Aku tahu kamu sudah berganti busana. Kali ini kamu terlihat lebih muda dari sebelumnya. Kaos putih oblong dengan jins biru yang kau pakai, serasi dengan tubuh semampaimu. Rambutmu kamu ikat ke belakang. Tanpa poni di dahimu.
Aku suka kamu yang melawan adat. Meski pada kenyataannya, yang dilawan tidak bisa kamu tolak. Dengan sebatang rokok terselip diantara jari di tangan kananmu. Setidaknya aku melihat dirimu dalam kepulan asap dari mulut manismu.
Perlahan-lahan kau hisap rokok putihmu itu. Kemudian dengan perlahan pula kau keluarkan asapnya. Sebagian lewat hidung mungilmu. Mungil, tapi, ya, aku rasa aku juga suka itu.
Sejurus kemudian bibirmu merapat. Masih dengan pandangmu yang tersembunyi. Ah, aku tahu ada narasi dalam benakmu. Meski tak hendak kau utarakan padaku. Tapi aku tetap tahu.
Aku dan kamu ada dalam satu ruang. Ruang yang pada awalnya bukan hanya aku dan kamu. Sekarang tersisa aku dan kamu saja. Maka jangan lagi sungkan padaku. Meskipun kepekaan para dewa tidak ada dalam diriku, tapi aku tahu ada sesuatu yang ingin kau lepaskan. Sekali lagi, aku tahu.
Tak ada niat spontan dalam maksudku untuk menelanjangimu. Aku hanya ingin menemanimu. Melepas bajumu satu demi satu. Topi dan ikat pinggangmu. Menghapus rias di wajahmu. Lipstik di bibirmu.
Jadi silahkan lepaskan. Tidak apa jika itu harus perlahan. Seperti asap rokok yang keluar dari hidungmu. Lepaskan. Maka akan melegakan yang menyesaki mual di benakmu.
Ya, seperti asap rokok itu. Kebebasanmu.
0 wicara:
Posting Komentar