apakah kita berjodoh bisa bertemu lagi ?” sambil mengambil air ditelaga.
“iiya tuan putri mungkin kita berjodoh, ini selendangmu.terima kasih telah membalut luka ku dan karena selendangmu aku kesini ingin menemuimu”.
“oalah, tak usah dipikirkan bahkan saya yang harus minta maaf sekali lagi karena melukaimu dengan busur”
“apakah kau berlatih memanah lagi wahai tuan putri..?” tanya Pengelana itu
.           “tentu ini sudah menjadi suatu kebiasaan ku yang sangat menyenangkan”
            “kau sungguh wanita yang hebat, kau sangat cantik dan pandai dalam memanah. Aku sangat suka denganmu saat kita pertama kali jumpa” kata pengalana dengan sedikit malu.
            “apa .?coba bicara sekali lagi ?”
            “aku mencintaimu wahai putri saat kita jumpa pertama, ma’af jika berkata seperti itu padamu.”
            “wahai pengelana sesungguhnya akupun begitu, aku slalu membayangkan pertemuan pertama kita. Kau sudah memikat hatiku”. Bicara denga malu – malu dan memalingkan mukannya.
            “siapa namau wahau putri ?”
            “namaku Putri Gaytatri, namamu siapa pengelana dan asalmu dari mana ?”
            “namaku Apsararendra dan aku asalku dari negeri Lamong, berkelana untuk mencari serpihan – serpihan ilmu. Sekarang aku sementara menetap di Balitar untuk menuntut ilmu. Kau seperti keturunan bangsawan ?”
            “iya aku seorang bangsawan dari daerah sini.”
            “sungguh lancangnya diriku ini mencintai seorang perempuan bangsawan, ma’afkanlah aku,” sambil menunduk.
            “janganlah begitu Apsararendra, kita sebagai manusia sama saja. Apa cinta menyerang siapa saja tanpa memandang fisik dan status mereka. Aku mencintaimu Apsararendra itu serangan yang tak mungkin aku hindari, karena cinta itu berasal dari Tuhan.”
            “kau benar Putri Gayatri” jawab Apsararendra.
            Merekapun berbicara tentang rahasia perasaan mereka. Melantunkan balada cinta pada telaga Asoka. Dan angsa  angsa yang berpasangan pun iri melihat mereka yang saling menegutarakan rahasia cinta. Setelah lama berbicara tentang balada cinta, Gayatri pun berbicara keluar dari topik asmara, “Apsararendra, aku tadi bertemu seorang pria paruh baya ia bekerja keras walaupun ia sudah kaya, dan ingin lebih kaya lagi sampai dia lupa untuk menikah, katanya ia bekerja untuk menikmati hidup. Ini sungguh aneh Apsararendra”.
            “manusia memang aneh, mengorbankan kesehatannya untuk mencari harta, lalu dia mengorbankan hartanya demi kesehatannya. Lalu dia khawatir dengan masa depannya, sampai dia tidak menikmati masa kini. Akhirnya dia tidak hidup dimasa depan atau masa kini. Dia hidup seakan – akan tidak akan mati, lalu dia mati mati tanpa benar – benar menikmati apa artinya hidup.” Jawab Apsara dengan menatap langit.
            “apa yang kau katakan itu memang benar manusia sekarang hanya bekerja tanpa menikmati hidupnya.”
            Asih datang dan menjemput gayatri karena surya sudah lelah bertugas menyinari bumi, “ tuan Putri Gayatri hari sudah mau turun, takutnya nanti ayahanda mencari tuan putri”
            “iya asih aku bersam Apsararendra, sampai lupa dengan waktu. Apsara aku pamit untuk pulang. Ayahanda dan ibunda sudah menungguku dirumah.apakah kita kan bertemu lagi ?”
            “iya putri Gaytri kita akan ketemu lagi ditelaga Asoka sebagai tempat cinta kita”
“Sampai Jumapa lagi Apsararenda’ sambil melambaikan tangan.
