Oleh Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag Surabaya
FISIP Untag Surabaya
Sungguh serupa pertunjukkan teater:
Setengah bulanan yang lalu, saya ditegur Tuhan, melalui keluarga saya. Peringatan diberikan karena mereka merasa tak lagi saya prioritaskan. Mereka menganggap saya telah dzalim dan tidak adil, sebab saya telah meletakkan mereka dalam urutan nomor sepatu, di bawah urusan 'egoisme akademi' saya yang informal. Saya pun di(ter)paksa harus memilih 'rumah'.
Saya akhirnya tak bisa lagi datang berlama-lama di bawah pohon Sawo.
Saya pernah menyangka, jika setelah ini, saya akan beristirahat bicara di forum pohon sawo itu. Setelah hampir satu semester lebih menjalaninya setiap malam per minggu, bahkan seringkali hampir setiap malam, di seluruh hari dalam minggu. Tanpa mengenal hari libur.
Bicara, atau, tepatnya, berwacana memang menyenangkan. Laiknya menorehkan cat di kanfas lukisan, yang dituntut bukan hanya supaya tampak indah dipandang mata saja. Lebih dari itu berwacana pada hakekatnya merupakan sebuah kegiatan yang 'gelisah' dan 'penasaran'. Berorasi, hanyalah salah satu etape saja dari banyak tahapan, yang didahului oleh perjalanan akademi yang resah, penasaran panjang, sekaligus melelahkan dari kesejarahan individu, sebelum akhirnya terbentuk bank gagasan di dalam tempurung kepala sang pewacana. Sehingga saat wacana saya wedharkan, seolah saya sedang belajar lagi dan lagi. Tiap kali saya bicara, saya merasa seperti bersekolah kembali. Karenanya, usai dari kampus saya berniat untuk menghabiskan waktu 'tahanan' di rumah dengan memperkaya wacana. Saya tidak ingin wacana lama saja yang menjadi mindsett di benak saya. Ingin sekali saya merenangi dan tenggelam dalam lautan wacana-wacana baru tetapi bukan sekadar wacana yang remeh dan apa adanya. Saya memimpikan grand-grand wacana baru dari banyak wacana yang berserakan di seluruh pojok-pojok dunia. Tapi sayangnya, saya sendiri justeru tidak yakin dengan diri saya. Apakah saya kuat berlama-lama menjadikan diri sendiri sebagai tahanan rumah? Kadangkala, saya meragukan tekad diri saya sendiri.
Bagi saya, yang pernah berlama-lama duduk bersila dalam lingkaran bawah pohon sawo, mustahil untuk bisa melupakan 'kenangan' forum itu. Atau muskil rasanya, bagi saya, untuk hanya bisa sekedar pura-pura menganggap bahwa forum pohon sawo 'tak pernah ada'. Alasannya bukan karena di forum pohon sawo itu ditemukan dunia 'ideal', tempat menemukan cinta antar sesama, area suci, wilayah yang bersih, tak bersalah dan sebagainya, laksana pohon Kun yang dikirim dari surga sehingga tanpa cacat dan cela di sana, bukan! Bukan itu.
Sawo sebagai forum tak ubahnya seperti komunitas-komunitas yang lain, yang juga tak lepas dari kekurangan. Masing-masing punya sudut gelap dan bau basinnya sendiri, pun juga Sawo. Ia keropos, pesing dan bopeng di sana-sini.
Saya selalu ingat dengan forum sawo, justeru karena di sanalah tempat saya dan yang lain berkumpul. Menyadari bahwa sebagai manusia biasa, saya, juga yang lain, merupakan makhluk yang serba terbatas, buruk, dan banyak kekurangan. Sehingga kesadaran akan keterbatasan inilah yang mengikat saya dan yang lain untuk selalu 'rindu' untuk bisa bertaut, mendialog kan problem diri, mempertemukan persoalan hidup masing-masing, mengetengahkan kekurangan semua untuk dipecahkan. Dari sanalah terbentuk lingkungan paguyuban sebagai sebuah media, ruang bicara, diskusi, berdebat, berargumentasi, mencatat, menggambar dan menuliskannya lagi, meski seringkali tidak juga terpecahkan, namun saya dan yang lain, telah memperoleh hal lain, selain terpecahnya masalah, yakni: rasa lega dan kesadaran ihtiar.
Saya, dan yang lain, dapat merasakan ikatan kuat dari 'tali tak nampak' itu, dan agaknya tali kuat inilah yang selalu nggandholi (melarang) masing-masing anggota untuk tidak pergi terlalu jauh dan berlama-lama. Tali Kangen dan tali membutuhkan lah yang sering tiba-tiba menyelinap diam-diam ke dada masing-masing anggota. Dan membuat mereka merasa wajib harus kembali pulang ke rumah pohon ilmu.
Kali ini saya merasakan ikatan tali teramat kuat tersebut. Ketika saya memutuskan untuk istirahat di rumah, ternyata Forum Sawo pagi dan siang memanggil manggil untuk bibuatkan tali ikatan serupa. Dan karena alasan tarikan kuat tali tersebut saya tak kuasa menolaknya: Ah, dasar. kampret kamu Sawo!
2 wicara:
meronta-rRRonta Aqiqa membacanya
knapa dirimu ikutmeronta membacanya? adakah kesedihan akademisku berasa olehmu juga?? hehehe
Posting Komentar