data-ad-format="auto"

KUNCI KEBAHAGIAN YANG KEKAL?



Oleh 
Kusuma Ndaru
Mahasiswa Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Apakah anda bahagia hari ini?
Mengapa anda bahagia? Lalu mengapa pula anda tidak bahagia hari ini?
Bagaimana esok hari? Dua hari dari sekarang? Satu Minggu? Apakah anda ingin kebahagiaan dalam hidup atau penderitaan?

Ini adalah pertanyaan yang sederhana, dan mudah di jawab saya meyakini semua pembaca menginginkan kebahagiaan menyelimuti mereka setiap waktu. Namun apakah kita mampu bahagia bila tidak pernah merasakan penderitaan atau kepedihan. Satu-satunya yang nyata di dunia ini adalah penderitaan.  Manusia akan mempertahankan mati-matian kebahagiaan, begitu pula penderitaan,, manusia akan melakukan apa saja untuk mengusir penderitaan dalam dirinya. Kebahagiaan dan penderitaan bukanlah apa yang terjadi di luar diri manusia, saya akan bahagia bila mendapatkan lotere, atau saya akan sedih bila gagal mendapatkan lotere. Atau dapat di simpulkan, bahwa manusia akan bahagia bila keinginan atau harapanya menjadi kenyataan, dan akan menderita bila keinginan tidak terjadi?. Dengan kata lain kebahagiaan dan penderitaan melalui panca indera kita sebagai reseptor stimulus, lalu mengidentifikasi kan dengan keinginan kita. Apakah stimulus itu merupakan kebahagiaan atau penderitaan. Dari dua premis di atas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa manusia hanya sekedar merespon sensasi yang mereka terima, dan akan mengkategorikannya ke dalam dua kemungkinan, kebahagiaan atau penderitaan.

Manusia hanya merespon Sensasi
Setiap stimulus pada panca Indra, suara, cahaya, sentuhan, perasa, dan bau akan membangkitkan sensasi pada tubuh, dan kita secara membabi buta bereaksi terhadapnya. Pikiran membawah beberapa drama, emosi, nilai, ingatan, ketakutan, kemarahan, yang selalu di sertai dengan sensasi tubuh. Manusia bereaksi terhadap Sensasi bukan ke objek yang ada di luar.Kita bereaksi terhadap keinginan,  terus menerus. Mempertahankan Sensasi yang menyenangkan dan menghindari Sensasi menyakitkan

Ada jalan untuk mendapatkan kebahagiaan abadi. Pertama manusia harus merubah isi pikirannya tentang kebahagiaan dan penderitaan. Menulis ulang kode yang telah di jejalkan oleh lingkungan budaya. fikiran manusia layaknya batu yang di patri,  susah untuk di tulis, dan ketika sudah tertulis, susah untuk di hapuskan. Susah.. bukan tidak bisa.

Kita harus berhenti mengaitkan kebahagiaan kita dengan sesuatu yang terjadi di eksternal kita. Dan kita harus berhenti menyalahkan orang lain untuk ketidak bahagian kita.

Kebahagiaan dan ketidak bahagian adalah kondisi pikiran, dan karena itu penyebab sebenarnya mengenai kebahagiaan dan penderitaan tidak dapat ditemukan di luar pikiran, bila kita memiliki pikiran yang damai, kita akan bahagia dan terlepas dari semua keadaan. Bila pikiran kita tidak tenang atau gelisah, maka saat kita memiliki keadaan yang sangat baikpun, kita akan merasa mustahil untuk bahagia.

Kebahagiaan adalah bagaiman kita merespon stimulus yang di terima oleh panca indera, sehingga kita dapat mengendalikan sensasi yang kita terima. Dan mendapatkan kebahagiaan abadi.

Selanjutnya adalah dengan melihat dan merespon semua stimulus apa adanya, merespon objek secara telanjang, dengan menanggalkan penilaian atau persepsi, bukan merespon sensasi yang kita terima. Maka kita akan bisa jernih dalam menjalani hidup dan mendapatkan kebahagiaan sejati.

Melihat dengan apa adanya tidak hanya diperuntukkan kepada objek luar saja. Namun kepada diri sendiri. Bukan dari peran kita, bukan dari apa yang melekat pada diri, namun apa yang ada pada diri. Melihat diri secara apa adanya atau dapat saya sebut sebagai pengenalan diri menjadi anjuran oleh para nabi dan filsuf sejak ribuan tahun yang lalu. Ini akan menjawab pertanyaan siapa diri kita sebenarnya, dan tentu mencapai kebahagiaan sejati.

Cara terbaik yang bisa saya bagi ke pada pembaca untuk dapat melihat ssgala hal dengan jernih, apa adanya serta memiliki pikiran yang damai untuk mereapon sensasi dengan sadar, adalah dengan duduk bersilah atau duduk di atas kursi, dengan punggung tegak. Sambil memejamkan mata, dan memperhatikan setiap hembusan nafas yang keluar masuk. Serta mengamati apa yang kita rasakan, apa yang terjadi dengan pikiran kita. Dalam bahasa modern, aktivitas ini di sebut dengan mindfulness, atau bahasa lokal menyebutnya meditasi, bertapa, samadhi dan lain sebagainya. Ini salah satu daya tarik yang di miliki oleh Bali, banyak turis tidak hanya sekedar berwisata, namun juga belajar bagaimana mengenal diri untuk mendapatkan kedamaian. Kita bisa saksikan melalui film eat pray love.

Nilai Kedamaian abadi ini mulai luntur dalam budaya kita, di gerus oleh globalisasi. Yang beriringan dengan  kesehatan mental penduduk kita yang patut di pertanyakan. Walaupun belum laporan resmi mengenai tingkat kewarasan masyarakat, namun bila kita mau melihat sekeliling ataupun diri, apakah yakin diri anda, teman anda, pasangan dan orang-orang yang anda kenal apakah mereka semua waras?

Bila anda ingin bahagia, lakukanlah segerah.. anda dapat belajar di manapun, banyak kelompok meditasi yang lintas agama. Atau bila anda punya cara tersendiri, silakan lakukan terus, dan selamatkan orang-orang yang anda kenal. Saya bukan seorang misionaris, hanya sekedar membantu manusia terbebas dari penderitaan, dan mendapatkan kebahagiaan sejati.



0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE