data-ad-format="auto"

DIALEKTIKA HUMANISME (Madzab SEMOLOWARU) 23





Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya





Jadi dari paparan anda tadi dapatlah disimpulkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan manusia itu adalah tergantung dari bagaimana cara–cara ekonomi manusia itu berlaku.
         Ilmu pengetahuan maupun penemuan–penemuan besar adalah merupakan hasil dari proses kerja pola distribusi ekonomi berlangsung. Tuntutan dan kebutuhan manusia  serta pemenuhan– pemenuhannya yang menggerakkan ilmu pengetahuan sehingga menjadi seperti sekarang ini.
     Dalam evolusi sebelumnya diterangkan bahwa manusia diwujudkan didahului syarat–syarat makhluk lain yang berseleksi di dalam alam sehingga manusia dijadikan makhluk.
        Ketika suatu makhluk telah berubah wujud, karena dipakai sebagai syarat–syarat dijadikannya manusia, maka pada saat itu pula makhluk itu telah kehilangan sifat syurgawinya. Sebab dengan ia menjadi salah satu unsur bagian manusia maka berarti ia terlengkapi dengan asal pikiran. Dari akal pikirannya inilah tuntutan dan kebutuhan manusia lahir. Bukan hanya kebutuhan dan tuntutan dalam rangka mempertahankan hidupnya, malahan juga tuntuan dan kebutuhan yang lebih serakah dari itu. Semua tuntutan dan kebutuhan itu terjadi karena manusia adalah makhluk yang berakal dan berpikir. Sehingga seluruh nafsu–nafsu serakahnya lahir dari sana. Dengan segala pencerapan yang dimilikunya itu manusia mendapatkan pengertiannya yang bermacam ragam tentang alam lingkungannya. Dari sanalah ilmu pengetahuan bergerak, berjalan, membentuk manusia, membentuk dunia, sekaligus membentuk diri ilmu itu sendiri.
         Alam raya bergerak, berjalan, dengan keseimbangannya sebelum ada manusia, yang berarti sebelum ilmu pengetahuan. Setelah alam dengan manusia serta ilmu pengetahuannya, maka alam bergerak, berjalan, menuju ketidakseimbangan dan kehancuran. Ilmu pengetahuan adalah bencana bagi alam.

Lahir lembaga apa lagi?
       Tadi telah kita bahas bagaimana munculnya lembaga agama bumi, institusi ilmu pengetahuan. Institusi nilai dan mitos. Lembaga–lembaga sosial tersebut masihlah sangat sederhana. Perubahan yang lamban tersebut akan tetap berjalan bergerak bersama sejarah dan materi serta ide–ide pendukung yang menggerakkannya. Perjalanan perubahan tersebut terus akan selalu berproses mencari dan menemukan bentuk–bentuk yang yang baru.
           Perubahan manusia, masyarakat dan alam lingkungannya ke arah pencarian dan penemuan bentuk–bentuk baru tersebut terlaksana akibat keinginan dan kebutuhan serta cita–cita manusia. Manusia ‘dalam arti filsafat’ setiap saat selalu memproduksi semata yang akhirnya menjadi kebudayaan.
       Proses kebudayaan yang meluas pada akhirnya menjadi peradaban. Peradaban inilah yang memberikan pola pikir, sikap, perilaku, dan lebih luasnya kesadaran diri dan lingkungannya.
        Manusia–manusia baru lahir setiap saat dan mengadobsi produk peradaban yang dibangun oleh manusia sebelumnya. Sehingga pengembangan peradaban lebih lanjut adalah merupakan kelanjutan dari peradaban yang dibangun oleh manusia sebelumnya.
           Semakin melenceng atau tersesat peradaban tersebut dari cita–cita kesejahteraan manusia, maka dalam pengembangan dan kelanjutan proses peradaban oleh manusia–manusia yang akan datang tersebut, semakin pula menyempal dari rel kehidupan yang bertujuan ke sebuah stasiun kebahagian.
          Jadi manusia sebagai manusia ‘dalam arti filsafat’ adalah produk dari produk peradaban sebelumnya. Kata Soedjatmoko, manusia adalah produk dari produknya sendiri. Kreasi dari hasil kreasi, dan kreasi–kreasi inilah yang menjelma menjadi lembaga–lembaga baru di tengah kehidupan manusia.

LANJUTAN


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE