Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya
FISIP Untag Surabaya
Bagaimana kegagalan Ideologi Sosialisme–Komunisme tersebut terjadi?
Rasa–rasanya untuk menjawab
itu selama ini masih abstrak. Jawaban–jawaban yang sering diberikan untuk
menjawab kegagalan Ideologi Sosialisme–Komunisme belum ada yang kongkrit.
Padahal dalam prakteknya amat mudah.
Jawaban ini mengacu pada
teorinya Maslow, yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia itu bertingkat. Dan
memanglah hakekat manusia adalah selalu menginginkan kebutuhannya terwujud dan
untuk mewujudkan kebutuhannya itu manusia akan cenderung bekerja keras
menumpahkan segala macam potensi yang ada dan dimiliki.
Dari sinilah sebenarnya jiwa
kewirausahaan, jiwa kewiraswastaan atau yang lazim disebut dengan Entrepreneurship
itu lahir pada diri manusia. Atau kalau mau mengacu pada teorinya David Mc.
Cleland yang mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki keinginan
untuk berprestasi, yakni yang Lazim sering disebut dengan An-ach.
Dan kondisi yang memungkinkan
untuk terjadinya jiwa kewirausahawan dan jiwa An-ach itu, tidak bisa lahir dari
sebuah ideologi yang menuntut keseragaman produksi dan konsumsi secara formal
oleh negara. Bahwa kondisi semacam itu baru bisa lahir dan berkembang tumbuh
subur di suatu tempat dan waktu yang membebaskan manusia melakukan nafsu
keinginan dan segala kebutuhan dengan mengoptimalkan segenap potensi yang ada.
Berikan saya ilustrasi yang mudah, misalnya gagalnya Soviet!
Untuk memudahkan pemahaman
tersebut maka sebuah ilustrasi akan kita ketengahkan di sini. Uni Soviet secara
ekonomi mengalami kebangkrutan setelah 70 tahun berada dibawah pemerintahan
yang berideologi Sosialisme–Komunisme. Terjadinya kebangkrutan itu dipicu
oleh banyak sektor, dan di sini kita pakai satu contoh saja, yaitu sektor
pertanian.
Setiap hari warga negara
(petani) di Uni Soviet pergi ke sawah dan ladangnya untuk mengolah tanah demi
memproduksi pangan nasional. Dalam mengerjakan sawah ladangnya tersebut
ternyata sebagian besar tidak dilakukan dengan sungguh–sungguh.
Hari belum lagi sore, mereka
sudah pada pulang ke rumah masing–masing meninggalkan traktor mereka di sawah
ladang yang memberi kesan terbengkalai.
Kenapa demikian?
Karena mereka semua berpikir,
bahwa meskipun kerja secara sungguh–sungguh, toh hasilnya setelah panen nanti
disetor secara tersentral atau kepada pusat, kendati setelah itu
didistribusikan lagi pada warga negara secara antri.
LANJUTAN
LANJUTAN
0 wicara:
Posting Komentar