data-ad-format="auto"

DIALEKTIKA HUMANISME (Madzab SEMOLOWARU) 19





Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya




Dialektika – ide matter?
      Seperti yang telah terpaparkan tadi, bahwa alam melakukan dialektika, demikian pula dengan manusia juga melakukan dialektika. Masyarakat sebagai benda juga melakukan dialektika. Jadi ketiganya saling melakukan dialektika. Untuk itu dalam pemaparan lebih lanjut ini, saya akan memberikan penggabungan thesis atas dialektika yang pernah dipaparkan oleh Hegel maupun Karl Marx. Barang kali terlalu pongah bagi saya yang belum apa–apa ini melakukan penggabungan thesis hasil pemikiran filosof–filosof besar tersebut. Tapi bukankah tidak ada salahnya apabila saya mencoba melakukannya? Bukankah perkembangan semua yang ada ini adalah hasil dari saling pertentangan di antara semua?
Dialektika menurut saya tidaklah parsial seperti apa yang diungkapkan oleh para filosof di atas. Bukan hanya dialektika idea dan bukan hanya dialektika material saja. Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, bahwa ke duanya, antara idea dan matter tidak dapat dipisah satu sama lain. Keduanya harus berjalan bersama. Kalau yang satu tidak ada, maka yang lain juga tidak ada, dan kalau yang lain tidak ada, maka yang satu juga tidak ada. Jadi adanya yang satu karena yang lain dan adanya yang lain karena yang satu. Oleh karena itu, menurut saya, perkembangan sejarah adalah akibat dari adanya dialektika idea dan dialektika material. Di dalamnya terkandung dialektika alam, dialektika manusia, dan dialektika masyarakat. Antara ketiga dialektika itu satu sama lain saling tergantung dan saling mempengaruhi.
         Tidak dapat dikatakan bahwa dasar dari gerak masyarakat adalah hubungan material, juga tidak dapat dikatakan bahwa dasar dari masyarakat adalah hubungan ruhaniah (idea). Sebab keduanya, baik hubungan material maupun hubungan ruhaniah adalah dasar dari gerak masyarakat.
        Pernyataan–pernyataan ini memang membingungkan. Untuk lebih mempermudah berikut ini uraian sederhana atas pernyataan saya di atas.
         Bahwa pada mulanya adalah dua unsur, yakni kekuatan (idea) dan matter. Kedua unsur, kekuatan dan matter ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan dan pertentangan di antara keduanya mehirkan apa yang disebut Semesta Alam Raya.
         Alam raya itu terbentuk akibat dari perubahan matter yang digerakkan oleh kekuatan (idea). Dan kekuatan ada karena melalui media yang bernama matter. Pergerakan, pertentangan, saling menghancurkan dan saling membangun di antara bentukan–bentukan idea dan matter dalam perkembangannya melahirkan bentuk–bentuk matter dan idea baru yang lain. Dari sanalah alam seisinya ini tercipta. Terbentuknya alam seisinya tersebut melalui evolusi dialektika yang teramat panjang dan berliku.
         Evolusi berbagai macam matter dan energi itu sampai pada suatu fase di mana tercipta bentuk–bentuk kehidupan. Bentuk–bentuk kehidupan itupun berevolusi sepanjang masa hingga akhirnya sampai pada fase syarat–syarat terbentuknya manusia, yang dalam agama langit dikatakan dari unsur materi tanah. Di mana manusia sebagai hasil dari dialektika alam ini karena suatu proses terlengkapi dengan apa yang dinamakan lima inderawi, di dalamnya termasuk pikiran, nafsu, keinginan, naluri, dan sebagainya sebagai perlengkapan dirinya. Dengan kelengkapan yang dimilikinya ini manusia dapat merespon berbagai macam stimulus di luar dirinya. Dari waktu ke waktu alam beserta isinya ini dicerap oleh ke lima inderawi manusia. Bentuk–bentuknya dapat dilihat oleh mata, suara–suaranya dapat didengar dengan telinga, sesuatu yang dapat dijangkaunya dapat diraba dengan peraba, rasa darinya dapat dinikmati dengan lidahnya, dan bau–bauan dapat dicium dengan hidung. Dari pencerapan terhadap realitas alam itu munculah kesedihan, kegembiraan, gairah, kemarahan, ketakutan, dan sebagainya.
           Dari hasil pencerapan terhadap alamnya itu, akal manusia mendapat referensi dari lingkungannya. Pada kelanjutannya pola pikir manusia dibentuk oleh alam sekitarnya. Pikiran belajar pada alam dan alam menjadi guru yang memberi data pada pikiran. Sehingga pola pikiran, hukum–hukum, logika, naluri–naluri manusia serta cara–cara bersikapnya ditentukan oleh bagaimana alam mengajar. Pola pikiran, hukum–hukum, logika, naluri–naluri serta cara–cara bersikap mengikuti hukum yang berlaku pada alam, yakni hukum alam.
            Di sini meskipun manusia berdialektika dengan alam, pada sisi lain ia juga sudah berdialektika dengan dirinya sendiri. Di dalam pikirannya telah timbul pertentangan–pertentangan ide yang saling bersitegang dengan sendirinya. Dengan aksioma sebagai syarat berpikir manusia yang lepas dari persediaan alam. Alam secara material tidak sanggup menyediakan aksioma ini.
      Dari pola pikirnya, pada batas–batas tertentu timbul kesadaran pada manusia untuk mengikuti alam, bila ia tak kuasa atas bagian alam itu. Di sisi lain pada sesuatu bagian alam yang manusia sudah mampu atau kuasa, maka ia melakukan perlawanan terhadap alam. Di situ, manusia mengadakan proses tawar– enawar dengan alam. Kalah dan menang serta kompromi acapkali dilakukan oleh manusia dan alam.

LANJUTAN


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE