data-ad-format="auto"

DIALEKTIKA HUMANISME (Madzab SEMOLOWARU) 24





Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya




Berarti secara tidak langsung, anda telah menemukan definisi baru tentang kebudayaan?
       Ya. Kebudayaan adalah hasil dari respon manusia atas hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam lingkungannya dan manusia dengan Tuhannya, yang dilakukan secara ajek. Seluruh hasil–hasil dari segala hubungan, pertemuan, ataupun pertautan baik yang kongkrit maupun yang abstrak itulah yang menjadi kebudayaan manusia dan inilah yang disebut gerak sejarah.

Iya, saya paham. Mungkinkah ini semua sudah merupakan suratan sejarah?
     Saya tidak berani menggeneralisir karena ini bersangkutan dengan metode. Menurut aliran historisisme berpendapat bahwa relativitas di dalam sejarah yang berpengaruh terhadap hukum kemasyarakatan menyebabkan metode ilmu fisika tidak bisa diterapkan di dalam ilmu sosiologi. Mereka beranggapan begitu karena mereka melihat masalahnya terletak pada sukarnya melakukan generalisasi dan eksperimen serta kompleksnya fenomena sosial.
          Pendapat semacam itu tampil mengedepan karena pada ilmu sosial berbeda sifatnya dengan ilmu alam. Di mana dalam ilmu alam generalisasi terhadapnya dapat dilakukan oleh sebab di dalam alam terdapat uniformitas yang umum. Generalisasi itu berlaku pada waktu dan ruang manapun tanpa terkecuali. Generalisasi semacam itu bisa dilakukan karena alam sifatnya berlaku konstan.
        Prinsip generalisasi seperti dalam ilmu alam tersebut tidak dapat diterapkan dalam ilmu sosial. Sementara yang kita bahas ini lebih menekankan masalah perkembangan manusia sebagai makhluk sosial yang memang hanya cocok dikaji dari kacamata ilmu sosial, oleh karena sifatnya yang tidak tetap. Kondisi dan situasi yang selalu berbeda dari waktu ke waktu dan dari ruang yang satu pada ruang yang lain selalu berbeda dan berwatak dinamis selalu bergerak. Pergerakan dalam kondisi situasi yang dinamis itu tentu saja tidak dapat digeneralisir selayaknya generalisasi dalam ilmu alam. Generalisasi dalam ilmu sosial sulit dilakukan akibat dari tidak adanya uniformitas yang bertahan lama dalam kehidupan sosial. Ilmu sosial tidak dapat berlaku luas dan dalam tempo yang panjang.
         Meskipun demikian, tetap ada pengecualian dalam sifat tetap yang ada pada kehidupan sosial. Seperti sifat dasar manusia yang hidup berkelompok atau sifat manusia yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan menuntut pemuasannya.
          Selain kesulitan dalam masalah generalisasi ada kesulitan lain pada bidang sosial, yakni dalam masalah eksperimen. Eksperimen dalam ilmu alam dapat dilakukan dengan metode buatan, seperti proses–proses alam yang dapat dikontrol oleh manusia, juga dapat dilakukan isolasi buatan sesuai yang dikehendaki oleh manusia. Dengan demikian akan terjamin terciptanya kondisi yang sama dan menghasilkan akibat yang juga sama. Sebab dalam ilmu alam terdapat prinsip ‘dalam kondisi yang sama akan timbul hal yang sama’.
       Ini berbeda dengan bidang sosial, di mana laboratorium eksperimen dalam ilmu sosial tidak dapat dipisahkan dengan obyek percobaan, yakni masyarakat. Justru masyarakatlah sebagai ruang laboratorium eksperimen dalam melakukan penelitian bidang sosial. Eksperimen tidak dapat diisolasi secara buatan, proses–proses sosialnya juga tidaklah mengandung kesamaan dari ruang yang satu dengan ruang yang lain, dari satu waktu ke waktu yang lain, sebab kondisi–kondisi yang sama hanya dapat timbul dalam suatu masa tertentu. Oleh karenanya hasil setiap eksperimen sosial dengan masyarakat sebagai laboratoriumnya hanya akan berlaku dalam fase waktu yang demikian terbatas.
       Selain itu, di dalam bidang ilmu alam tidak dikenal apa yang dinamakan kebaruan, karena sifatnya yang konstan dan prinsip proses yang sama akan menghasilkan sesuatu yang sama di manapun dan kapanpun. Tidak demikian halnya dengan bidang sosial, di mana terdapat proses yang tidak sama dan selalu menghasilkan hal yang berbeda dari proses sosialnya. Kemungkinan semacam ini akan membuat dinamisasi sosial yang selalu berubah ke dalam bentuk–bentuk baru. Di dalamnya selalu terdapat kebaruan. Hasil dari proses percobaan terdahulu pada waktu tertentu dan hasil tertentu tidak dapat lagi diterapkan pada waktu kini dengan hasil yang juga sudah berubah baru sama sekali. Dengan demikian bidang sosial selalu mengalami kebaruan, kekinian atau present.
        Dalam bidang sosial, suatu masyarakat selalu bergerak maju menuju kebaruan, sehingga ia berpengalaman melalui sejarahnya. Dalam kehidupan yang baru atau kini tersebut, ia berlaku tidak sama dengan sebelumnya. Dalam memperlakukan sejarah yang dilaluinya itu, ia telah banyak belajar proses sosial dari sejarahnya kemarin, sehingga hasil–hasil proses yang akan datang nanti akan mewujudkan sesuatu yang sama sekali berbeda. Masyarakat yang belajar pada sejarahnya inilah yang dinamakan dengan kebaruan itu.
        Hal lain yang membedakan adalah tentang faktor–faktor tertentu. Dalam bidang alam faktor–faktor itu dapat ditentukan atau dikendalikan atau bahkan direkayasa oleh manusia. Dan dalam bidang sosial faktor–faktornya terlalu kompleks dan lepas bebas, tanpa bisa diatur dan dikendalikan oleh manusia. Ia berjalan apa adanya dengan faktor-faktor pendukungnya yang sedemikian kompleks itu. Inilah yang disebut sebagai takdir sejarah. Oleh karena kausalitas yang teramat kompleks variabel ataupun faktor– faktornya bisa dikatakan seluruh elemen alam semesta turut terlibat di dalamnya. Di mana ini menjadi hal penting kedua yakni ‘Takdir sejarah ditentukan oleh pertautan ketiga dialektika di atas yang berlangsung terus menerus’.

LANJUTAN


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE