Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya
FISIP Untag Surabaya
Secara terori apakah terbentunya peradaban ini lebih karena Dialektika Hegel ataukah Dialektika Marx?
Seperti yang telah dikatakan para pemikir di muka tadi, bahwa hal penting dalam pembentukan kehidupan ini adalah hukum dialetika. Dan masalah dialektika ini para filosof mulai dari Hegel hingga Karl Marx sudah membahasnya. Meskipun di antara kedua dialektika dua tokoh do atas satu sama ain berbeda.
Perbedaan di antara kedua tokoh dalam masalah dialektika ini adalah terletak pada “apakah dialektika itu idea ataukah material?” dalam perbedaan ini disatu kutub Hegel menganggap bahwa dialektika itu adalah ada pada tataran idea, sedangkan Karl Marx pada kutub yang lain mengangap sebaliknya, bahwa dialektika adalah wilayah material.
Apakah perbedaan itu terjadi karena latar masing masing tokoh yang berbeda jauh?
Bisa dikatakan begitu, sebab bisa dipahami mengapa Hegel beda dengan Marx. Hegel ini sangat berdekatan dengan agama, dilahirkan di Stuttgart pada tahun 1770. Pengetahuan filsafat ia peroleh ketika dia mulai belajar Teologi di Tubingen di usia yang masih cukup muda, sembilan belas tahun. Dengan usia semuda itu, tentu saja, Hegel dibesarkan dalam semangat Jerman. Pada tahun – tahun Hegel tumbuh itu bertepatan dengan era Jaman Romantik. Dengan zaman itu, ia isi kegiatannya dengan bekerja sebagai asisten seorang profesor di Heidelberg, Jenna tahun 1799. Selepas menjadi asisten profesor ia lantas mulai meniti karier, yakni tepatnya pada tahun 1816, secara resmi ia menjadi profesor di Berlin. Selama ia mengajar itulah Hegelianisme tumbuh subur dan mendapat pengikut yang cukup luas dikalanga Universitas di Jerman.
Dialektika idea Hegel mulai dari sini. Bahwa ia menganggap makna kehidupa paling dalam ada pada sesuatu yang Hegel namakan “ Ruh Dunia ”. Ruh dunia yang dimaksud Hegel di sana adalah “ Akal Dunia ”. Hegel menyatakan bahwa akal dunia itu adalah seluruh perkataan manusia, sebab menurutnya hanya manusialah yang memiliki “ Ruh ”.
Dalam kaitan dengan “ Ruh ” tersebut, Hegel dapat membahas mengenai kemajuan ruh dunia sepanjang sejarah. Dari situ, Hegel meganggap bahwa kebenaran itu bersifat subyektif. Dan oleh karena sifatnya yang subyektif, maa di luar itu tidak ada kebenaran yang lain, seperti kebenaran tertinggi atau kebenaran di luar akal manusia. Dia menyimpulkan bahwa seluruh pengetahuan ( kebenaran ) adalah pengertahuan ( kebenaran ) manusia.
Dari pernyataan semacam itu, Hegel meneruskan pemikirannya, bahwa karena semua pengetahuan hanya ada pada manusia, maka kesadaran manusia tidak pernah kekal, tidak ada akal abadi, tidak ada kebenaran generasi selanjutnya kemudian. Dengan begitu, Hegel mulai menjamaah wilayah jalannya sejarah Bahwasanya sejarah selalu berubah tidak pernah tetap. Sebagai akibat dari pengaruh pengetahuan manusia yang juga selalu berubah setiap waktu. Sejarah pemikiran berjalan berliku, kadang bertamu dengan pemikiran manusia lain, kadang membawa cabang pemikiran yang berbeda antara cabang pemikiran yang satu dengan pemikiran yang lain. Dan manusia tidak pernah tahu sejarah pemikiran mana, yang paling benar. Dalam perjalanannya segala pemikiran manusia diuji dan ditempa oleh sejarah, oleh kondisi pikiran–pikiran yang ada. Sehingga tidak pernah ada kebenaran yang selama–lamanya.
Dalam kaitannya dengan filsafat, Akal itu bergerak terus didalamnya mengandung pembenaran dan pertentangan yang menghasilkan penolakan dan penerimaan.
0 wicara:
Posting Komentar