Oleh Kusuma Ndaru
F. Psikologi Untag SURABAYA
F. Psikologi Untag SURABAYA
"Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi,
maka kitab suci itu adalah fiksi," demikian penggalan ucapan dia dalam
program televisi Indonesia Lawyers Club yang disiarkan langsung TV One, berawal
dari pernyataan tersebut muncul berbagai aksi-aksi yang santer di
perbincangan di dunia maya maupun media masa. Dari fenomena tersebut saya
tertarik untuk membahas mengenai fiksi dan imajinasi yang berkaitan dengan
perilaku manusia.
Mengapa kita memiliki harapan? Mengapa ada cita-cita, mimpi, alam ide
plato, dari mana asalnya?. Semua mansuia memiliki itu dalam diri pribadi
masing-masing. Bahkan erich fromm menyebut manusia sebagai HOMO ESPERNANS
(manusia yang berharap). Banyak lembaga sosial menjual harapan
kepada masnuia sendiri, “Di jamin lulus bekerja, Pasti pas, Limited edition dan
lain sebagainya” manusia begitu muda di tipu dengan HARAPAN. Ini cela yang di
lihat oleh beberapa orang untuk mewujudkan harapan mereka meraup pundi-pundi
uang yang tak akan pernah merasa puas.
Harapan adalah sesuatu yang tidak nyata “fiksi”, sesutau yang belum
terjadi, kemungkinanya tidak dapat di pastikan, banyak variabel yang
mempengaruhinya tidak a\hanya hukum kausalitas. mayoritas manusia mengalami
depresi karena tidak dapat mengontrol harapanya, mereka selalu berharap ini
itu, menuntut sesuatu yang ideal. Dan akhirnya manusia telena dengan harapan
dan tidak dapat lagi melihat kenyataan. Sehingga da ketidak sesuaian antara
realitas dan harapan yang menimbulkan rasa tidak enak dalam diri, yang sering
di sebut kekecewaan yang merupakan pintu pertama dalam depresi.
Bagaimana perasaan anda ketika impian atau harapan anda menjadi sebuah kenyataan
bukan lagi menjadi fiksi? Bahagaia.....? Berapa lama kebahagian anda bertahan?
1 bulan, 1 tahun? Atau anda akan memiliki mimpi lagi dan meanggalkan
mimpi yang lalu? Mengapa demikian? Perlu di ketahui bahwa kebahagiaan dan
ketidak bahagiaan hanyalah sekedar reaksi singkat untuk mengubah
perasaan seseorang. Orang akan terus mengejar kebahagiaan karena mereka
meyakini secara keliru bahwa kebahagiaan yang lebih besar ada di sekitar
sudutnya. Kebahagiaan yang anda alami hanya sementara, meningkatkan derajat
indeks kebahagiaan anda, namun indeks terbut akan turun ke posisi normal,
begitu pula ketika anda sedang dalam keadaan tidak bahagia.
Bagaiman keadaan anda saat sedang bermimpi atau berharap?. Mengahayal atau
berimajinasi dengan memvisualkan mimpi anda bukan!, lalu kita akan meyakinkan
diri dengan komunikasi interpersonal (berbicara dengan diri). Yang akhirnya
memunculkan sebuah motivasi untuk menggapai harapan
dengan merasionalkan kemungkinan yang ada. Begitu pula ketika kita
gagal dalam menggapai harapan, rasional kita akan mencari pembenaran untuk
mentolerin kegagalan, dapat di sebut sebagai mekanisme pertahanan diri dalam
psikoanalisa. Hal ini sangat penting agar tidak masuk ke dalam juirang
kekecewaan dan menyalakan diri sebagai faktor kegagalan, meskipun tetap
rasionalitas yang berperan.
Mengenai imajinasi Pernah anda berpartisipasi dalam sebuah permainan bolam
dapat memecahkan sepotong kramik dengan cara di benturkan bersamaan oleh kedua
tangan, dan bim sala bim........... bolam utuh dengan keramik yang hancur.
dalam memainkan permainan ini, peserta di harapkan untuk mempercayai diri, dan
berimajinasi, memvisulakan bahwa bolam yang di pegang adalah sebuah palu, dan
keramik yang di pegang merupakan kaca. dan palu ini dapat memecahkan kaca ini,
energi di transfer ke kedua tangan. melakukan sesuatu yang tidak mungkin dengan
parameter rasional. namun saya tidak menyarankan anda untuk
mencobanya karena pasti akan berhasil memecahan bolam.
Bahkan tim gymnastics olimpiade inggris menggunakan cara semacam ini untuk
melatih para atletnya, ketika gagal dalam berlatih dengan cara konfensional
(praktik). Atlet di minta berdiri dan membayangkan (berimajinasi), ketika dia
sedang berada di alat-alat senam dan melompat, berayun, dan mendarat dengan
baik. Atlet ini membayangkan melakukanya berulang-ulang, sampai dia yakin. Dan
dia pun berhasil melakukanya. Studi mengenai otak mengungkapkan bahwa pikiran
(imajinasi, visulaisasi) menghasilkan instruksi mental yang sama dengan
tindakan (parktik). Pencitraan mental berdampak banyak proses kognitif di otak:
kontrol motorik, perhatian, persepsi, perencanaan, dan memori . Jadi otak
semakin terlatih untuk kinerja aktual selama visualisasi, termasuk dapat
meningkatkan motivasi , meningkatkan kepercayaan diri dan efikasi diri ,
meningkatkan kinerja motorik, menggerakkan otak untuk sukses, dan meningkatkan
keadaan yang relevan untuk mencapai kehidupan terbaik.
Kaitanya dengan kitab suci yang merupakan panduan hidup bagi peserta
organisasi sosial, bagaiman kitab suci membawa kebahagian, memberikan
pencerahan bagi manusia. hampir sama dengan penjelasan di atas. kitab suci yang
di sebut fiksi dan mengaktifkan imajinasi, saya rasa pembaca sendiri dapat
mengambil kesimpulan atau memposisikan diri sebagai pihak yang pro atau kontra
barangkai juga tidak peduli, itu sebuah kebebasan. karena saya lebih memilih
melihat dari kaca mata psikologis. perilaku mansuia tidak melilu di
pengaruhi oleh masa lalu atau lingkungan, namun harapan atau masa depan juga
memiliki peran dalam membentuk perilaku mansuia, seperti ibadah, altrruisme,
dan lainya.
Harapan pun dapat merubah kehidupan lebih baik, memberikan kebahagian
dengan dosis yang tepat walau temporer. Bagaimana bisa terjadi sains-sains
sosial memandang kekuatan dan kebaikan-kebaikan manusia-altruisme,
keberanian,kejujuran,kewajiban, keceriaan, kesehatan, dan tanggung jawab, dan
kegembiraan sebagai ilusi-ilusi yang derivatif, defensif atau keduanya,
sedangkan kelemahan dan motivasi-motivasi negatif-keserakahan, hawa nafsu,
keegoisan, paranoia, amarah, gangguan, dan kesedihan di pandang sebagai
otentik?


https://orcid.org/0000-0003-2892-5411
0 wicara:
Posting Komentar