            Malam itu Gayatri hanyut dalam kegembiraan di dalam kamarnya, dengan kainnya yang berantakan, berbaring dia atas pangkuannya, hasratnya yang membara tak pernah hilang. Bingung, rindu berat akan cinta dari sang kekasih yang dibayangkan akan membawa kegembiraan hati.Yang merasa bahagia hanya dengan berkelana sepanjang pantai, hanyut dalam penulisan puisi-puisi cinta. bagaikan umpan Dewa Cinta yang sama sekali tak berdaya sehingga perasaan mereka menjadi target nafsu kasih sayang. Perasaan cinta membuatnya lemah, dia terlihat begitu terhanyut sehingga ketika mencoba menyembunyikan kerinduannya, dia sama sekali tak berdaya.
            Apsararendra dan Gaytri terus bertemu di telaga. Sampai beberapa bulan. Biasanya mereka berlatih bersama belajar bersama. seolah-olah saling bertukar rahasia. Dengan rasa syukur mereka saling bertatap muka, duduk seleret dengan memandangi surya di air telaga.Mengubah topik pembicaraan dan saling pandang melalui sudut mata bila ada orang datang dengan tiba-tiba dan tak terduga. Suaranya gemetar, lemah bagi yang mendengar dan ditandai oleh gerakan alisnya yang tajam. Apsararendra biasanya yang sibuk membaca puisi, menguraikan kecantikan Gayatri yang begitu indah. Terkadang mengetukkan jari mengikuti irama lagu sedih, memamerkan kecekatan jari-jemarinya. Semuanya bagaikan intan yang enak dilihat dan cocok untuk diamati secara dekat dua sejoli yang dimabukkan oleh Dewa Cinta.

.           Malam itu Gayatri dipanggil oleh kedua orang tanya untuk datang ke ruang tamu. Ada sesuatu hal yang ingin dibicarakan kedua orang tuannya kepada Gayatri. Gauytri datang dan duduk sambil berkata, “ada apa ayahanda dan ibunda memanggil saya..?”
            “Tadi Jayaningrat datang ke rumah” kata Joko Lelono.
            “Mau apa dia kesini Ayahanda ? tanya Gayatri dengan heran.
            “Dia kesini untuk menjadinmu istri, anakku” jawab Joko lelono.
            Dengan kaget, “terus Ayahanda dan ibunda menerimannya ?”
            “tentu ayahanda dan ibunda menerimannya, dia kan bangsawan terkemuka di Balitar ini dan dia masih kerabat dengan kita”.
Berlinang air mata Gayatri, “aku tak mau Ayahanda, aku tak mau dengan Jayaningrat, aku tak mencintainya”
Nawang Rum memeluk dan mengusap rambut anaknya dengan penuh kasih sayang dan berkata, “Nduk, Anakku tercinta, janganlah melawan orang tua, sayang. Tugas seorang anak perempuan adalah untuk membayar kasih sayang ibu dan ayahnya. Hanya padamu kami menaruh harapan untuk dikorbankan sehingga kita bisa melanjutkan kemasyuran keluarga ini. Anakku, izinkanlah ayahmu untuk menerima lamaran. Janganlah berfikir dia telah mengacuhkanmu. Anakku sayang, kamu sekarang akan dinikahkan dengan Jayaningrat, anak dari Bangsawan terkenal di tanah Balitar ini. Persiapkanlah dirimu untuk pernikahan ini. Ibu berharap kamu tidak menolak atau pun tidak mau. Menyetujuinya adalah tugasmu yang sesungguhnya dan dengan melaksanakannya engkau akan menjadi penghargaan yang paling mulia.”
            “Nduk ma’afkan Ayahandamu ini, janganlah kau marah. Kamu dahulu disambut dengan kerinduan oleh ibumu yang mengabdikan dirinya sepenuhnya mengasuhmu Siang dan malam dia membanting-tulang, dan ketika kau tidur dia duduk bersandar. Betapa kasihan sekali, karena dia bersumpah untuk membahagiakanmu dan ia merasa cemas dan terbawa larut, letih dan kuyu; Itu karena cintanya padamumu, anaknya yang membuatnya bersedih. Dia terus berdoa untuk kesejahteraanmu dan panjang umurmu. Adalah sangat berat baginya untuk merawatmu dan mengasuhmu. Itulah asal-usulnya bagaimana kamu menjadi berhutang budi kepada ibu dan ayahmu. Pada saat kamu telah tumbuh dewasa berterimakasihlah atas usaha dan perawatan mereka. Maka sekarang kau harus menuruttinya”
Gayatri berdiri menangis tersedu – sedu, “aku tak mau ayahanda sekali lagi aku nggak mau, Pertimbangkanlah ini ayahanda. Apakah pantas bagi seorang laki-laki bijak untuk memikirkan Bahwa seorang istri harus dibeli seperti barang berharga—permata, batu mulia, emas, dan seterusnya? Melakukan itu, bukankah berarti menganggap dia tidak lebih dari sapi, sebuah pikiran yang hina dina. Di mana di dunia ini akan ditemukan seorang laki-laki terhormat yang akan secara sengaja hendak menjual anak perempuannya yang sudah berusia menikah? Atas alasan ini, dijodohkan atau pilihan mempelai perempuan, disetujui. Bukan aku melawanmu ayahanda dan ibunda inilah pilihanku, aku yang akan menjalani kehidupan berumah tangga. Aku sudah mepunya pilihan pria yang aku cintai namanya Apsararendra. Gayatri berjalan meninggalkan kedua orang tuannya dan menuju kekamarnya untuk tidur. Malam itu merupakan malam yang penuh menyakitkan untu Gayatri.
            Malam menyakitkan pun berlalu Gayatri pergi ke telaga asoka tanpa sepengatahuan orang – orang dirumah untuk menemui Apsararendra, ia datang ketelaga dan membawa sebilah pisau yang ditaruh ditepi telaga serta gelangnya, serta menunggu kekasihnya. Datanglah kekasihnya, dan berkata, “ma’af aku telat, kau sedang mencari apa gayatri ?”
            “gelangku jatuh ketelaga tolong carikan, di jatuh ditepi telaga ini”, sambil berpura – pra mencari.
            “baiklah kalau begitu aku akan mencarnya”. Sambil merogoh – rogoh telaga untuk menemukan gelangnya. Beberapa saat kemudian, “aduhh,” teriak Apsararendara terkena pisau yang telah disiapkan oleh Gayatri sebelumnya.
Gayatri dengan sandiwaranya bertanya, “ada apa Apsararendra ?”
            “aku memgang pisau dan terluka, tapi kutemukan gelangmu” jawab Apsara dengan kesakitan
            Gayatri memgang telapak tangan Apsararendra yang terluka dan membalutnya dengan selendang yang pernah dulu dipakai juga untuk membalut luka Apsara,”Ma’afkan aku Apsara kau terluka karena aku lagi, tapi aku suka jika kau terluka heheh” denan tersenyum
            “kenapa kau suka jika aku terluka ?” tanya Apsara dengan kebingungan
            “supaya aku dapat mengobati lukamu Apsara, dengan kasih sayangku.” Sambil membalut luka Apsararendra. Wajah Gayatri terlihat sangat murung karena perjodohan itu.
            Saat memandan wajah Gayatri, Aspararendra melihat kesedihan Gaytri, dan bertanya, “apakah yang mengganggumu hari ini Gayatri ?”
            “ayahanda ku menjodohkan aku dengan bangsawan yang ada diBalitar, ia masih kerabat ku.” Nampak sedih.
            Apsarapun kaget, “apakah kau menerimanya ?”
            “tentu tidak kasihku, aku sangat mencintaimu tak mungkin aku mau”. Gayatri meneteskan air mata. Apsara mengusap air matanya dan berkata dalam hati,”dua hari lagi aku akan datang kerumahmu untuk melamarmu”.
            Gayatri bangkit, dan berkat, “aku ingin pulang dulu Apsara, aku ingin sendiri dulu” berjalan menjauhi Apsara yang hanya menatap punggungnnya.
            Sementara itu di rumah, Joko lelono bertanya kepada Asih, “Asih siapa Apsararendra itu ? kau begitu dekat dengan Gayatri kau mesti tahu Apsararendra ?”
            Sambil duduk dibawah Joko,” ma’af tuan, ini hanya sepengetahuan saya, Apsararendra adalah pemuda biasa dari negeri Lamong. Dia berkelana untuk mencari ilmu. Sekarang ia menetap di tanah Balitar ini, Tuan. Apsara merupaka orang yang sangat Tuan putri Gayatri cintai dan kasihi”.
            “kapan mereka ketemu dan dimana biasanya merek bertemu ?”
            “setahu saya mereka bertemu pada sing hari, saat matahari pas di tengah ubun – ubun. Mereka bertemu di Telaga Asoka”
            “baiklah kalau begitu, terimakasih asih atas informasinya”
“saya mohon undur diri tuan” sambil pergi meninggalkan tuannya.
Jeko lelono dengan itu mengatur siasat untuk memberhasilkan perjodohannya itu. Ia berencana akan membunuh Apsararendra ketika Gayatri tidak didekatnya. Joko leleno beranggapan bahwa Apsararendra yang menjadi rintangan besar atas perjodohan Gayatri dengan Jayaningrat. Ia memberikan perintah kepada Kertala untuk membututti Gayatri. Didalam kamar Gayatri bersedi hati, wajahnya bermuram durja sehingga semua yang dipikirkan begitu menyakitkan.
Dua hari kemudia datanglah Apsararendra dengan iring – iringan dari negeri Lamong untuk memining gadis semata wayang Joko lelono. Joko lelono kebingunga atas iring – iringan ini. Penjaga bertanya dengan wajah seramnya “mau apa kalian kesini ?” .
“aku datang untuk bertemu tuan Joko Lelono untuk meminang Gayatri”.
Penjaga kemudia menghadap ke Joko Lelono, “Tuan ad airing – iringan penganti  untuk bertemu tuan.”
Joko bingung dan berkata, “untuk apa mereka ingin menemuiku ?”
“mereka ingin meminang tuan putri Gayatri” kata penjaga.
Joko pun kaget, dalam hati “siapa mereka ?”. joko pon memerintahkan penjaganya untuk memperbolehkan masuk iring – iringan lamaran. Setelah Apsara dan keluarganya masuk kerumah, ia berpas – pasan dengan Gayatri. Gayatri kaget dan berucap “Apsararendra kenapa kau ada dsini ?”
“aku datang kesini untuk melamarmu, aku seorang bangsawan dari negeri Lamong” jawab Apsara.
 “kau seorang bangsawan ?.”Gayatri kaget mendengar itu. Sebelum Apsara menjawab ada panggilan dari Gayatri. Gayatri berpamitan undur diri kepada Apsara  dan keluarganya. Joko mempersilahkan masuk keruan tamu untuk membahas apa tujuan dari Apsara dan keluarga datang kesini. Ayahanda dari Apsara memperkenalkan keluarganya yang berasal dari Negeri lamong yang dan menjelaskan tujuan untuk meminang Anak dari Joko Lelono. Setelah membicarakan tujuan dari keluarga Apsara datang. Tibalah Jawaban dari Joko,”aku menerima lamaranmu”. Gayatri yang mengupin pembicaraan, mendengar keputusannya dia sangat senang. Dia langsung kekamar dan berdo’a kepada tuhan dan bersyukur. Setelah pertemuan dua keluarga itu keluarga Apsararendra langsung kembali ke negerinya. Apsara tetap tinggal di Balitar.
            Kemudian hari Joko menyuruh Gayatri untuk menenmui bibinya di desa kauman. Berangkatlah Gayatri. Joko melaksanakan siasatnya untuk membunuh Apsararendra di telaga Asoka yang telah menunggu. Joko memerintahkan Kartala untuk memenuhi tugusnya. Berangkatlah Kartala menuju Telaga Asoka memenuhi untuk tugasnya. Asih menguping pembicaraan antara Joko dan Kertala, ia berlari menyusul putri di rumah bibinya untuk menyampaikan berita buruk ini. Tibalah Asih di rumah bibinya, ketika itu Gayatri sedang duduk di depan rumah bibinya. Gayatri melihat Asih begitu kaget, “ kenapa kau menyusulku, dan kenapa kau begitu terburu – buru ?”
Dengan cemas dan tergesa - gesa Asih mengatakan, “Tuan Apsara dalam bahaya, ayahanda bersiasat untuk membunuh Apsara di telaga Asoka”
Gayatri begitu kagetnya, dia lupa punya janji bertemu di telaga Asoka, ia berangkat dengan memacu kudanya dengan sangat cepat, meninggalkan asih di rumah bibinya. Dengan mengendarai kuda  gayatri meneteskan air mata dan berkata dalam hati, “sungguh teganya ayah melakukan hal yang sangat kejinya terhadap kekasihku. Inikah rencana ayah.
            Sementara itu, kertala sudah datang di telaga, kertala melihat Apsararendra berdi menghadap ke telaga yang hilang keindahan karena tertutup mendung. Kertala mengendap – ngendap kearah Apsara, lalu Kertala menikamkan kerisnya keperut Apsara. Kertala lau meninggalkan Apasararendra. Apsarendra ketika sekarat memanggil nama – nama gayatri, dia tahu bahwa dewi maut akan menyerap nyawanya. Waktu itu Bunga-bunga berguguran, disertai oleh pelangi, memenuhi Langit; Guntur tampak menangis, gerimis dari hujan awan tipis bagai air matanya, meratapi kematian kekasih tercintanya. Ini adalah tanda-tanda bahwa  ketika dia datang ke sana, ia melihat jasad kekasihnya. Mata jasad kekasihnya tampak menatap, menunjukkan giginya yang indah seolah menyambutnya. Kemudian, dia menangis keras, memeluk kaki almarhum Apsararendra yang meninggalkannya. Tidak tahu harus berbuat apa, dia membelai jasad kekasihnya, membawanya ke pangkuan kemudian melemparkan dirinya padanya, berbaring menghadap ke bawah. Berulang kali dia mencoba menghidupkannya, berulang kali menyentuh bibir dan mata, tetapi semuanya tidak berhasil karena jasad kekasihnya tidak berkedip sama sekali. Bagaimana mungkin luka-lukanya disembuhkan, bahkan jika pun menggunakan daun sirih yang dikunyahnya sebagai salep?
“oh..Apsararendra, sambutlah aku! Mengapa kau diam membisu, Dan tidak mengucapkan sepatah kata pun bagiku yang tak berdaya ini? Mencarimu melelahkanku, dan sekarang aku telah menemukanmu, tampak kamu marah dan tidak mau melihatku, Jika kamu memiliki simpati untuk air mataku, silakan jawab sekarang dan jangan berpaling. Namun, aku tahu bahwa kau tidak pernah benar-benar mencintaiku, bahkan ketika kau berpura-pura untuk menghiburku dengan kata-kata manis mengharukan, Setiap ucapanmu seperti tetes madu, tetapi jelas sekarang bahwa kata-kata itu tidak datang dari hati, Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa kau tak berperasaan untuk meninggalkanku. Jadi sekarang kau telah pergi ke surga: tetapi aku pasti akan mengikutimu, bahkan jika kau tidak peduli padaku. Tapi aku mohon kepadamu, untuk bertemu denganmu di jembatan goyang ke alam sana, Karena aku merasa kesepian, takut dan ragu untuk menyeberanginya, kecuali kau berada di sana untuk melindungiku, Dan, bahkan jika kau saat ini membelai wanita surgawi, jangan bersikap kejam kepadaku, tinggalkan mereka untuk sementara waktu, Berikan setengah dari kasih sayangmu kepadaku, orang yang bingung dan berkeliaran tanpa tujuan.” Kesedihannya yang mendalam yang tak tertahankan, dan karena tampaknya tidak ada lagi yang ditunggu, ia buru-buru mempersiapkan diri untuk mati. Lalu sang Gayatri melakukan bela pati menusuk perutnya dengan keris yang menancap di Apsararendra. Telaga kini yang dulunya indah dan ramai denga kata romantis dua sejoli, kini menjadi telaga sunyi yang menyaksikan kepedihan dan kematian dua kekasih. Darahnya tenggelam di telaga sunyi bersam cintanya yang murni.


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE