data-ad-format="auto"

siapa mereka berani mengatakan bahwa kita abnormal ?


Eki
Mahasiswa Psikologi UNTAG Surabaya



Menurut penjabaran yang dijelaskan oleh APA adalah patokan dari orang dikatakan normal adalah mengikuti ketentuan umum yang berlaku, contoh masyarakat indonesia pada ketentuan umum yang berlaku menggunakan tangan kanan untuk makan sedangkan thalia menggunakan tangan kiri untuk makan, maka thalia dikatakan abnormal. Pertanyaan yang paling mendasar adalah pembentukan konsepsi terhadap ketentuan normal dan abnormal itu didasarkan oleh ketentuan umu lantas bagaimana dengan perbedaan pengetahuan secara historis yang dimiliki oleh Indonesia. Menurut pengetahuan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia bahwa orang yang homoseksual itu adalah abnormal sedangkan baru-baru ini diamerika pada tahun 90an dilegalkanlah prilaku homoseksual tersebut diamerika. Ketentuan ini pula diterapkan di PPDGJ psikologi yang mengatakan bahwa homo seksual itu bukan gangguan jiwa bukankah ini sangat bertentangan dengan pengetahuan historis yang dimiliki oleh bangsa Indonesia? Atau adakah yang bermain dibelakang ini semua?

Sebagai contoh lain bahwa masyarakat Indonesia yang masih menganut pemikiran-pemikiran timur mengatakan bahwa didalam sebuah perjalanan-perjalanan spiritual prilaku yang keluar dari norma umum itu adalah hal yang biasa dan normal sebagai contoh, out of body, esp, indigo dll merupakan hal yang biasa tapi dikalangan barat hal ini bukanlah sebuah hal yang normal sehingga orang-orang yang mengalami pengalaman spiritual tersebut dikatakan abnormal. Aneh bukan?

Dan ini juga merupakan sebuah kritikan pedas terhadap keilmuan psikologi yang ada diindonesia dimana keilmuan ini cenderung mengambil dan mengkonsumsi keilmuan-keilmuan yang ada dibarat, bukankah nusantara sudah memiliki banyak sekali wawasan tentang manusia, seperti contoh pada perkembangan masyarakat jawa sudah dikenal cipta, rasa dan karsa, dibugis sudah mengenal tanre siri’ serta nenek moyang kita juga dulu pernah mengajarkan untuk melihat babab, bibit, bebet dan bobot dalam sebuah perkawinan dan banyak lagi petuah-petuah yang diajarkan oleh nenek moyang kita. Sehingga hal inilah yang menyebabkan krisis identitas yang dimiliki oleh keilmuan psikologi dan warna keilmuan psikologi diindonesia sejatinya bukan biru tapi abu-abu.


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE