data-ad-format="auto"

Anak, Gajah, Agama


KNDARU
Perguruan Magicom Sakti

Beberapa hari ini dia senang sekali melihat gajah, entah apa yang membuatnya tertarik dengan seekor gajah. Ia rela merengek untuk dalam menyaksikan gajah di HP. Akhirnya saya putuskan untuk membeli miniatur gajah, dia cukup senang dalam memainkan ya, bahkan ia rela membuka bajunya untuk memberikan nenen untuk gajahnya. 


Terlepas dari kejadian tersebut, saya teringat dengan Ganesha, sang dewa berkepala gajah, identik dengan dewa pengetahuan dalam mitologi hindu. Saya sempat berkunnung ke kedai kopi yang menyuguhkan patung Ganesa cukup besar di depan pintu masuknya, beberapa pengunjung menyempatkan untuk sekedar membakar dupa dan beberapa dengan hitman sembahyang kepadanya. Kehadiran Ganesa pada kedai ini jadi begitu unik, pasalnya hia hadir tidak jauh dari UTS surabaya, paling hanya berjarang 2 km saja. Dan menariknya orang-orang yang bersembahyang dan sekedar membakar dupa mereka anak muda usia 20 tahunan, entah apakah mereka mahasiswa ITS atau warga lokal saja yang menikmati kehadiran Ganesa ini. Saya tidak mencoba ingin mengaitkan Ganesa dengan kampus besar tersebut. Ini semacam oase dari gempuran budaya pos truth saat ini. 


Apakah pemuda sedang mengalami kekeringan spiritual? Sehingga kehadirat Ganesa di tengah metropolitan surabaya dapat memberikan pilihan spiritual alternatif, karna tanpa harus berkunjung ke tempat ibadah atau tempat suci, bahkan berdialog dengan pemuka agama. Saya rasa berkunnung ke tempat suci atau sekedar berbincang dengan pemuka agama yang berbeda keyakinan begitu riskan di Indonesia. Mengingat stikma tentang agama begitu sensitif di negeri ini. Saya melihat kedai ini dikunjungi oleh beberapa etnis dan keyakinan, ada wanita yang mengenakan kerudung, ada juga yang menggunakan salib di leher.  saya tidak tahu apakah mereka memutuskan untuk datang ke tempat itu karena tempatnya ya g nyaman, menunya enak, harga cukup aman di kantong, atau merekka baru pertama kali mencoba karena keunikan menghadirkan Ganesa di kedai kopi? Atau ada faktor lain?. Pun saya tidak dapat memastikan orang-orang ini datang baru pertama atau sudah lebih dari sekali. Tapi apakah ini dapat disebut hinduisasi? Saya menyebut ini untuk menjaga jikalau ada orang yang menganggap bahwa kehadiran patung Ganesa di gorek menjadi isu SARA. 


Saya hanya sekedar memiliki utopia, ada berbagai macam kedai yang menawarkan ornen keagaman dengan sedikit penjelasan dari pegawai mengenai patung yesus atau patung bunda Maria mungkin, baik penjabaran secarah spiritual atau sejalan kebudayaan, yang tidak terikat dengan klaim hegemoni agama, sehingga dapat dikunjungi oleh berbagai macam SARA, sehingga pendidikan kebinekaan yang berakhir dari agama dapat terjadi di sini, ya memang dalam kehidupan kita akan bekerja bersama dengan orang berbagai macam latar l belakang agama dan suku, tapi tidak ada dialog kebudayaan slama ikatan profesional itu. Orang islam yang NU bisa berdiskusi dengan kedai muhammadiyah. Atau yang hindu berdialog dengan kedai katolik tentang spiritual dan kebudayaan, bukan sebagai arena perdebatan untuk menunjukan siapa yang superior klaim kebenaran. 


Ya saya kan hanya berasumsi saja akan ada tempat semacam itu yang aman dan nyaman sebagai wadah dialog lintas agama. Kalau perlu ada kedai yahudi sekalian biar afdol keluarga besar kebudayaan abrahamik tersedia untuk melakukan dialog. Ya kalau kedepanya ada yang nyaman dengan kunjungan di keagamaan yang berbeda dengan keyakinan nya, lalu melakukan mutasi kepercayaan ya itu sangat baik, karna kebebasan beragama sudah terpampang di sila ke 1 pancasila, ketimbang KTP agama tapi tidak berbuat dan beribadah, apalagi kalau ateis. Kedai ini bukan islamisasi, kristenisasi, hinduisasi, dan sasi yang lain. Tapi kebebasan untuk menentukan iman, masak kalian lebih suka punya member yang tersesat tidak peduli dengan keyakinan yang jauh dari ajaran dan ibadah yang ditentukan. 


Seandainya kita memang diberikan kebebasan untuk memilih untuk beragama atau bahkan memilih untuk tidak bertuhan. Mau bagaimana lagi, Konversi agama sangat untuk di negeri ini, namun dengan konsep kedai kopi yang dapat dikunjungi oleh siapa saja dan kehadiran harapanya warga dapat saling mengenal satu agama dengan yang lain. Kan pepatah bilang kalau gak kenal maka gak sayang, ya kami kudu kenal dong sama satu sama lain agama yang di restui di negeri ini, atau mungkin ateisme juga deh. 


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE