data-ad-format="auto"

DBR 1





oleh: ismail hasan (hilang orang)
diskusi malam jumaat GmnI komisariat UNTAG Surabaya



Rintihan hujan, alunan musik dan suara motor khas zaman modern. krumunan mahasiswa yang biasanya berdiskusi kini  berlahan mulai menepi. Senja telah tiba, ibarat usia manusia, angka 71 tahun adalah usia senja, dimana seluruh energi, spirit dan lain sebagainya telah purna. 71 tahun bukan waktu yang singkat, namun cita-cita berdirinya bangsa Indonesia hanya menjadi semboyan suci, atau bahkan menjadi alat baru bagi kolonialisme dalam melakukan penjajahan. Sebab asal kolonialisme bukan  keinginan melihat dunia asing, bukan pula keinginan pada kemasyuran melainkan masalah rezki begitulah gustav klemm berkata. Kekurangan rezki itulah yang menjadi sebab rakyat eropa dulu menjajah bangsa-bangsa asia.  Pasca tahun 1945-1960 Era penjajahan secara kolonialisasi telah sirna, namun secara eseni penjajahan itu masih melekat dengan wajah baru seperti yang dikatakan Ir sukarno dalam bukunya dibawah bendera revolusi  “orang tak akan gampang-gampang melepaskan bakul nasinya, djika pelepasan bakul itu mendatangkan kematianya”, begitu tragisnya riwayat negeri jajahan.

Pada masa sebelum kemerdekaan, keinsafan akan ketragisan ini yang menyadarkan rakyat asia dan negeri-negeri  jajahan  dengan semboyan spirit of asia, Keyakinan akan roh asia yang terus menyala-nyala. keinsyafan ini pula yang mempengaruhi pergerakan rakyat di Indonesia waktu itu, yang mempunyai tiga sifat “NASIONALISTIS, ISLAMISTIS dan MARXISTIS” lah adanya, begitulah sukarno berkata, dan kapal persatuanlah yang membawa Indonesia merdeka. kemerdekaan bukanlah tujuan dari kapal persatuan  Indonesia, keadilan dan kesejahtraan bagi seluruh bangsa Indonesia lah tujuan dari kapal persatuan itu. 71 tahun kemerdekaan, kapal persatuan Indonesia, bukannya mendekati tujuan, malah menjauh dari tujuan, kesejahtraan yang tidak merata dan keadilan yang timpang, hukum hanya tajam kebawah tumpul keatas, persatuan digadaikan demi kekuasan, sukarno pernah berkata “perjuanganku lebih mudah karena melewan penjajah dan perjuanganmu akan lebih berat karena melawan bangsamu sendiri”  , kesenjangan ekonomi , ketidak adilan dimata hukum terpampang didepan mata kita, namun tidak ada upaya yang dilakukan sebab pelakunya adalah putra-putri terbaik negeri ini katanya, dalam hal politik, kekuasaan jadi bahan pertaruhan, rakyat ditelantarkan, agama dijadikan bumbu politik, persatuan digadaikan demi kekuasaan, bagi mereka yang jiwanya rakus, kekuasaan setinggi dan selama apapun akan kurang, jika di hitung-hitung berapa banyak rizki yang kita butuhkan untuk hidup didunia  ini? Satu cuil dari bumi ini sudah lebih untuk kita hidup, namun bagi mereka yang rakus, saluruh semasta dan seisinya  pun akan kurang.

Kerakusan ini pula yang kelak menimbulkan kapitalisme, dan imperialism baru, jiwa yang rakus telah merengkuh jiwa kemanusiaan, semua cara dilakukan untuk mencapai ambisi yang tak terbatas. Begitulah kapitalis hidup. Kapitalis masuk secara perlahan bersanding dengan kerakusan putra putri negeri ini, mereka masuk melalui janji-janji manis dan lain sebagainya. Selama bakul nasi masih bisa memproduksi nasi, maka tak akan pernah dilepas, apapun akan dilakukan untuk mendapatkan nasi. pemaksaan, penipuan dan bahkan pengadu dombaan. Diusia senja ini sudah saatnya, kita insafi bersama-sama, kita kuatkan tali persatuan dalam mencapai tujuan keadilan dan kesejahtraan bersama. Sudah saatnya cahaya kebenaran dan keadilan tiba, kita buka mata. Sudah tiba saatnya zaman baru  yang terang-benerang laksana fadjar yang menghapus kegelapan, laksana hujan yang menghapus kemarau. 




0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE