Achluddin Ibnu Rochim
Lamongan, sebuah kota tanggung terletak di 100 km arah barat dari Surabaya. Dengan membawahkan wilayah teramat luas, tapi terpasung APBD terbatas. Dikata maju segan, dibilang terbelakang pun enggan.
Kota yang sulit.
Terkungkung keminderan di sana sini.
Kota yang sulit.
Terkungkung keminderan di sana sini.
Malam ini, lautan manusia menenggelamkannya. Karam dalam hingar bingar suara takbir dari loudspeaker. Ada konvoi becak, motor, mobil, truk bercampur dengan tambur juga beduk dan tentu saja klakson memekik mekik. Kagetkan pejalan kaki, jatuh terjengkang terbelit sarung sendiri.
Kebangkitan Fanatisme Islam puritan?
Sepertinya kok tidak.
Sebab, Antusiasme begitu rupa tidaklah merepresentasikan aliran garis keras yang ada di Lamongan. Kendati dari sini pernah lahir para bomber syuhada yang membuat Bali dan Internasional gemetaran.
Gerakan Takbir massive itu tidaklah terbentuk secara tunggal. Ia justeru terhimpun dari berbagai latar belakang individu multy varian. Sebagaimana terdapat pembelahan peta Lamongan: sebelah utara rel kereta api, area bermukim kekuatan Santri, sedang sebelah selatan rel, bercokol kekuatan Abangan (merah_red). Lumrah jika pada kemeriahan itu ada alim ulama, santri, remaja masjid, pelajar, dan mahasiswa, tapi juga hadir pemuda gondrong berjaket jeans belel yang bisa saja dibaliknya ada gambar tatoo 'love'.
Lantas apa sebenarnya yang sedang berlangsung di sana?
Tidak lebih sekadar Gerakan Syiar Para Penyeru Takbir yang ditumpangi euphoria 'massa tak sopan', sehingga jangan bayangkan ada tertib lalulintas atau pengendara memakai helm di sana. Jangan berharap hadir suasana 'khusyuk' dan ritual magis, jauh!
Barangkali saya salah engel dalam memotret Gema Takbir malam ini. Atau bisa jadi inilah salah satu bopeng wajah Lamongan yang belum sempat dibedaki kosmetik nilai nilai luhur.
Akhirnya yang tersisa dari peristiwa tahunan itu hanyalah sebuah momen yang diisi gumpalan asap knalpot, takbir asal asalan, diseling lagu dangdut dari salah satu truk, deru mesin memekak telinga, gelegar petasan, massa menghambur, juga carut marut jalan dan polisi yang bingung. Ah, Lamonganku tercinta, terimalah sungkem saya! Tapi kapan kau dewasa??
0 wicara:
Posting Komentar