data-ad-format="auto"

Mimpi di Sepertiga Malamku (bag. 2)






 oleh : Hafina fina



 

  Malam itu ketika semua nafas sedang larut dalam tatanan rapi di dalam mimpi, terdengar suara alunan doa seorang gadis di sebuah kamar. Samar-samar terlihat mata merah dan sembab menghiasi wajah cantiknya yang tak begitu jelas terlihat di sudut kamar yang terkena pantulan sinar bulan dari celah jendela kamarnya. Pantulan sinar bulan membuat wajahnya bercahaya di tengah kegelapan malam. Ia menangis dalam sujud panjangnya. Setiap malam tak pernah terlewatkan untuk bermunajat dan menceritakan seluruh keluh kesahnya kepada sang Khalik. Itupun akan disertai tetesan air mata kekhusyukan.
Tetapi malam itu terasa berbeda baginya. Di akhir sholatnya ia merasakan kantuk yang menguasai dirinya. Biasanya ia menyibukkan diri dengan melantunkan ayat suci Al-Qur`an sampai suara adzan shubuh berkumandang. Tetapi kali ini mata indah itu tak bisa memancarkan sinar indahnya, ia terlelap setelah menyelesaikan sholat tahajudnya. Ia terbangun setelah suara adzan shubuh menggema membangunkan tiap-tiap insan yang tertidur pulas, itupun dengan raut wajah terlihat bingung. Segera ia bangkit  mengambil wudhu dan mendirikan sholat shubuh.
Setelah selesai ia kembali dengan raut wajah bingung dan bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada dirinya? Apa ada yang salah? Untuk  pertama kalinya ia memimpikan seorang pemuda yang tidak sama sekali ia kenal. Pemuda dengan postur tubuh yang gagah, berpakaian layaknya seorang ustad sedang menatapnya lekat-lekat dengan sinar mata biru musafir nan indah dan senyuman yang disertai lesung pipi yang manis sehingga membuat ketampananya bertambah. Wajah itu terlihat sangat jelas dalam mimpinya.
***
            Pagi harinya, mentari terlihat tersenyum indah menemani hari-hari yang akan sangat sibuk untuk menjalankan aktivitas di kampus hari ini. Tapi, mengapa saat ini Naura merasa tidak semangat seperti biasanya. Entah apa yang ada di pikirannya. Ia merasa tak bisa menerima apa yang seharusnya ia terima di kampus. Ia pun terbayang tentang mimpi yang semalam menghampirinya. Mimpi itu membuatnya bingung dan bertanya-tanya, sehingga tanpa sadar sahabatnya Aisyah memanggilnya untuk menemaninya ke toko buku sepulang dari kampus. Naura menerima permintaan sahabatnya itu, sekalian ia juga ingin membeli beberapa buku novel terbitan terbaru untuk dibaca dirumah karena ia termasuk seorang yang suka mengoleksi buku-buku novel terutama yang bernuansa islami.
Sesampainya di toko buku Naura bersama sahabatnya berpencar untuk mencari buku yang meraka butuhkan masing-masing. Susunan buku tertata rapi dalam rak yang yang bertuliskan “Novel” menandakan bahwa dalam rak tersebut kumpulan novel yang mungkin salah satunya ada yang dia inginkan. Jari tangan yang lentik dan lembut menelusuri tiap-tiap buku yang berjejer rapi dalam rak tersebut. Naura sekilas membaca beberapa sinopsis novel yang ada dibelakang cover buku, sampai akhirnya pilihannya jatuh pada sebuah novel yang berjudul “Aku Mencintaiku Hanya Karena Allah” karangan Amie Al-Banzary.
Ia bergegas ke tempat kasir tanpa ia sadari ia bertabrakan dengan seseorang. Dia terjatuh begitu juga dengan buku yang dibawanya. Dia segera mengambil bukunya dibantu oleh seseorang yang ditabraknya tadi, diliat dari sepatunya Naura dapat menyimpulkan bahwa orang tersebut laki-laki. Ketika Naura melihat ternyata memang benar bahwa yang  ia tabrak tadi seorang laki-laki. Tapi tunggu dulu ! hatinya kaget sekaligus bergetar seperti tersengat listrik karena pemuda ini sama persis dengan lelaki yang hadir dalam mimpinya.
“Afwan, ana tidak sengaja,” Suara laki-laki itu menyadarkan lamunannya.
“Oh, gak apa-apa kok, ana yang salah, soalnya tadi buru-buru jadi gak memperhatikan kalau ada orang.”
“Umm... Nama ana Muhammad Akbar, biasa dipanggil Akbar. Kalau nama antum siapa?” sambil mengulurkan tangannya.
“Nama ana Naura Dewi Salsabila, biasa dipanggil Naura,” Dengan menyusun jari di dadanya.
Naura tidak menyambut uluran tangannya, ternyata dia mengerti dan langsung menyusun jarinya di dada seraya mengikuti. Naura tersenyum dan langsung bergegas ke tempat kasir karena sahabatnya sudah menunggunya disana.
            Selesai mengurus pembayaran di tempat kasir, Naura dan sahabatnya berlalu menuju rumah masing-masing. Sesampainya di rumah Naura tidak bisa lepas memikirkan kejadian di toko buku tadi. Pikirannya melayang membayangkan sosok pemuda tadi dengan pemuda yang hadir di dalam mimpinya. Keduanya sangat mirip, bahkan tidak ada perbedaan dari keduanya. Apakah Akbar memang orang yang sama yang ada dalam mimpinya? Atau hanya kebetulan saja? Kalau memang iya, kenapa dia hadir dalam mimpinya? Apa maksud dari semua ini? Pertanyaan itu memenuhi pikirannya. Tak ada yang menjawab hanya suara jangkrik di halaman terdengar begitu mengalun-alun seolah mereka sedang menyanyikan sebuah tembang yang mampu menyihir orang-orang yang mendengarnya sehingga mereka tertidur dengan pulasnya dan hidup dalam mimpinya masing-masing. Angin yang bertiup juga tak mau kalah dengan suara Jangkrik, begitu mendukung untuk menggulungkan tubuh dalam balutan selimut hangat.
            Sementara orang-orang sedang terbuai dengan mimpi malam mereka tapi tidak untuk seorang perempuan cantik bernama Naura Dewi Salsabila, ia tidak bisa tidur. Ia sudah berusaha untuk memejamkan matanya lagi-lagi bayangan wajah itu muncul dan hadir seakan-akan bayangan itu menari dengan indah dalam pikirannya dan terus saja berulang seperti itu hingga terlihat layaknya tayangan ulang sebuah cerita dalam sinetron yang menampilkan adegan-adegan para tokohnya. Siapa lagi kalau bukan pemuda yang hadir dalam mimpinya beberapa waktu lalu.
            Perlahan ia bangkit dari pembaringan dan memutuskan untuk pergi ke kamar mandi serta mengambil wudhu, “Mungkin lebih baik aku sholat dan meminta petunjuk dari Allah.” pikir Naura. Sesaat kemudian ia sudah berdiri di atas sajadahnya dengan menggunakan mukena putih polos, ia berniat ingin melaksanakan sholat Tahajjud dan meminta petunjuk kepada Allah atas semua ini. Sebelum melaksanakan sholat ia sempat melirik jam dinding yang bergantung di samping tempat tidurnya, “Sudah pukul 03:00” ucapnya perlahan.
            Naura semakin terbuai dalam shalatnya, ayat demi ayat yang ia baca begitu indah terdengar ditelinga. Ba`da shalat Naura menadahkan tangannya keatas dan membacakan doa yang biasa di baca sesudah shalat Tahajjud, kemudian di ikuti dengan curahan hatinya kepada sang kekasih tercinta yaitu Allah Swt.
 “Ya Allah, ya rabb...
Terimakasih atas segala kenikmatan yang telah engkau berikan kepada hamba...
Ampunilah hamba jika hamba selalu merasa kurang atas kenikmatan yang telah
 engkau berikan...
Ampunilah semua dosa-dosa dan kesalahan kedua orang tua hamba...
Ampunilah  dosa-dosa hamba, baik yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja...
Hamba memohon kepada engkau...
Berikanlah hamba petunjuk, atas apa yang terjadi kepada hamba...
Hanya kepadamulah hamba memohon dan meminta pertolongan ya Allah...
Kabulkanlah doa-doa hamba yang berlumur dosa ini...
Aamiin...Aamiin...Ya Robbal Alamin....” pinta Naura lirih dalam tangisnya.
Perlahan ia rasakan setetes air hangat telah mengalir lembut di kedua pipinya. Ia berharap bisa mendapatkan petunjuk dan bisa dipertemukan kembali dengan pemuda yang telah hadir dimimpinya tempo hari.
            Pagi menjelma, menyingkap kegelapan malam yang menyelimuti para setiap insan. Matahari terbit dari ufuk timur. Bintang-bintang berlarian menyapa hari untuk mengais rizki ilahi. Segenap manusia kembali beraktifitas. Begitu juga dengan Naura hari ini ia harus segera kekampus karena sedang ada acara silaturahmi dengan kampus dari Universitas yang berbeda. Ia tiba di kampus dengan suasana kampus yang ramai tidak seperti biasanya. Banyak mahasiswa berlalu lalang di depan masjid dekat kampus, karena kebetulan acaranya dilaksanakan di masjid tersebut.
            Naura menyambut setiap tamu yang hadir dari Universitas yang berbeda bersama kedua rekannya sesama panitia. Tiba-tiba seseorang pemuda melintas ditengah aktifitasnya, sekejap Naura mati kata. Atmosfer seperti tak bersahabat dengannya. Ia tidak percaya, sungguh ia tidak percaya. Ia dipertemukan lagi dengan Akbar, seseorang yang menabraknya ditoko buku sekaligus orang yang hadir dalam mimpinya. Ia memperhatikan pemuda itu dari ujung kaki sampai ujung kepala tanpa berkedip. Dalam hati ia yakin bahwa pemuda itu adalah orang yang sama dengan orang yang hadir dalam mimpinya. “Astagfirullahal adzim…” Naura langsung mengucap istigfar, tidak seharusnya ia memperhatikan seseorang yang belum halal untuknya.
“Assalamualaikum ukhti...” suara pemuda itu menyadarkan lamunannya.
“Waalaikumsalam...”  Naura menjawabnya disertai senyuman manis dibibirnya.
“Antum Naura kan? Yang kemarin ada di toko buku,?”
“Iya benar,” jawabku dengan menganggukkan kepala.
“Senang bertemu lagi denganmu, Antum diundang juga ke acara ini?,”
“Bukan, tapi ana kuliah disini sekaligus menjadi panitia dalam acara ini,”
“Ohh...gitu. Ana pergi dulu ya, semoga Allah mempertemukan kita kembali, wassalamualaikum ukhti...” jawabnya lalu bergegas pergi dengan meninggalkan sebuah senyuman indah yang membuat hati Naura bergetar dengan tanpa sadar ia membalas dengan senyuman juga, “Waalaikumsalam...” katanya pelan.
            Naura tiba dirumah setelah ba`da sholat maghrib. Ia sengaja tidak menunggu sampai acaranya selesai, karena memang ia tidak diperbolehkan pulang terlalu malam. Ia disambut oleh keluarganya dengan senyum kehangatan, ini yang membuat Naura selalu betah dirumah. Keluarga adalah segalanya bagi Naura, ia ingat betul tentang hadist yang berbunyi “Baiti Jannati, Rumahku adalah Surgaku”.
            Selesai membersihkan diri, Naura bergegas menuju perbaringan. Hari ini sangat melelahkan baginya. Ia ingin segera memejamkan mata, dan berharap besok matahari bersinar menyambutnya dengan kehangatan. Tapi tidak semudah itu, bayangan sosok pemuda tadi tiba-tiba muncul dan menari-nari dalam pikirannya. Ia ingin mendapatkan jawaban sehingga membuatnya tenang, hingga saat ini setiap pertanyaan dalam benaknya tidak ada yang mampu menjawabnya. “Astagfirullahal adzim…” Naura langsung mengucap istigfar, tidak seharusnya ia memikirkan seseorang yang belum halal untuknya.
            Diraihnya ponsel yang tengah rebahan diatas meja belajarnya. Diputarnya musik untuk menenangkan sejenak kemelut yang tengah menggelayut sehingga membuat perasaannya tak tenang. Alunan musik menemani malam indahnya itu hingga perlahan ia terpejam, menari bersama mimpi-mimpi dalam dunia yang tak dapat didefinisikannya. Malam semakin larut selarut ia bersama mimpi indahnya.
            Matahari mulai memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru alam memberikan kehangatan pada setiap insan di muka bumi ini. Minggu pagi yang cerah, sama seperti pagi-pagi sebelumnya, orang-orang ramai dijalanan. Bedanya hari ini Naura akan memnghabiskan waktunya dirumah, karena ia sedang tidak ada mata kuliah hari ini.
“Naura sudah bangun nak?,” suara bundanya memanggilnya dari luar
“Sudah kok bun, ini sudah selesai mandi juga,” sejenak Naura terlihat bingung, tidak biasanya seperti ini, biasanya bundannya hanya menuggunya dibawah untuk sarapan pagi.
Bundanya masuk lalu duduk ditepi ranjangnya, “Nak hari ini akan ada tamu yang datang, kamu dandan yang cantik ya, supaya tamunya tidak kecewa nanti,”
“Emang siapa bun? Kerabat kita?,”
“Bukan mereka adalah sahabat bunda dan ayah dulu,”
Ting Tong.....
Bunyi bel mengagetkan mereka berdua, “Itu mungkin tamunya sudah datang, bunda tunggu dibawah ya. Jangan lupa tampil yang cantik,” sambil mengelus kepala Naura bundanya lalu keluar menemui tamu yang sudah ditunggu-tunggunya.
             Beberapa menit kemudian, Naura turun dengan begitu anggun nan cantik menggunakan baju terusan berwarna biru, dengan rok panjang berwarna abu-abu dan mengenakan kerudung biru muda. Serasi dengan bajunya. Semua mata tertuju kepadanya, orang tuanya, dua orang laki-laki dan perempuan paruh baya serta yang membuat Naura kaget dan merasa tubuhnya bergetar bagai tersengat listrik adalah sosok pemuda yang berada disamping orang tuanya.
            Pemuda tampan dengan mata biru musafir disertai senyuman dengan lesung pipi yang manis sedang menatapnya lekat-lekat didepannya. Iya, dia pemuda yang sama, Muhammad Akbar sekaligus sosok pemuda yang hadir dalam mimpinya. Naura tersipu malu dibuatnya.
“Ini toh yang namanya Naura? Cantik dan sholehah pula ya,” kata perempuan paruh baya yang tidak lain adalah ibunya Akbar, tersenyum ke arah Naura. Naura hanya tersenyum, dan mencium tangan  kedua orang tuanya Akbar.
Keempat orang dewasa itu bersenda gurau melepas kangen yang sudah tak terbendung lagi sejak lama. Sedangkan Naura dan Akbar hanya mendengarkan dan saling melirik satu sama lain. Terkadang kedua mata mereka bertemu hingga membuat keduanya salah tingkah dan hanya tersenyum tersipu malu.
Pembicaraan kedua keluarga itu semakin lama kian serius. Tiba pada sebuah percakapan tentang perjodohan, yang tak lain adalah mereka berdua. Naura dan Akbar saling pandang. Sejenak Naura membantin “Apakah ini adalah jawaban dari setiap pertanyaanku? Bahwa mimpi itu sebuah jembatan untuk mempertemukan aku dengan jodohku? Kalau memang iya, aku harus bagaimana? Apakah dia mampu menjadi iman yang baik dan bisa membimbingku menuju surga-Nya?” lagi-lagi pertanyaan menari-nari indah dipikirannya.
“Bagaimana nak Naura, kamu maukan jadi menantu ibu?,” suara ibunya Akbar menyadarkan lamunannya.
Ternyata tanpa sadar tadi Akbar telah menyetujui perjodohan itu, sekarang mereka semua menatap Naura dengan penuh harap dapat menerimanya. Dengan diawali bismillah dan penuh keyakinan akhirnya Naura menerima perjodohan itu. Semua yang berada disana tersenyum bahagia, Termasuk Naura dan Akbar yang masih malu-malu.
            Beberapa hari kemudian acara ta`aruf itu berlangsung dengan nuansa islami sesuai dengan keinginan Naura. Naura tampil sangat cantik dengan gaun panjang berwarna putih dan hiasan make up yang natural membuatnya bagaikan bidadari dunia. Begitu pun dengan Akbar ia terlihat gagah dan sangat tampan dengan baju yang senada dengan Naura. Keduanya terlihat sangat serasi.
“Ya Allah...
Jika dia memang jodohku....
Persatukanlah kami berdua dalam bahtera rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah
dan Warahmah...
Tuntunlah kami berdua kejalan yang benar, kejalan yang lurus menuju Surgamu...
Aamiin...Aamiin... Ya robbal Alamin...”

THE END


           
           


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE