data-ad-format="auto"

NAZAR

Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP UNTAG Surabaya


Melihat Nazar, seperti menatap potret Indonesia masa kini.
Membingungkan, harus disikapi bagaimana.
Indonesia yang seharusnya merupakan sebuah hadiah cantik dari Tuhan untuk bangsa yang murah senyum dan pemaaf. Kawasan dengan gugusan pulau dan samudera yang begitu indah dan kaya raya. Namun terpeleset nasibnya menjadi bangsa yang dikendalikan oligarki para penyamun dan idiot. 
Begitu pula dengan Nazar, ia di sini bagai representasi image para 'Jama ah' yang terpelanting dari posisi alim ke arah kubangan konspirasi 'politik ekonomi' yang kotor, najis, dengan muara besarnya: Korupsi. 
Salahkah Nazar? 
Tunggu dulu. Sebab ada sementara orang yang berhipothesis, 'Ah, itu karena lihainya para pemimpin dalam membuat perangkap, dan Nazar memang lagi apes'. 
Terlepas benar atau tidak, dugaan teori konspirasi tadi, yang jelas carut marut kejahatan ini tak bisa dimungkiri tujuannya adalah pundi-pundi bagi biaya mesin politik. 
Hasilnya: biaya politik sukses didapat, sedang ongkos tebusannya adalah Nazar dikorbankan. 
Tapi mereka lupa, bahwa Nazar terlanjur memiliki mulut, juga sistem pengarsipan peristiwa di laptop yang kabarnya entah ada di mana. 
Seburuk bagaimanapun jenis vokal Nazar, jika mereka terus menerus memainkan irama musik melalui KPK, DPR, Parpol dan Media, maka lama lama Nazar akan bernyanyi juga. Kendati Nazar dan keluarganya berada dalam suasana batin 'takut' atau ditakut-takuti (jika benar kabar ini). 
Sayangnya, Nazar bukanlah 'kotoran' yang bisa disapu ke bawah karpet. Lantas ruang tamu tetap indah seperti tak pernah terjadi apa apa. 
Dan bukankah suara kebenaran tidak selamanya bisa dibungkam, termasuk yang keluar dari mulut 'sang tersangka' sekalipun.

0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE