Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya
FISIP Untag Surabaya
Ceritakan pada saya, kaitan antara evolusi sejarah, suprastruktur negara, dengan manipulasi manusia! Dan apakah mungkin emansipasi itu?
Gerakan Pembebasan Manusia, sebenarnya secara tidak disadari telah mendapat dukungan umat manusia di seluruh penjuru dunia. Kenapa dikatakan demikian, sebab Gerakan Pembebasan Manusia tersebut secara haikiki ada dan bersemayam di lubuk hati setiap manusia di bumi ini. Hanya saja, manusia sebagai individu tidak semua menyadarinya.
Gerakan pembebasan manusia itu merupakan Latent Demand atau kebutuhan yang tersembunyi dari setiap insan yang menginginkan kebahagiaan di dunia. Karena sifatnya yang tersembunyi dan berada jauh di bawah lubuk alam kesadaran manusia, maka masih banyak individu tersebut tidak mengetahuinya, manakala tidak ditunjukka keberadaan kebutuhannya yang tersembunyi itu. Untuk itu, adalah merupakam kewajiban bai umat manusia yang lain, yang secara keilmuan atau tataran kesadarannya sudah memahami kebutuhan akan Gerakan Pembebasan Manusia, supaya mentransfer kepada setiap individu yang lain. Atau dengan kata lain, transformasi kesadaran individu terhadap kesadaran kolektif haruslah dilakukan oleh individu yang sudah mumpuni tataran kesadarannya.
Kesadaran yang mengkolektif pada akhirnya bisa menjadi air bah yang menghanyutkan apa saja. Hanya saja, sejauh itu belum ditunjukkan kepada umum, maka hal itu baru menjadi kehendak khalayak tersembunyi atau sering orang menyebutnya sebagai Silent Majority, mayoritas diam. Kekuatan mayoritas diam inilah justru seringkali diabaikan oleh orang, padahal kekuatan ini yang diharapkan bisa menghadang opini sekelompok orang yang berniat buruk, mencari kebahagiaan di atas kesengsaraan manusia lain.
Dari relevansinya apakah Gerakan Pembebasan Manusia ini termasuk gerakan yang masuk akal?
Mengapa tidak ?! Justeru inilah Madzab Surabaya itu! Sebab, Gerakan Pembebasan Manusia justru mengalami relevansinya adalah di atas peradaban yang dibangun oleh manusia sekian abad sampai dengan sekarang ini. Ternyata tidak kunjung membuat manusia sejahtera. Dan yang ditemui manusia justru penindasan, kesengsaraan, dan keterjajahan yang tragisnya tidak disadari oleh manusia itu sendiri. Dan penjajahan ini tidak selalu bersifat fisik, karena manusia itu sebuah makhluk yang kompleks, tidak sekedar fisik saja, tapi ada hal di luar itu. Saya menekankan kata manusia di sini karena banyak orang belum mengerti tentang manusia dan amat penting bahasan tentang pembatasan manusia. Rasanya aneh, kalau ada gerakan yang ingin membebaskan manusia tetapi tidak tahu siapa dan apa yang akan dibebaskan itu.
Pengertian manusia ini penting, sebab jika tidak tahu manusia yang bagaimana yang akan dibebaskan akan keliru aspek lain dari manusia. Manusia yang akan dibebaskan adalah manusia yang bermakna ‘hasil sejarah dan yang tetap mempertahankan kemanusiaan. Seperti yang pernah dikatakan Lois O. Kattsoff, “manusia bermakna ganda, manusia tiada lain kecuali hewan, manusia merupakan hasil sejarah, manusia adalah makhluk rohani, ia mencoba mempertahankan kemanusiaannya di dalam keadaan gawat itu.
Masing–masing kalimat tadi mengandung praanggapan suatu teori tentang hakekat manusia dan mengacu kepada manusia dalam makna yang berbeda–beda. Kalimat ‘manusia tiada lain kecuali hewan’ mengandung makna bahwa manusia adalah hewan; ‘manusia merupakan hasil sejarah’ kiranya tidak mengacu kepada manusia, melainkan mengacu pada kepribadiaannya; ‘manusia adalah makhluk rokhani’ mengandung makna bahwa manusia adalah sesuatu yang lebih daripada raga, suatu nyawa atau jiwa; dan ‘upaya manusia mencoba pertahankan kemanusiaannya dalam keadaan gawat’ itu mengandung makna barang sesuatu yang terdapat didalam raga; berbeda dari ‘manusia sebagai makhluk rokhani’, sejenis kebajikan atau kedirian.
Penggunaan–penggunaan ini menunjukkan adanya perbedaan dalam kata ‘manusia’, ‘diri’, ‘kepribadian’, ‘jiwa’, dan ‘nyawa’. Selanjutnya perlu disebut sesuatu mengenai ‘sejarah’ dan ‘kebebasan’.
Saya tidak akan membahas tentang perlengkapan manusia yang bernama ‘nyawa’ dan ‘jiwa’, karena makna itu akan membawa pada wacana teologi. Dan bisa panjang lebar tanpa kerucut nantinya. Pembicaraan mengenai itu bisa dilakukan pada sesi mendatang. Tadi telah diketengahkan perlengkapan manusia dan selanjutnya diupayakan memandang ‘manusia’ sebagai istilah himpunan yang secara luas dikenal sebagai sesuatu yang dicari maknanya. Untuk itu, di sini dibahas perlengkapan ‘manusia’ yang di luar wilayah teologi, yakni tentang ‘Diri’.
Kalau menurut Lois O. Kattsoff, “Diri mengacu kepada ‘ego’ atau ‘aku’. Dengan demikian antara ‘diri’ dan ‘aku’ dapat melakukan pencerapan fenomena di luar raga yang di dalamnya terdapat ‘aku’ atau ‘diri’.
Menurut saya manusia itu pada dasarnya memiliki dua potensi bawaan dari lahir. Potensi bawaan ini adalah potensi positif dan potensi negatif. Kedua potensi itu akan memperlihatkan dirinya setelah dalam hidupnya manusia sudah belajar dari lingkungannya. Jadi tidak seperti teori tabula rasa, atau teori behavioristik.
Memang pada dasarnya manusia itu membawa dua potensi sifat dalam dirinya yakni potensi sifat baik dan potensi sifat buruk. Potensi manakah yang nanti paling dominan tergantung bagaimana lingkungan atau sejarahnya membentuk dan bagaimana kemampuannya untuk tetap mempertahankan kemanusiaannya.
Dengan potensi semacam inilah, maka manusia selalu mempunyai dua peluang. Apabila di dalam mengejar tuntutan hidup itu perilaku manusia diframe dengan berbagai tatanan oleh sistem, maka dia mendapat peluang sebagai makhluk terjajah. Sebaliknya apabila manusia didalam mengejar kebutuhan hidup ini, meskipun tidak dikontrol oleh sistem, ia bisa menggunakan nurani naluriahnya, maka ia akan berpeluang untuk menjadi manusia merdeka.
Dengan demikian, ia harus selalu berjuang mengupayakan dirinya untuk bebas dari berbagai macam jenis dan bentuk penjajahan.
0 wicara:
Posting Komentar