Oleh Kusuma Ndaru
Mahasiswa Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Saya tertarik melihat petisi penutupan iklan salah satu situs belanja online terfenomenal "Shopee". Petisi ini berisi permintaan KPI (komisi penyiaran Indonesia) untuk menghentikan iklan shopee yang menampilkan girlband dari Korea selatan "Black pink" yang di nilai oleh pihak penuntut memperlihatkan bagian tubuh perempuan. Hal ini ditakutkan akan merusak perkembangan anak-anak. Karena iklan ditampilkan setelah tayangan anak-anak. Saya mencoba ingin melihat dari beberapa sudut pandang. Dari kacamata shopee, dari kacamata korea, dari kacamata budaya, dari kacamata psikologi, dari kacamata politik
Pertama bila kita melihat dari pihak shopee, maka mereka sangat diuntungkan dengan munculnya petisi semacam ini. Secara rasional, iklan bertujuan untuk mempromosikan sebuah prodak ke pada konsumen (masyarakat). Dengan petisi ini shopee tentu akan dikenal masyarakat lebih luas lagi, tanpa harus repot-repot mengeluarkan biaya iklan. Bila masyarakat memang menghendaki untuk melawan iklan shopee, gunakan cara yang tepat. Saya rasa pemboikotan pembelian di platform shopee akan berdampak pada perusahaan tersebut. Meskipun masih dapat diragukan, sepeduli apa masyarakat kita dengan larangan belanja di satu platform. Kalau shopee dapat menawarkan harga yang murah di bandingkan dengan platform lain.
Kedua, mengapa shopee menampilkan artis korea selatan untuk menjadi brand ambassador. Dalam perkembangan dunia sinema di Indonesia. Kita telah kedatangan tamu dari berbagai negara. Mulai dari India dengan Sharukh Khan nya. amerika latin dengan telenovelanya cina dengan meteor garden nya. Jepang dengan anime yang tak lekang waktu, Malaysia dengan upin ipin. Lalu beberapa tahun terakhir muncul kdrama dan kpop dari korea selatan. Kelas menengah kita saat ini lebih memilih hiburan dari Korea Selatan yang di nilai menjadi perjuangan modernitas, bagaiman merubah nasib dari orang miskin menjadi manusia kaya, yang memiliki segalanya, kendaraan, termasuk liburan ke luar negeri. Di satu sisi kdrama dapat diterima karena percampuran budaya barat dan timur yang pas. Kdrama tidak menampilkan adegan seksual terlalu banyak. ada hanya sekedar ciuman. ini mencerminkan norma masyarakat kita yang masih tabu dengan seksualitas. Film memang tidak menggambarkan realitas sosial masyarakat. Namun ia menggambarkan norma yang berlaku. Itu yang dilihat pihak Shopee dengan menggait black pink sebagai brand ambassador. Ini sejalan dengan aktivitas belanja online yang di gandrungi pihak menengah. Bayangkan anak-anak mudah terutama perempuan mengenakan hijab, lalu mengenakan pakaian adat korea, menari dengan gaya KPop. Apakah tidak terlihat aneh bagi anda? Sehingga mempersulit identitas mereka. Tubuh Nusantara, pakaian liberal Arab, bahasa yang digunakan Inggris, perilaku korea!.
Ketiga, Kacamata psikologi melihat perkembangan anak, bahkan perkembangan moral berasal dari lingkungan sosial paling kecil, "keluarga". Dalam kasus ini, bagaimana mungkin seorang anak usia 3-8 tahun mengerti apa itu paha, apa itu payudara. Anak pada tahab ini masih mengembangkan kekayaan bahasa dalam tahap perkembangan mental, anak usia ini mash belum dapat bernalar. Sebenarnya tayangan atau kita orang tua itu sendiri yang merusak anak itu. Dengan menjejalkan aturan dan larangan yang membingungkan bagi anak. Mereka hanya asyik menonton. Lihat anak-anak Jepang. Dengan tayangan yang sangat berbau porno dan kekerasan. Mereka tetap tumbuh menjadi manusia yang lebih bermoral, lebih cerdas juga. Mereka bisa antri, tidak membuang sampah sembarangan, berani mengundurkan diri jika gagal dalam memimpin, bahkan berani bunuh diri untuk tugas. Jadi alasan mengenai moral anak yang dipertaruhkan sebaiknya kita singkirkan, gunakan alasan yang lain. Kita selalu berlindung dibalik science, namun gagal untuk memahami science.
Keempat, dari kacamata politik. Setelah lengsernya Soeharto yang mengatasnamakan nasionalisme runtuh. Hanya ada satu kekuatan yang siap untuk mengisi kekosongan. Di satu sisi kaum sosialissosialis telah diruntuhkan saat G30SPKI, hanya tersisah satu kekuatan dari NASAKOM. Yaitu agama, terutama islam. Dulu saat orba, perempuan mengenakan hijab adalah hal yang aneh, namun saat ini perempuan muslim tidak mengenakm hijab terlihat aneh. Saat ini hampir setiap perilaku dinilai identik dengan agama islam, tidak tepat kalau mengatakan telah terjadi islamisasi di Indonesia, yang lebih tepat adalah arabisasi. Para pejabat pemerintah atau bahkan pelajaran yang beragama islam, dalam kegiatan tradisi budaya. Pakaian tradisional yang mereka kenakan, selalu menampilkan hijab saat ini. Apakah ini sebuah akulturasi budaya atau arabisasi, sehingga semua konteks kehidupan harus sejalan syariat. Tidak peduli ada perbedaan cara hidup. Sampai tayangan pun tidak boleh menampilkan paha perempuan.
Terakhir, dalam kacamata budaya kita. Banyak sekali tontonan dalam tempat suci seperti candi menampilkan adegan seksual, menampilkan payudara perempuan, menampilkan kelamin laki-laki dan perempuan. Sepertinya ini tidak jadi masalah dalam budaya kita "dulu". Bahkan bila kita mau membuka arsip perpustakaan Leiden akan menemukan bahwa perempuan kita duku bertelanjang dada. Dan itu tidak jadi soal, apakah moral bangsa kita buruk? Banyak kekerasan? Banyak penjahat? Dengan budaya seperti itu kita memiliki imperium yang luar biasa, Sriwijaya, Majapahit. Bahkan Mongol sebagai penguasa separuh bumi pun di buat kocar kacir oleh Nusantara. Ini bukan romantisme masa lalu.
Di Swedia perempuan bebas berhubungan sex, sehingga laki-lakinya tidak ambil pusing perihal keperawanan dibandingkan laki-laki dari budaya lain. Lelaki Swedia tergolong jarang melakukan kekerasan, karena perempuan lebih mudah didapat, lelaki tidak perlu bertindak jagoan menggunakan kekerasan. Sedangkan di Arab Saudi. Perempuan sangat menggantungkan laki-laki, agar mereka aman secara ekonomi. Kesempatan berhubungan sex sangat terbatas bagi perempuan Saudi, keperawanan perempuan amat sangat dijunjung tinggi oleh laki-laki, tingkat kekerasan tinggi di sana, karena tindakan kekerasan oleh laki-laki memperbesar peluang berhubungan kelamin.
Di Amerika pada tahun 1960an, ketika perempuan muda bersikap semaunya dalam urusan sex, pads tahun 1990an muncul penyakit AIDS, ketika para perempuan disarankan agar berkata tidak pada sex. Pergeseran ini dibarengi dengan peningkatan jumlah kekerasan diantara lelaki Amerika.
Dari segi mana moral anak akan terganggu dengan tayangan yang menampilkan payudara dan paha perempuan, Amerika, Eropa, China, Australia, serta mereka yang menampilkan budaya paha dan payudara pada anak-anak. Tetap saja unggul di sektor manapun, Ketimbang Indonesia. Tingkat kekerasan mereka lebih rendah, moral mereka jauh lebih unggul. Atau negara-negara di timur tengah yang tingkat kekerasan sangat tinggi. Siapakah yang mesum sebenarnya? Coba tanya diri anda sendiri, bila anda mendapat tawaran liburan gratis ke Pakistan atau ke Jerman, mana yang akan anda pilih?
0 wicara:
Posting Komentar