Kusuma Ndaru
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Manusia saatini lebih
tepat disebut sebagai “homo konsumen” ketimbang Homo sapiens,
masyarakatcenderung lebih banyak mengkonsumsi ketimbang berfikir. Masyarakat mengkonsumsi
penuh yan tujuanya hanyalah untuk menikmati sebanyak-banyaknya dan menggunakan
lebih banyak lagi. Masyarakat seperti ini cenderung memproduksi barang yang
tidak berguna, dan dalam waktu
yangsama akan menghasilkan
orang-orang yang tidak berguna.
Konsumen hari ini juga
memikirkan akan dipandang sebagai apa dirinya ketika mengonsumsi. Saat ini
masyarakat mengkonsumsi bukan untuk menggunakannya, banyak prodak yang kita
beli hanya sekedar untuk memiliki, sehingga menumpuk di rumah. kecenderungan
budaya konsumerisme dalam masyarakat, tidak lain hal ini adalah akibat dari
pengidentifikasian identitas yang diejawantahkan melalui produk-produk
kapitalisme. Kapitalisme post fordisme berwajah lebih ramah, sehingga membuat
banyak orang secara sukarela dan tidak sadar mau membuat dirinya membutuhkan
apa yang diproduksi oleh kapitalis . Hal ini mengakibatkan munculnya identitas
semu. Karena, kapitalis tidak akan berhenti menciptakan produk dan membuat kita
selalu merasa membutuhkan lebih banyak benda-benda untuk dibeli.
Manusia modern
mengkonsumsi sandang, pangan, papan, dan kebutuhan sekunder lainya karena
melihat iklan-iklan yang bergentayangan melalui semua platform. Apakah kita
mengkonsumsi barang-barang tersebut karena itu memang selera kita?. Hampir
semua makanan yang dikonsumsi masyarakat saat ini sangat buruk bagi kesehatan
tubuh, namun munculnya fenomena keterasingan diri dan ke tidak bermaknaan atas
hidup membuat masyarakat mengesampingkan esensi atau hakikat dari konsumsi
makanan, yang hanya sekedar memenuhi kebutuhan kebutuhan alamiah
"kimiawi" yang diperlukan oleh tubuh. Ada banyak contoh yang
pembaca dapat paparkan sendiri, di luar itu candu konsumerisme telah kehilangan
segala keterikatannya dengan kebutuhan nyata manusia.
Bergesernya nilai
konsumsi saat menimbulkan makna baru "mengkonsumsi pada hakikatnya
merupakan kepuasan fantasi (imajinasi) yang di rangsang secara
artifisial". Cara kita mengkonsumsi selalu bermuara pada fakta bahwa kita
tidak pernah merasa puas. Sehingga kita mengembangkan kebudayaan produksi, agar
manusia dapat semakin tergila untuk mengkonsumsi.
Setiap orang saat ini
"berspekulasi" dalam menciptakan suatu kebutuhan baru dalam diri
orang lain maupun pada dirinya". Manusia saat ini terpesona oleh
kemungkinan membeli dan membeli, terutama barang-barang baru. Manusia lapar
akan konsumsi, tindakan membeli dan mengkonsumsi telah menjadi tujuan irasional
yang kompulsif. Dampak dari sifat manusia yang seperti ini mengakibatkan
"kepuasan dilahirkan dari kepemilikan atas barang-barang" kepuasan
prestis merupakan faktor terpenting. Banyak barang yang menumpuk di gudang atau
kamar manusia saat ini yang tidak hanya berguna, tetapi juga mencolok mata,
semua itu memberi STATUS tertentu kepada pemiliknya. kita memperoleh
barang untuk dimiliki, manusia puas dengan status PEMILIKAN tanpa guna.
Masyrakat
modern telah merevisi nilai tradisonal atas sebuah identitas, mempersempit
penilaian bahwa manusia dapat dihargai bila memiliki benda-benda yang banyak,
sehingga menjadi orietasi masyarakat dalam menilai sebuah keberhasilan atau
kesuksesan individu. muncul ebuah
identias baru “aku adalah apa yang saya miliki, saya kenakan, yang mampu saya
beli namun tidak dimiliki orang lain” bukan lagi saya adalah apa yang saya
perbuat. Tidak heran bila indikator kebahagian atau keberhasilan suatu negara dilihat dari pendapatan perkapita,
semakin banyak masyarakat mengkonsumsi, semakain berhasil negara tersebut. Kebahagiaan
tidak dapat disandingkan dengan konsumerisme. Saya rasa kita keliru dalam
menempatkan indikator keberhasian suatau negara, atau kesuksesan manuisa secara
mikro. Layaknya kitaperlu merevisi lagi
indikator yang tepatuntuk menilai kebahagaian, kesuksesan, dan keberhasilan
manusia. Memang tidak isa dipungkiri, keahgian merupakan respon biokimia tubuh.
Tentukitatidak harus mengkonsumsi “soma” agar selalu terjaga dalam kebahagiaan.
Saya rasa hidup tidak dapat diukur
dengan kaidah apapun.
Bila
kita bertanya bagaimana bentuk surga masyarakat modern, konsepnya bukan lagi
sebuah taman firdaus, melainkan sebuah Mall atau departement store. Bayangkan saja
apa yang manusia lakukan saat waktu luang? Teta saja mengkonsumsi
entertaint, makanan, buku,
pemandangan alam, internet. Sebenarnya mereka tidak mampu menikmati waktu
luangnya. Seleranya dimanipulasi, manusia
akan mengkonsumsi apa saja yang telah dikondisikan oleh masyarakat.
Dapat ditarik sebuah gagasan
bahwa KEBUTUHAN dan KEINGINAN telah berbaur menjadi PEMUASAN KEINGINAN
MERUPAKAN SEBUAH KEBUTUHAN. Kaum tercerahkan hendaknya membuka kembali hijab pikiran yang melepaskan manusia
dari hakikat dirinya, hakikat dari setiap aktivitas manusia. Karena saat ini
kita sedang hidup didunia pikiran yang lebih nyata dari kenyataan.
1 wicara:
ayo tes keberuntungan kamu di agen365*com :D
WA : +85587781483
Posting Komentar