data-ad-format="auto"

Putri Ratu Meaksa Melihat Tuhan (Bag. 10)



Syaiful AH
Alumni F.Psikologi Untag Surabaya
May 1, 2011

Di asrama Hyan paluh, dua hari menjelang purnama sudah terlihat beberapa tentara berjaga di setiap sudut pintu masuk asrama. Beberapa telik sandi juga telah disebar di beberapa tempat, termasuk dekat asrama, dan juga di dalam asrama yang menyamar sebagai siswa. Suara petir menggelegar, dan angin bertiup sangat kencang hingga mematahkan ranting-ranting pepohonan. Suara pepohonan bergesekan dan berderit seperti suara seseorang yang mengerang kesakitan. Sekelompok orang berjubah hitam menerobos hujan, mengikat tali kekang kuda-kudanya di bawah pepohonan, dan berkelebat menyusup masuk dalam asrama, dan sekejap kemudian keluar lagi sambil berlari dan setengah membungkuk. Dua orang berjubah hitam mengapit seorang tua berbaju putih menembus hujan dan petir. Suasana asrama seketika itu menjadi sangat gaduh, prajurit jaga masih bertarung dengan 2 orang berjubah hitam dibantu oleh beberapa siswa asrama dengan senjata apa adanya. 10 prajurit dan 12 siswa tewas tertikam pedang, darah berceceran mengalir di lantai asrama, seorang berjubah hitam lari terhuyung-huyung dan disambut dengan keroyokan siswa asrama yang lain dan binasa menyusul dua temannya yang lain yang juga binasa. Tetapi Resi Bhagawan Dapunta telah lenyap diculik oleh dua samhala berjubah hitam yang meninggalkan 3 temannya yang tewas. Seorang telik sandi terus membuntuti dua samhala berkerudung hitam penunggang kuda yang diikuti sekor kuda dibelakangnya yang mengangkut pria tua berambut putih dengan kedua tangan yang terikat yang tertelungkup di punggung kuda. Kuda-kuda bergerak menuju kota, telik sandi dan siswa asrama bergerak menuju kota melaporkan kejadian pembunuhan dan penculikan pada senopati yang bertanggung jawab pada keamanan ibu kota, dan seorang telik sandi terus membuntuti penunggang kuda-kuda hitam yang melewati kebun dan memasuki rumah Tumenggung Kriya melalui pintu belakang. Dibawah guyuran air hujan, dan petir yang menyala-nyala, telik sandi terus mengawasi rumah tumenggung Kriya. Hujan mulai reda, dan pagi segera tiba, sang telik sandi tetap mengawasi rumah Tumenggung Kriya. Tidak ada tanda-tanda bahaya atau kegaduhan yang ditimbulkan oleh prajurit pengawal tumenggung saat samhala berkerudung hitam masuk melalui pintu yang tampat tidak terkunci, dan menutupnya kembali. Telik sandi segera berlari menuju kepatihan, dan di Wiragunan para siswa masih berkumpul dan bersama prajurit Mataram bergerak menuju asrama. Mendengar laporan telik sandi bahwa samhala yang menculik Resi Bhagawan Dapunta menuju rumah Tumenggung Kriya, Mahapatih langsung mengerahkan pasukan menuju kediaman Tumenggung Kriya dan segera mengupung rumahnya. Tentara pengawal raja segera menyerbu masuk dari beberapa pintu, rumah tumenggung Kriya digeledah, dan selain para pembantu dan tukang kebun tak ditemukan siapapun di sana, juga tumenggung Kriya dan pengawal-pengawalnya, juga Resi Bhagawan Dapunta. Sang Putri mendengar kegemparan yang terjadi di istana, Wiragunan dan asrama Hyan Paluh serta hilangnya Bhagawan Dapunta. Segera Putri Hita menyiapkan kereta kudanya dan pengawal Mahisasura untuk berangkat menuju istana. Di istana Boko, seorang telik sandi melaporkan ke Wirogunan bahwa dirinya telah melihat Tumenggung Kriya bersama beberpa pengawalnya dan pendekar menuju ke arah Purwakarta. Segera tentara dari Wirogunan diberangkatkan mengejar Tumenggung Kriya yang durhaka. Putri Hita bersama beberapa pengawalnya segera menuju istana Boko menghadap Maharaja, dan Ksanti bersama beberapa pasukan Mahisasura mempercepat laju kudanya menuju arah Purwakarta dengan memotong jalan melalui perbukitan. Sesampainya diperbatasan, seluruh pasukan Mahisasura meninggalkan kuda-kudanya, dan segera berlari mendaki perbukitan, menyusuri jalan setapak dan semak belukar, agar medahului Tumenggung Kriya sebelum sampai di perbatasan Sima (desa pemberian raja untuk Pangeran Wawa), tempat yang diduga berkumpulnya para pemberontak. Tumenggung Kriya tidak terlihat di antara 10 pengawalnya dan 5 pendekar bayaran yang berkuda perlahan memasuki hutan, dan kemudian berhenti sejenak. Sesaat kemudian rombongan Tumenggung berbelok arah, menuju lereng hutan di lereng Gunung Slamet. Ksanti segara menarik busurnya, anak panah melesat dan menancap di sebuah batang pohon dan tepat di depan para pengawal tumenggung, kuda-kuda meringkik dan mengangkat kedua kaki depannya, dan seketika rombongan berhenti, para pendekar menoleh ke atas pohon, dan para pengawal tumenggung turun dari kuda dan berjaga-jaga. “Hai…kami bukan musuh, kami sahabat Pangeran Wawa”, teriak salah seorang pendekar bayaran Tumenggung Kriya yang menjadi samhala. Dari arah depan, Ksanti keluar, pendekar perempuan yang menjadi Bibi Putri Hita, adik Ipar Maharaja Dyah Balitung keluar dengan sebilah keris. Pengawal Tumenggung berjaga, jarak antara Ksanti dengan 4 pengawal hanya dua langkah, dan Ksanti melompat ke muka, 3 pengawal tumenggung langsung roboh ke tanah. Lima pendekar bayaran segera melompat dari kuda-kuda mereka, dan seketika itu pula pasukan Mahissura sudah mengepung dari arah kiri, depan dan belakang dengan anak-anak panah yang siap dilepaskan. “hai durjana, apakah kamu akan melawanku pilih tanding?”, tantang Ksanti pada pemimpin samhala. Tanpa menjawab seorang samhala langsung menyerang, dengan sigap Ksanti bergerak mundur ke belakang menjauh dari para beberapa pengawal yang secara bersamaan, anak-anak panah Mahisasura melesat membantai para pengawal dan empat samhala yang tersisa. Ksanti telah melumpuhkan seorang samhala, mengikat, dan menyeretnya dengan kuda untuk dibawa ke ibukota Boko. Menjelang senja, pasukan Mahisasura bertemu dengan pasukan Mataram yang terus bergerak menuju perbatasan. Ksanti membawa samhala yang tertangkap hidup-hidup menuju kepatihan, dan sesampainya di halaman kepatihan dilihatnya Ratu Putri berdiri bersama Mahapatih. Melihat seorang samhala di seret kuda dan terlunta-lunta, bersimpuh dihadapan Mahapatih Nilakanta, dengan sekujur luka tercabik semak belukar dan rasa letih setelah diseret kuda. Sepanjang jalan samhala disiksa oleh pasukan Mahisasura agar mengatakan dimana Tumenggung Kriya berada dan dimana Bhagawan Dapunta disembunyikan. Bersambung

0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE