data-ad-format="auto"

DIALEKTIKA HUMANISME (Madzab SEMOLOWARU) 4

Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya


FILSAFAT APA LAGI
BAGIAN III

Tawaran anda begitu menarik dan maafkan saya, kalau belum menilai itu sebagai kebenaran. Ok... tak apa, itu tetap boleh. Katakan apa sebenarnya dasar teori  anda?
       Seperti yang anda lihat pada komentar saya yang paling awal tadi, bahwa saya membuat hipothesis sebagai termaksud, tidak terlepas dari dasar teori dan filsafat. Keberanian saya membuat hipothesis yang barangkali dinilai oleh sebagian kalangan terlalu gegabah tersebut bukan lahir tanpa dasar. Dalam hal hipothesis ini, saya sudah lama melakukan perenungan tentang gerak masyarakat dengan hasil–hasilnya yang sangat mengerikan bagi kemanusiaan tersebut. Dan hasil dari perenungan itu adalah hipothesis yang anda dengarkan di awal tadi.
     Di luar perenungan dan pengamatan, saya juga melakukan pencerapan melalui referensi yang saya baca dari berbagai macam teori kefilsafatan pada para pemikir pendahulu kita. Dan nampaknya, saya merasakan ada hubungan ada hubungan yang cukup berarti antara temuan para pemikir pendahulu tersebut dengan pengamatan dan permenungan saya atas sejarah yang dibuat oleh gerak semesta beserta isinya ini.
       Untuk mendukung permenungan saya itulah, saya mendasarkan pada teori yang berangkat dari kefilsafatan. Seperti filsafat “Pembebasan Manusia”. Filsafat dimaksudlah yang menjadi kerangka berpikir Madzab Surabaya itu.
       Perlu anda tahu, bahwa pemikir memiliki andil yang luar biasa besar terhadap apa yang sekarang terjadi dan menimpa planet beserta isinya ini. Revolusi pemikiran baik itu fisika maupun sosial, paradigma, filsafat dan berbagai penemuan tekonologi telah menjadi mega variabel dalam rusaknya dunia.

Menurut anda apa pembebasan manusia itu?
        Saya silap, pada awal pembicaraan ini tadi, saya masih belum memaparkan tentang makna pembebasan manusia yang dilihat dari dasar teorinya. Sekarang saya ingat, dan kebetulan, teori–teori itu sengaja saya ambil dari induknya berbagai aliran filsafat yang pernah ada sebagai pijakan berpikir.
        Berbicara tentang pembebasan manusia, maka kita juga harus berbicara tentang arti apa yang dimaksud dengan pembebasan manusia tersebut. Kata yang lebih ditekankan di sana adalah ‘pembebasan’ yang dalam bahasa latin adalah emancipatus. Konsep emansipasi ini jika dirunut sejarahnya teramat panjang. Yang pertama dapat diawali dari sejarah romawi. Dalam sejarah Romawi kuno “Emansipasi” berarti perjuangan sosial kaum budak dalam rangka mendapat kebebasan dari sang Tuan. Kemudian istilah ini mengembara hingga di Perancis pada abad 17 dengan mengalami pergeseran makna, yakni pengalihan kepemilikan. Pada abad ke 19 konsep emansipasi ini menjadi mode di antara para pejuang yang menentang perbudakan ataupun penghisapan dari satu kaum terhadap kaum yang lain.
     Di Amerika sendiri pernah terjadi perang saudara, yakni Amerika Utara melawan Amerika Selatan dalam kaitan dengan masalah emansipasi perbudakan tersebut. Di kalangan Marxian kata emansiapasi juga berkembang subur dengan tujuan pembebasan kelas proletar dari ketertindasan kelas borjuasi.
     Dalam hal ini, kata emansipasi lebih saya artikan sebagai pembebasan. Pembebasan terhadap siapa? Terhadap seluruh manusia. Dari siapa? Dari produk kreasi manusia atas alam lingkungannya juga. Kalau dalam bahasa Inggris Gerakan Pembebasan Manusia bisa diistilahkan dengan Human Liberation. Maksudnya berarti adalah suatu upaya yang berkeinginan membebaskan manusia. Upaya tersebut dapat kita namai dengan gerakan. Inilah gerakan dari hasil Madzab Surabaya.

Apa maksud gerakan pembebasan manusia itu dan mengapa perlu gerakan?
        Akan saya jelaskan satu persatu, gerakan adalah suatu upaya yang membuat kondisi tidak tetap dan selalu mengalami mobilitas, yaitu upaya merubah dari suatu keadaan tetap atau Status-Quo menuju pada perubahan. Gerak bisa maju, bisa pula mundur. Gerak dapat perlahan–lahan dapat pula kencang. Dengan demikian, dalam Gerakan Pembebasan Manusia ini dapat dilakukan secara Evolusioner maupun Revolusioner. Tergantung sifat kebutuhan waktu dan tempatnya.
       Pembebasan ialah suatu upaya atau perjuangan yang membuat kondisi tidak lagi terbelenggu atau terjajah. Dengan demikian, membuat kondisi dari terjajah menjadi tidak terjajah, dan dari terbelenggu menjadi tidak terbelenggu, disebut pembebasan.
    Sedangkan kata Manusia, dilihat dari konteks Gerakan Pembebasan Manusia, maksudnya adalah menunjuk pada individu setiap orang yang bersifat pribadi dengan perlengkapan jiwa dan raganya, jasmani dan rohaninya, fisik dan psikisnya. Manusia dengan segala tingkat kesadaran dan semua keinginannya. Jadi, seperti yang pernah dikemukakan seorang pemikir yang saya lupa siapa namanya, ia mengatakan, bukan manusia sebagai kumpulan orang yang lepas dari subyek masing–masing dirinya. Sebab dalam manusia yang terdiri dari kumpulan orang tersebut sifatnya hanya menunjuk pada obyek yang disamakan dengan benda atau makhluk lain.
      Dengan demikian, kalau kita tarik dari paparan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa yang disebut aktivitas, upaya, atau perjuangan baik secara evolusioner maupun secara revolusioner yang bertujuan merubah kondisi manusia dari keterjajahan, baik disadari, ataupun tidak disadari, untuk dibebaskan atau dimerdekakan, sehingga manusia kembali pada harkat dan derajatnya sebagai manusia yang sesungguhnya. Jadi, inti dari pikiran saya ini adalah manusia dan keterjajahanlah sebagai obyek bahasan utama.
       Seperti halnya pendapat para filosof yang pernah saya baca dari novel filsafatnya  Jostein Gaarder yang terkenal itu, dan nantinya saya akan banyak mengutip panjang lebar buku itu, misalnya adalah pendapat filosof Perancis Rene Descartes yang mendefinisikan aku sebagai suatu ‘substansi yang berfikir’.
        Selain kelengkapan manusia tadi, akan lebih baik kalau di sini di bahas pula manusia sebagai makhluk yang mempunyai sejarah.


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE