oleh: ismail hasan (hilang orang)
Kipas,
laptop dan buku-buku yang telah usang, malam telah larut, hanyut dalam gelapnya
zaman. Disintegrasi humanism, telah meintegrasi pada zaman yang dikatakan
modern bahkan post modern. Gejolak politik nasional bahkan internasional telah mengambarkan
perwujudannya. Suara perdamaian,
kebaikan, kebenaran , kesejahtraan, kepandaian dan bahkan surga hanya menjadi
semboyan suci dan pemicu disintegrasi humanism di zaman kita. Pasca berakhirnya
perang dunia pertama, perang dunia kedua dan perang dingin, cita-cita
harmonisasi dalam berkehidupan di planet Bumi
jauh dari kenyataan dan hanya sebuah mitos belaka. yang lahir dizaman kita,
hanya sabuah bayangan-bayangan kehancuran. Ditimur tengah, bangsa-bangsa timur
tengah luluh-lantah atas nama perdamain, atas nama kesejahtraan dan keadilan, bangsa
korea terpecah menjadi dua dan perang saudara, sampai hari
ini tak terelakan, atas nama surga gerakan islam radikal melakukan pembunuhan
dan pembantaian manusia, atas nama kekayaan dan kejayaan penindasan terhadap
kemanusiaan dilakukan, atas nama pengetahuan pula kemanusiaan dipertaruhkan.
Zaman kita, yang kita anggap sebagai zaman berakhirnya sejarah, seperti yang
ditulis oleh francis fukuyama, dalam bukunya ” the and of history” ber akhirnya
evolusi ideology umat manusia dan dengan demokrasi liberal sebagai bentuk final. dengan ditandai runtuhnya tembok berlin maka berakhir pula perang dingin atau perang ideologi. jika kita lihat berakhirnya perang dingin dengan kemenangan kapitalis dengan mengusung semangat perdamaian, tidak menjadikan kehidupan masyarakat yang harmonis, malah sebaliknya kehidupan penuh pertikaian, serta saling mengancam atara individu satu dengan individu lainnya, bangsa satu dengan bangsa lainya, negara satu dengan negara lainya dan seterusnya.
Jika
kita hitung-hitung dari munculnya
sejarah peradapan, maka kita akan menemui benturan-benturan dan peperangan
serta penindasan. Apakah sejarah tidak bisa dibangun tanpa adanya benturan,
peperangan dan penindasan? Dizaman kita ini, apakah kita tidak pernah mengambil pelajaran dari masa ribuan tahun yang lalu? Goethe berkata “orang yang tidak dapat
mengambil pelajaran dari masa tiga ribu tahun, hidup tanpa memanfaatkan
akalnya”. Sejak kemunculanya post modrn dizaman kita, muncul suatu pengaharapan akan
kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik, namun dalam praktinya post modrn
hanya menjadi ilusi-ilusi belaka. post modern adalah bentuk pengcontrolan
manusia pada dirinya sendiri, namun dirinya sendiri adalah bentuk perwujudtan
dari lingkungan dan lingkungan adalah
bentukan yang didesain dan telah dibentuk, melalui media-media yang dikuasai
oleh oknum-oknum berkepentingan. Dizaman post modern, Jalan munuju harmonisasi masyarakat dunia hanya utopis. Sebab
kelahirannya telah didesain dengan motif ekonomi atau lebih tepatnya penguasaan
rezki . jika kita lihat post modern tidak lahir dari dalam dirinya masyarakat
dunia atau kesadaran masyarakat dunia. Seperti yang dikatakan socrates “pengetahuan yang sejati lahir dari dalam” . sesuatu yang lahirnya
dari luar, atau dipaksa dilahirkan, maka memiliki motif dibalik kelahirnya.
sama halnya dengan kelahiranya post modern, yang sengaja dipaksa dilahirkan,
sebab kapitalist sudah menemukan satu ujung evolusi dalam menumpuk
permodalannya. Meskipun dalam
praktiknya kelahiran dari dalam kesadaran itu amat sukar untuk dimengerti dan
juga dipraktikan, apalagi dizaman kita ini. Sesuatu yang lahir dari dalam
kesadaran membutuhkan proses yang teramat berat dan teramat sulit, memerlukan
ikhtiar dan perjuangan serta keinsfan akan kesadaran dari dalam. Dizaman kita,
besyukurlah kita yang insaf, dan yang berproses dari kelahiranya, Kelahiran zaman baru pasti lah tiba pada
saatnya. Bukan kelahiran yang dipaksakan.
Dan berbangalah kita yang berjuang dengan kekuatan kita sendiri tanpa kekuatan
diluar diri kita. Kelahiran zaman baru laksana cayaha yang memancar indah dari
dalam diri kita dari dalam jiwa kita, dari akal kita dan dari penderitaan kita
serta dari perjuangan kita.
0 wicara:
Posting Komentar