data-ad-format="auto"

DIALEKTIKA HUMANISME (Madzab SEMOLOWARU) 18




Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya



Baiklah, terangkan tentang dialektika manusia!
          Mengenai dialektika manusia, saya juga mengambil dari apa yang dikatkan Tan Malaka dalam Madilog, yang ia sendiri juga menyitir ini dari pendapat Hegel yang menyatakan ‘bahwa yang kita sebut dialektika ialah gerakan pikiran, di mana yang seolah–lah tercerai itu, disebabkan sifatnya sendiri, saling memasuki satu sama lainnya, dengan begitu  membatalkan perceraian itu.
      Dari situ saya dapat melihat bahwa pemikiran manusia di dalam dirinya setiap saat juga mengalami dialektika. Ide menerima, menolak, menimbang, menghasilkan penolakan sama sekali, menerima sama sekali atau menerima dengan syarat  atau menolak dengan syarat dan sebagainya. Inilah yang saya maksud dengan dialektika manusia, yang mana pergulatan ini terjadi dalam internal manusia itu sendiri.
        Saya katakan bahwa dialektika ada di dalam manusia sebab bukti empiris menyatakan bahwa meskipun manusia itu juga materi yang melakukan cerapan materi–materi, tetapi kesadaran tidak akan pernah terbentuk manakala di dalam manusia tidak terdapat aksioma, hukum–hukum atau rumus–rumus pikiran yang melahirkan penilaian ‘bisa diterima’ atau ‘tidak diterima’, atau dengan kata lain, nilai benar–salah.
         Cobalah anda mengambil contoh orang gila yang secara keinderaan ia lengkap. Hidung, mata, telinga, lidah, kulit secara klinis tidak terdapat kerusakan, lima inderanya sehat. Dan manakala aksioma dalam dirinya tidak ada, maka cerapan inderawi yang dilakukan oleh orang gila itu tetap tidak berhasil membentuk kesadaran. Dipukul malah tertawa, dikasih uang malah menangis. Gambaran kasus ini menunjukkan bahwa belum tentu realitas itu bisa membentuk kesadaran, tanpa adanya ’sesuatu’ di dalam manusia yang berfungsi melakukan proses formulasi atau dialektika internal. Sesuatu ini dinamakan aksioma.

Jika demikian apa bedanya dengan Dialektika Masyarakat?
        Dalam masalah dialektika masyarakat ini saya tetap berpegang pada apa yang dikatakan Tan Malaka dalam Madilog yang dia sitir dari pendapat Engels dan Marx, bahwa Dialektika dalam masyarakat adalah pergerakan adil dan zalim; kedua pengertian yang tampak terpisah, sebetulnya bisa berpadu, perpaduan sebagai hasil dari perjuangan dua benda nyata, yaitu dua kelas dalam masyarakat. Yang kita ketahui itu adalah masyarakat penindas dan masyarakat yang ditindas, penghisap dan terhisap.

LANJUTAN



0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE