data-ad-format="auto"

AWAN HITAM MENYELIMUTI SEMESTA RAYA

Oleh Hasan Ismail

Maunya ini, maunya itu. Inginya seperti ini dan inginya seperti itu.
Dunia tak asik, negara pun tak seindah imaji, hidup hanya bayang-bayang penderitaan.

Kalimat itu begitu liar keluar dari mulut busuk ku.
 
Lelah pun tak lagi bisa ku tahan. Waktu terus berjalan, bumi pun masih ber-rotasi sesuai porosnya. Matahari masih terbit dari ufuk timur dan tengelam di ufuk barat. Tanda-tanda akhir zaman pun belum nampak.
Tukang becak masih mengayuh becaknya untuk memenuhi kebutuhanya. Petani masih menanam dikebun, begitu juga dengan pasar yang masih melakukan aktifitas transaksi jual-beli. 

Guru dan dosen masih mengajarkan ketamakan dan kerakusan di sekolah dan universitas. Ulama dan kiyai masih berkhotbah di televisi dan mimbar masjid, menyampaikan ilusi - ilusi suci. Seniman dan budayawan masih membuat hiburan rakyat dan propagada gelap dibalik tirai estetika. Corporate sedang merancang strategi penghisapan moderen. Pemerintah dan birokrat sibuk menyusun dalil - dalil hukum dalam upaya merampok secara jama'ah.
Siswa dan Mahasiswa sibuk mengejar angka - angka dan berharap mampu membawanya pada kesejahteraan kelak.Lembaga negara dan swasta bergotong-royong untuk melindungi diri dari jeratan malaikat. Kepolisian dan tentara berebut porsi makan. Ormas dan Ormawa, menyelinap dalam sendi-sendi kepentingan popularitas semu. 
Semua bicara tetang kebanaran, semuanya bersandarkan idealisme juga individualisme. 

Senja masih menyapa merona diujung simpang baru kota santri. Burung masih berkicau dan berterbangan mencari tepat bermain yang tak kunjung ditemui. Pepohonan yang biasa disinggahi kini telah hilang termakan kerakusan-kerakusan manusia. Dengan dalil-dalil pembangunan kota, burung-burung pun harus menerima nasib untuk bermigrasi mencari tempat tinggal. Sesekali burung - burung itu menyapa dengan senyum sinis, lalu bergegas terbang lagi.
Pemerintah seharusnya berhenti menjadi dewa dalam permainan-permainan semu. Agamawan jangan belagak jadi "tuhan" dan memperjuangkan atas nama Tuhan. Ilmuan, berhentilah untuk menyombongkan intelektualitasmu!!!
Sesunguhnya itulah yang menciptakan ketidak-adlian dan kemelaratan serta kerusakan yang membumi ayu dalam sendi-sendi kehidupan. Stop!! Dari detik ini! ~=-) ~=-)
 
Senja pun pergi dengan malu-malu. Awan hitam pun menyelimuti semesta. Namun hujan tak kunjung turun, begitu juga dengan rembulan yang engan muncul.

Lelahku mungkin sudah diujung ubun-ubun. Kaki pun tak lagi mampu melangkah. Mata ini malas untuk memandang apapun. Telinga pun serasa tuli. Mulut enggan berbicara atau membaca. Indra ini telah lumpuh.
Tamu yang tak diundang pun datang, iya, dia kawan yang biasanya berdiskusi denganku mengenai politik, ekonomi dan sebgainya. Dari masalah pribadi hinga multi nasional pun biasa kita diskusikan.
 
Ahh sudahlah, hari ini tubuh dan indraku sudah amat lelah. Otakku pun tak lagi bisa berfikir.
Teriakan dan gedoran pintu menjebol dinding kesadaranku. Aku pun tak bisa menolak itu.
Diskusi pun berjalan seperti biasa. Adu argumentasi pun tak terhindarkan, dan aku hanya diam meski telinga ini mendengar perbincangan yang terjadi. 

Dunia tak asik lagi, pikirku. Realita yang terjadi? Negara tak seindah imajiku, korupsi sudah membudaya, hukum pun jadi permainan sekelompok golongan berkepentingan. Rakyat terpecundangi oleh wajah ramah yang memperlihatkan kepudilian, namun itu hanya kamuflase. Sedangkan Aset-aset negara dilepas seperti burung merpati. Rakyat dilepas di alam pasar bebas yang tamak dan rakus. Oramas hanya dijadikan alat untuk mendaptkan kekuasaan.

Pendidikan hanya mengajarkan untuk bersaing dalam memenuhi hasrat keinginan.
Sedangkan ormawa ditungangi kepentingan-kepentingan yang berselimut idialisme, atau hanya untuk mancari popularitas semu.

Awan hitam benar - benar menyelimuti semesta. Budayawan dan seniman berhenti membuat hiburan-hiburan yang menjerumuskan. Agamawan hanya mengajarkan ilusi-ilusi surga.

Seluruh tindakan sudah dijalani. Logika dan rasio tak mampu menerjemahkan realita.
Ajaran-ajaran pemerintahan dari zaman ortodoks samapai moderen sudah diterapkan: dari monarcy, sosials, trias politica, sampai libralis universal tak mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.
Sebab ajaran-ajaran itu adalah kamuflase keangkuhan manusia.


3 wicara:

Ragil Ajeng Pratiwi mengatakan...

Istirahat mas mail, istirahat.. tapi nanti jangan lupa bangun lagi yaaa

www.pusat-grosir-surabaya.blogspot.com mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Cafepena mengatakan...

Huhuhuhuhuu......

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE