kontributor: Teteh erni, Ragil Ajeng, Raka, Irfan, Nanik
Sisa hujan membuatku menerawang pada namamu
Di balik bilik itu masih tersimpan indah kisah kita
Aku diantara sajak – sajakmu!
Sajak yang membuat kita terus merindu
Sajak yang kita tulis dan kita lipat - lipat menjadi perahu
kertas
Aku cuma ingin kamu bilang rindu balik padaku
Kenapa tidak?
Sedangkan aku begitu
Tapi nyatanya rindu kita hujan di tempat yang berbeda
Iya, aku disana dan kamu disini
Namun hujan jatuh di kepalaku saat kita menatap langit yang
sama
Kita tersenyum pada rembulan yang sama
Dan rindu kita menyatu disana
Di laci - laci usang ku temukan lipatan -lipatan perahu
kertas itu
Bagaimana kalau kita layarkan bersama kertas – kertas itu
Berlayar dalam tong sampah?
Sepupus itu kah harapanmu?
Bukankah samudera bergitu luas untuk kita bisa berlayar
bersama
Untuk kali ini, di sisa hujan - hujan genangan ini, aku
layarkan satu persatu perahu kertas itu
mesku sudah muak ketika kau meninggalkanku
Di samudera tong sampah
Itu katamu. Aku tak
pernah menganggap samudera adalah tong sampah
Karena bagiku, berlayar disana bersamamu adalah sebuah
harapan, sebuah keinginan yang harus kita wujudkan
Aku tetap menerawang di sisa hujan ini
Saat ku minta tuhan saja untuk menjodohkan kita, meskipun
kita tetap tidak jodoh
Berjodoh saja dengan hujan
Kalau memang tuhan menginginkan itu terjadi, aku akan menerima apapun yang ditetapkanNya
Yasudah, pergilah dan berjalanlah dengan pilihan yang kau inginkan
Aku berjanji, malam ini aku akan berunding dengan tuhan
Aku akan berlotre dnganNya agar ia setuju padamu
Tapi aku tak bisa tidur malam ini
Bukankah malam ini adalah malam yang indah
Meskipun rindu ini hanya aku yang merasa
Ternyata rindu ini menggumpal di ulu dada dan sulit untuk ku
tulis
Lagi-lagi rindu menyimpannya di senja
Hingga pelangi tak pernah tahu bahwa rindu merindui senja
Lalu, apa kabar bunga kemangiku?
0 wicara:
Posting Komentar