data-ad-format="auto"

AKU & IDHUL ADHA








         Setiap pristiwa mengajarkan nilai yang tersimpan dibaliknya,
cinta, rindu, benci adalah warana yang terurai dalam pristiwa.
Susah, senang, sedih dan bahgia adalah garis yang tersirat dibalik pristiwa.
Susah bagiku untuk mengawali tulisan ini, namun tak apalah meskipun agak puitis bahkan terkesan engak jelas arahnya.

          Idul adha adalah suatu moment yang berharaga bagi umat beragama yang melaksanakannya utamanya umat beragama islam. bukan prihal agama dan perayaannya yang menarik dalam alam pikiran ini, bukan pula tentang hewan kurban atau sekedar berkumpul dengan sanak keluarga dan teman-teman sembari menikmati hari libur dan makan bersama.
Add caption
idul adha atau kerab disebut juga riaya kurban kata orang kampung.
Mungkin ini sudah ke lima kali nya dalam perayaan idhul adha, aku lewati ditanah perantauan,jauh dari keluarga dikampung.

          Kembali lagi ke konteks yang ingin saya bicara kan, dalam kesejarahannya, setiap pristiwa-pristiwa besar dalam ke agamaan, menjadi moment dimana umat beragama selalu memperingatinya, dengan cara yang berbeda-beda menurut kepercayaannya.

          Sebelumnya saya ucapkan selamat menjalankan ibadah idhul adha bagi pemeluknya.
Bicara idhul adha tidak lepas dari satu pristiwa, Nabi Ibrahim, As dan putranya Nabi Ismail, As. Pristiwa dimana ibrahim diminta oleh Tuhan (Alloh SWT) untuk menyembelih Ismail, putra yang begitu dinantikan kelahiranya dan kehadiranya sebagai penerus perjuangan Ibrahim As dalam menyiarkan agama, namun saat anak yang dinanti bertahun-tahun lamanya telah lahir dimuka bumi, dan sedang tumbuh dewasa, Tuhun berkata lain kepada Ibrahim, ya ibrahim sebelihlah putramu ismail untuk kau kurbankan atas nama Tuhanmu. Ibrahim pun, harus merelakan putra yang disayanginya yakni ismail untuk dikurbakan, ismail pun merelakan dirinya untuk dikurbankan atas nama Tuhannya (Alloh SWT).
Kerelaan dan keihlasan keduanya lah, kemudian Alloh mengantikan ismail dengan domba sebagai kurban.
        Dari pristiwa itu lah kini setiap 10 Dzulhijjah diperingati sebagai hari idhul adha ( riaya kurban).
Bukan hanya itu peristiwa itu pun terhubung dengan pristiwa lahirnya ismail As dan dibangunya Ka'bah baitullah.  Yang kini juga dipringati sebagai lebaran haji.
Satu pertanyaan yang begitu meronta dan mengusik ketenangan ku, apakah pristiwa itu hanya dipringati secara seremonial saja?
Bahkan pristiwa-pristiwa tersebut menjadi satu ladang bagi kaum pemilik modal untuk memanfaatkan moment perayaan tersebut dalam miningkatkan pundi-pundi kapitalnya.

         Ketika aku bertemu dengan teman, juga kakak sepupu yang telah pulang dari studimya disalah satu universitas dijakarta, dengan asik kita bicara ini dan itu mengenai idhul adha, namun ada hal yang menarik bagiku ketika sampai dipembahasan mengenai nilai yang harus dicapai dalam setiap pristiwa bukan hanya perayaan simbol secara seremonial nya, namun nilai apa yang bisa dipetik dalam setiap pristiwa dan sejarah masa lalu. Khsusnya dalam pembahasan idhul adha.
Dalam pristiwa yang mengiringi perayaan idhul adha tersirat nilai yang dapat kita petik, dalam kehidupan religius. dan harusnya nilai itulah yang menjadi tujuan umat beragama dalam mejalankan atau mempringati pristiwa-pristiwa keagamaan, bukan sebaliknya.

        "dalam diri kita adalah Ibrahim, dan ismail" Mungkin kalimat ini begitu kontroversi dan terkesan konyol jika dibaca sekilas. Mengapa dalam diri kita adalah Ibrahim dan ismail?, sebab dalam diri kita memiliki kemelekatan pada sesuatu yang kita cintai layaknya Ibrahim kepada ismail, dan kemelakatan itu pula yang harus dikurbankan oleh Ibrahim kepada ismail dan keralaan ismail sehingga kemelakatam itu sirna. Bukan ismailnya yang disembelih dan dipotong oleh ismail namun kemelkatan itulah yang disembelih, sama halnya dengan kita, kemelekatan-kemelekatan pada segala sesuatu lah yang harusnya kita kurbankan dan sembelih, baik itu harta, jabatan, pacar, istri bahkan anak. Sebab kemelekatan itulah yang akan menjauhkan kita kepada kemelekatannya Tuhan. Sebab sesuatu yang kita cintai dan terlalu melekat itupun akan menjadi jelek, misalnya ketika kita mencintai seseorang dan kita lekatkan diri kita dan pandangan kita pada satu titik pasti tidak akan terlihat indah. Contoh kemelekatan mata kita pada pipi pasangan kita maka kita tidak bisa melihat keindahan pasangan kita. Namun ini jangan diartikan sempit, yakni keantian pada dunia.

         Disela-sela obralan yang menarik itu pula aku berdo'a dalam hati kecilku, "Tuhan Ibrahim kan hamba dan ismailkan hamba" kalimat ini jangan diartikan bahwa saya meminta untuk menjadi Ibrahim dan ismail sekaligus, namun bagaimana sifat-sifat Ibrahim dan Ismail lah yang ku minta dari Tuhan. Obralan pun berakhir dipenghujung sore kala matahari mulai menyingsing ke arah barat dan senja pun mulai nampak. Namun obralan ini menjadikan ku mengertitentang banyak hal utamanya tentang pristiwa dan disetiap pristiwa mengajarkan nilai.

0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE