data-ad-format="auto"

DIS ORIENTASI

Achluddin Ibnu Rochim


Entah di tempat lain, tetapi di Jawa, saya menemukan, orang bisa tertawa. Terbahak bahak malah, saat melihat orang lain jatuh terjengkang.
Mereka memang turun tangan, menolong. Tapi tentu saja masih dengan geli tersembunyi di perut.
Mentertawakan orang lain celaka?! Apakah beradab?
Menurut mereka, peristiwa semacam itu, lucu, katanya.
Orang jawa, tidak bermaksud mencari cara, untuk bisa tertawa dengan gratis, di atas penderitaan orang lain. Tidak. Karenanya, Srimulat, sebagai group komedian masih tetap diminati. Orang rela antri membayar tiket untuk bisa menyaksikan pertunjukan yang isinya sekitar orang terpeleset di lantai, jidat terantuk meja, atau kepala dijendul temannya. Pendek kata mengenai orang tertimpa bencana kecil. Lalu penonton se gedung ngakak, lupa dengan kesialan hidup sendiri. Dan pulang bahagia, praktis tak ada perasaan bersalah di sana.
Apa artinya semua ini? Tidak lain, masyarakat Jawa menganggap, bahwa tertawa, manakala orang lain dapat sial sedikit, boleh boleh saja. Asal dilakukan dengan spontan, tidak dilarang.
Malah, biasanya, si korban, yang ditertawakan, juga ikut tertawa. Satu derita dua tawa. Toh tidak ada kematian di sana.
Sebuah relasi sosial yang aneh, khas, dan mungkn hanya ada di Jawa.
Nilai universal, mengajarkan, bahwa mengecap kebahagiaan dengan cara melihat orang lain menjadi korban, sungguh tidak etis. Kita tidak boleh wujudkan kesenangan melalui kerugikan orang lain. Lebih-lebih, jika kita baru bisa merasa gembira jikalau orang lain telah benar benar apes. Ini jelas penyakit. Dis orientasi sosial.
Orientasi hidup harusnya sesuai dengan kodrat kemanusiaan. Mencari kebahagiaan dengan cara membahagiakan orang lain. Mencari kesenangan dengan cara menyenangkan orang lain. Tapi rupanya tidak demikian, dengan orientasi masyarakat kita, yang konon sudah modern.
Orientasi kita telah jauh bergeser dari kodrat kemanusiaan. Celakanya, sebagian besar dari kita tidak tahu, bahkan tidak merasakan dis orientasi ini.
Tahun 1976, Erich Fromm menyelidiki patologi ini, lalu sebuah buku terbit, judulnya, To Have or To Be, 'Menjadi atau Memiliki'.
Fromm berusaha keras memahami gejala dan fenomena yang sedang berlangsung di masyarakat. Dan hasilnya adalah, sebuah diagnosis berikut terapi, bagi penyakit sosial pada zaman modern ini.
Manusia tengah alami krisis, bukan saja datang dari luar, tapi bahkan dari dalam dirinya sendiri. Mereka tidak mampu secara sadar, memilih dua macam orientasi. Gagap memaknai hidupnya, antara berorientasi 'Memiliki' atau berorientasi 'Menjadi'.
Manusia modern terlanjur lahir dan hidup dalam kepungan 'materialisme mindsett', sulit untuk berpersepsi dan bersikap uthopis, namun gampang bertindak pragmatis. Akhirnya, pilihan modus jatuh pada orientasi 'Memiliki'. Individu dengan orientasi seperti ini akan cenderung memperlakukan setiap orang, juga setiap hal seolah olah miliknya.
Di sana, kata 'memiliki' diartikan menguasai. Ini berarti memposisikan sesuatu sebagai objek dari dirinya. Semua hal dibendakan, setidaknya diperlakukan seolah olah benda.
Individu begini, sulit untuk mampu hidup dengan 'diri'nya sendiri. Eksistensinya digantungkan pada formalitas, pada symbol yang menjadi 'milik'nya.
Karenanya, begitu 'milik'nya ini tanggal dari dirinya, ia akan menderita kehilangan eksistensi. Mobil mewah, rumah mentereng, kursi kekuasaan, pangkat dipundak, juga hal hal lain yang diandalkan sebagai symbol keberadaan dirinya, sebisa dan sekuat mungkin dipertahankan. Ia akan terus terusan berupaya menjaga agar seluruh symbol itu tetap berada ditempatnya, untuk dia miliki.
Tiap kali ada symbol tanggal darinya maka ada sebagian dari keberadaannya hilang. Semakin sedikit yang dimiliki, semakin kurang rasa percaya diri. Sebaliknya makin banyak symbol dimiliki, makin terasa kokoh eksistensi.
Manusia modern hidup di tengah system yang kelewat tinggi menjunjung 'nilai serakah'. Justeru di sinilah iklim sosial yang merupakan basis modus 'Memiliki'.
Tentu Fromm tidak hanya mendiagnose patologi dis orientasi sosial saja, ia juga memberikan therapy. Orientasi hidup Manusia harus beralih dari orientasi 'Memiliki' ke arah orientasi 'Menjadi'. Orientasi 'Menjadi' mendorong orang melakukan aktivitas yang tumbuh dari dirinya sendiri.
Sebuah dorongan dari dalam, dari malaikat yang dikirim Tuhan dengan tujuan jelas serta membawa perubahan berguna secara sosial.
"Orientasi 'Menjadi' menuntun kita agar membuang egosentrisitas kita dan sikap mementingkan diri sendiri," kata Fromm.
Orientasi 'Menjadi' mengharuskan adanya kemauan memberi, membagi, dan berkorban. Orang dengan orientasi 'Menjadi' akan selalu melakukan aktivitas.
Menurut Fromm harus dibedakan antara aktivitas dan kesibukan.
Seorang Ketua Program Studi Pasca Sarjana yang diupah untuk mengerjakan administrasi, pengajaran, bimbingan dan menguji thesis, berarti dia melakukan kesibukan, dan bukan melakukan aktivitas. Sementara seorang penulis karena hobby, yang menulis catatan di Facebook agar dibaca oleh publik, dia melakukan aktivitas.
Ketua Program Studi Pasca Sarjana melakukan kegiatan karena digerakkan orang lain, Direktur Pasca, atau Rektor. Sementara keinginan Penulis tadi untuk menambah wacana publik, timbul dari kesadarannya sendiri, tidak disuruh orang lain. Motiv inilah yang membedakan aktivitas dan kesibukan.
Memang sebagian besar manusia modern telah tercebur ke dalam kubangan orientasi 'memiliki', dan sukar untuk dapat meng entas diri dari sana. Tapi di situlah letak perjuangannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang kawan berikut ini: ....Two modes of existence struggle for the spirit of humankind: the having mode, which concentrates on material possessions, power, and aggression, and is the basis of the universal evils of greed, envy, and violence; and the being mode, which is based on love, the pleasure of sharing, and in productive activity.....
Tentu tak mudah memastikan apakah suatu perbuatan itu menunjukkan orientasi 'Memiliki' atau 'Menjadi'.
Kesulitannya karena manusia pandai berpura-pura, membungkus motif yang sesungguhnya.
Seperti si Jawa yang hipokrit tadi. Beraktivitas berikan pertolongan, seraya sibuk menahan geli di perut.
Dasar, Jawa.

0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE