Rumahku di atas batu,
rumahku hancur tanpa
batu.
Di dalam nya kami
sekarat,
di luar kami tersesat.
Ibu,
penyimpan resah dan
rindu.
Tapi terkadang seperti
batu,
Oh maaf, tidak
terkadang tapi selalu.
Iya, batu.
Tapi bukankah kubilang
rumahku hancur tanpa batu?
Ayah,
ayah adalah spasi.
Ayah adalah baris tak
terisi
saat aku menulis puisi
ini.
Kami,
mungkin bocah,
pemancing amarah,
atau hanya yang
tersesat tanpa ayah.
Aku,
aku adalah aku.
Tapi di dalam cermin
aku melihat batu,
meronta menarik
kembali bayanganku.
Hai aku,
jangan jadi seperti
ibu.
-TinS-
Rumahku di atas batu,
rumahku hancur tanpa
batu.
Di dalam nya kami
sekarat,
di luar kami tersesat.
Ibu,
penyimpan resah dan
rindu.
Tapi terkadang seperti
batu,
Oh maaf, tidak
terkadang tapi selalu.
Iya, batu.
Tapi bukankah kubilang
rumahku hancur tanpa batu?
Ayah,
ayah adalah spasi.
Ayah adalah baris tak
terisi
saat aku menulis puisi
ini.
Kami,
mungkin bocah,
pemancing amarah,
atau hanya yang
tersesat tanpa ayah.
Aku,
aku adalah aku.
Tapi di dalam cermin
aku melihat batu,
meronta menarik
kembali bayanganku.
Hai aku,
jangan jadi seperti
ibu.
-TinS-
0 wicara:
Posting Komentar