KUSUMA NDARU
Ada sebuah makna hidup yang hilang dalam diri manusia, sebuah tujuan dan motivasi yang
tak tentu. Apa hanya sekedar hidup dan menunggu ajal menjemput, atau menari
bersama penderitaan layaknya joker yang tersenyum
bersama derita. Manusia memiliki ribuan keinginnan dalam kepalanya, entah itu hanya sekedar
hiburan untuk menertawakan hidup. Munculsebuah tanya apakah memang sangkuasa telah menakdirkan hidup manusia, lalu apa gunanya ia memberikan manusia sebuah
perasaan dan pikiran yang dengan bebas dapat merendahkan eksistensi tuhan.
Ribuan tahun manusia telah mengulas dirinya sendir namun masih tetap tidak dapat
menjelaskan dirinya sendiri. Begitu naif manusia menjelaskan mengenaialam semeta besertaisinya.
Semesta dapat dijelaskan dengan dalil-dalil
hukum yang di buat manusia. Disatu sisi pada abad ke 21 ini manusia masih saja mencari
dan berdebat mengenai manusia sendiri.
Teknologi yang di ciptkan untuk
menyelamatkan manusia malah membawah bahaya bagieksistensi manusia itu sendiri.
Entah apa yang ada dalam benak setiap manusia di dunia ini, apakah dengan
menggabungkan seluruh pikiran mnausia di dunia ini kita baru dapat menemukan arti dari manusia, atau
akan muncul persoalan baru bagi manusia.
Pergulatan dalam batin membawah dilema
baru bagimannusia, menambah daftar panjang pertanyaan mengenai manusia, kegundahan
hati, gejolak psikokogis yang
muncul memperkeruh titik terang menjadi
manusia. Apakah menjadi manusia harus selalu
peduli dengan sesaama, atau egois, atau
melankolis?. Apakah manusia perlu di buat seragam? Atau tetap seperti ini dengan indivdual
deffrentnya?.
Cinta yang digadang sebagai jalan menemukan diri
telah di hardik sebagai bangkeadi rusaknya moral manusia modern, apakah cara mencintainya yang salah atau
objek cintanya yang salah?. Dunia masih
penuh dengan misteri, namun lambat laun itu dapat dipecahkan dengan pemikiran manusia.
Agama hadir mencoba menjawab tentang
jatidiri manusia, ia menjamur bak
hujan yang menyelimuti daratan. Namun agama saat ini telah di hajar oleh rasionalita
manusia, dan mereka percaya bahwa manusia yang menentukan nasibnya sendiri.
Perkawainan agama dan
rassionalitas melahirkan dilema bagi manusia modern, kapan manusia harus
berlandaskan hukum hukum rasio! Dan
kapan ia harus menggunakan hukum agama dalam bersikap?, apakah seluruh aspek kehidupan manusia akan berlandaskan
rasionalitas? Tentu tidak mungkin,karena
manusia yang berani bersikap seperti itu akan di cap sebagai atheis dan di
jauhi oleh masyarakat? Namun di satu sisi ketika manusia secara mutlak berlandaskan
agama dalam bersikap,maka akan dikucilkan karena di angga terlalu agamis.
Di indonesia kita tidak dapat
hidup hanya kekiri saja, atau ke kanan saja. Masyarakt indonesia cenderung tidak konsisten dalam bersikap, manusia di negeri ini akan di tuntut
untuk selalu fleksibel berada di tengah,
dan bisa kekiri dan kekanan.
Namun kapan kita bertumpuh pada agama?
Dan kapan kita bertumpuh pada rasionalitas? Membuahkan perdebatan. Karena tidak ada dalil secara spesifik yang mengatur bagaimana manusia harus berperilaku?
0 wicara:
Posting Komentar