Hidup adalah seutas garis yang ditebas sejak Imsyak hingga Maghrib.
Betapa singkat! Hingga aku tak mampu jadi penghulu yang menikahkan subuh.
Apalagi memasangkan sayap pada Dzuhur,
agar ia terbang ke angkasa bagaikan sajak yang kau tolak selepas Isya.
Barangkali pada Ashar kutambatkan asa,
sebelum tergelincirnya usia,
lalu kain mori membalut kematian di haribaan senja.
Agar kiranya kupahami,
dibutuhkan sejuta Ramadhan lagi untuk mengetahui betapa pentingnya menahan nafsu untuk tidak merindukanmu.
Kategori:
Puisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 wicara:
Posting Komentar