data-ad-format="auto"

KORUPSI, NEGARA, ANARKO DAN MAFIA

Achluddin Ibnu Rochim

FISIP UNTAG Surabaya



Korupsi. 
Hari ini, berhasil membuka kedok kita. Ia menampakkan wajah kita yang sesungguhnya. Diplomasi, bahasa humas, juga senyum basa basi 'khas pejabat kita' tak bisa buat lagi tedeng aling-aling. Korupsi menggerogoti seluruh sendi kehidupan. Terutama negara. Ia sarang, sekaligus agen dari patologi sistemik ini. 
Korupsi, seperti kanker di selangkangan. Membuat si sakit kesulitan berjalan. Menghambat langkah. Terseok. 
Ia tumbuh, berkembang tanpa diminta. Merayap, pelan, tanpa suara tapi ganas dengan hasil, pasti. Banyak tokoh di posisi strategis, disinyalir, ternyata, bersinggungan dengan 'jenis maling tingkat elite' ini. Kalaupun bukan sebagai pelaku, setidaknya mereka 'mengetahui'. Bagi sang Hukum, 'mengetahui tapi diam atau tidak melapor' sama saja dengan turut serta dalam kejahatan. Dan ini saja sudah cukup untuk menggelandang mereka ke kursi pesakitan. Dan memang banyak yang berharap mereka dikirim ke terali, di kerangkeng. 
Tapi nyatanya, mereka toh belum juga nyampai di penjara. Buat mereka, sistem hukum kita seperti menemui gang buntu. Tiba-tiba macet! 
Adakah yang salah? Tentu. Hanya saja sulit dibuktikan. Semua lini birokrasi saling menutup 'kamar rahasia' masing-masing. Buahnya adalah 'tanpa sengaja terjadi tindakan saling melindungi satu sama lain'. Agaknya mereka sangat memahami permainan sistem ini. Mungkin karena pengalaman. Mungkin karena berkuasa. Dengan kekuasaan politik mereka bisa melenggang, bebas dari jerat. Lolos. Meninggalkan rasa mangkel di dada para pemerhati korupsi. Jengkel memang. 
Bisa apa kita? Jika seluruh kunci politik mereka yang pegang. 
Partai politik dikendarai. Kekuasaan politik diraih. Legitimasi dilekatkan. Sistem politik diciptakan. Perilaku, partisipasi dan proses politik dikendalikan. Bahkan media massa dikontrol dengan saham kepemilikan. Muaranya jelas, yakni penggiringan gagasan publik. Lalu yang terjadi adalah kesadaran kolektif yang terpimpin. Ingat juga: bedil mereka yang punya. 
Kita mahfum, bahwa politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Ia merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Dengannya pula segala keputusan, berikut aturan perundangannya, dirumuskan dan dilaksanakan. 
Kesimpulannya: hukum pun ada di tangan mereka. Ibarat belati, mustahil, hukum ditikamkan ke diri sendiri. Tidak ada kamusnya. 
Lantas apa jadinya, jika negara menjadi tempat bercokol para kriminal ini? Padahal, ada nasib bangsa dipertaruhkan di sana. Membiarkan sama saja dengan kita menyerahkan leher pada algojo. Mengingat segala kekuasaan tergenggam pada tangan kotor mereka. Sedang kita? Kita sama sekali tak miliki akses ke arah proses pembentukan, juga pembagian kekuasaan yang terwujud dalam segala pembuatan keputusan itu. 
Dalam sebuah model 'negara garong' semacam ini tak ada cara lain selain 'perang' terhadapnya. Sayangnya, kita tak punya 'sumber' untuk itu. Perang, bahkan untuk formasi dasar dari taktik bertempur klasik seperti yang diajarkan Romawi pun, kita tidak sanggup. Karena perang adalah mengorganisir pasukan secara disiplin, agar bisa bertempur secara efektif. 
Pada kita, tidak tersedia cukup komandan militer untuk langsung menyerang frontal ke arah musuh. Belum juga cukup informasi, berdasarkan jumlah dan kekuatan pasukan yang masif. Apalagi keberuntungan, rasanya jauh. 
Secara Militer, kita sadar bahwa kita tidak selamanya bisa mengandalkan perang konvensional ini. Kita harus beralih ke strategi cara berperang yang tepat. Setiap situasi, mesti ditangani dengan cara yang berbeda. Medan, kekuatan pasukan lawan, jenis dan spesifikasi ketersedian pasukan sendiri menjadi pertimbangan. 
Perlawanan dengan cara membisu sudah pernah dicoba. Justeru para bandit ini semakin menjadi-jadi. Perjuangan lewat hukum pun terpental. Majal. Mereka lebih takut miskin dibanding takut hukum. Tambah hari bertambah urakan. Vulgar. 
Barangkali sudah tiba masanya gunakan perang cara Anarkisme. Bukan anarkisme nya Proudhon yang lembek itu. Tapi mungkin gerakan anarkisme ala Bakunin. Anarkisme si Rusia ini mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuh suburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan. Dihancurkan. 
Bagi Bakunin, Anarkisme harus dinyatakan dengan tindakan yang mengutamakan kekerasan dan pembunuhan sebagai basis perjuangan. Pembunuhan kepala negara, pemboman sarana prasarana milik negara, serta perbuatan teroris lainnya dibenarkan sebagai cara untuk menggerakkan massa agar berontak. Dari sana, kita berharap Revolusi akan menemukan putra putri Patriotnya. Agar gerakan perubahan mendasar terlaksana pada akhirnya, dengan bukan di bawah sang anarko yang dilanggengkan. 
Triad di Pecinan, Yakuza di Jepang, juga Mafia di Italia telah dan terus mengaplikasikan pola gerak anarkisme ala Bakunin ini kendati tanpa mereka sadari. Hanya di pola bukan di filosofi tujuannya. 
Halnya dengan Mafia, yang konon dibentuk sekitar abad ke-19 oleh para tuan tanah feodal di Sisilia, Italia itu, telah berhasil membentuk sebuah kelompok pengikut, dengan tugas menjaga tanah dari ancaman pasukan petani maupun aparat pemerintah. Dari kelompok ini kemudian menjadi sebuah organisasi, lalu disebut mafia. Kelompok ini mampu bahkan sejajar dengan organisasi badan-badan resmi pemerintah. 
Awalnya, mereka hanya beroperasi di pedesaan Italia. Pasca Perang Dunia ke 2 terus meluas bahkan hingga menyeberang ke luar Italia. Ke Amerika Serikat, berkat seorang Don. 
Adalah Don Vito Carleone, seorang imigran Amerika asal Italia, Ia datang ke Amerika Serikat pada usia 12 tahun demi menyelamatkan diri dari musuh keluarganya di Italia. Di negeri barunya ia tinggal bersama keluarga Abbandando pemilik toko makanan di Hell's Kitchen, New York. 
Di toko itulah Vito kecil memulai kariernya sebagai pemimpin mafia kelak. Sebagaimana darah Sisilia yang mengalir kuat dalam diri mengantarnya memilih mafia sebagai jalan hidup. 
Sebagai gembong mafia penguasa wilayah New York, ia jauh dari kesan maskulin. Ia hanyalah seorang lelaki tua bertubuh pendek gemuk dengan kepala nyaris tanpa leher. Berkepribadian tenang, tak banyak bicara, cenderung dingin sehingga terkesan kejam dan tak peduli. 
Sebagai kepala mafia yang dihormati sekaligus ditakuti oleh kawan dan musuh, ia terkenal adil dan bijaksana terhadap anak buah, keluarga, dan juga para lawannya. Ia jujur, cerdas, dan dapat dipercaya. Tindak-tanduknya tegas, serba penuh perhitungan. Sejak itu, orang-orang selalu datang kepadanya untuk meminta bantuan berupa nasihat ataupun "keadilan" versi mafia. 
Di Amerika Serikat sendiri, istilah mafia dipakai untuk menyebut bentuk-bentuk kejahatan tertentu yang terorganisasi. Kata Mafia sendiri dirujuk dari bahasa Italia 'La Cosa Nostra' sebagai panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat. Mafia, sebuah konfederasi orang-orang Sisilia di Abad Pertengahan, dibentuk untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum sendiri (main hakim). Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir, lantas berkembang ke amerika pada abad ke 20 hingga mencapai puncaknya. Mereka mempunyai kekuatan dan pengaruh besar. Ditakuti karena dapat mengganggu sendi dari setiap aspek bernegara. FBI sebagai kepanjangan tangan negara Amerika pernah dibuat pontang panting oleh para "mafioso", sebutan untuk anggota mafia, yang berarti "pria terhormat". 
Bagaimana dengan mafia diindonesia? 
Tidak seperti mafia Italia, Amerika atau Brazil bisnis ilegal narkoba dan senjata api, mafia Indonesia bisnis dengan cara legal namun melalui cara ilegal. Ia meggunakan segala cara demi kemajuan bisnis mereka. 
Pergerakannya cukup samar, bukan saja karena informasi tentang mereka sangat terbatas, namun mafia Indonesia didirikan dalam bentuk 'kekerabatan'. Pola gerakannya sama yakni menghisap, perlahan menggerogoti. Modusnya adalah menciptakan ketergantungan, dengan para 'klien' berada di bawah dan berlindung pada naungan pimpinan tertinggi (don) sebagai sang 'patron'. Kekerabatan itu sendiri telah berlangsung berpuluh tahun. Mereka aman, establish, sebab mensyaratkan para klien menjunjung tinggi kesetian di dalam kerabat hingga terjadinya peralihan era. 
Dalam perjalanan, ada yang bertahan, ada yang berganti, juga ada yang jatuh. Mati. 
Mafia yang sekarang masih ada merupakan metamorfaosa dari mafia era sebelumnya. Manakala sang pimpinan tertinggi (patron) terjungkal dari tampuk, maka kekuatan terserak, membentuk kerabat sendiri-sendiri. Sebagian berkembang pesat, yang lain mencoba terus hidup, sisanya berakhir mati. 
Bagi Mafia hasil metamorfosa, terdapat kesadaran bahwa ada hal yang harus dirubah dari sistem yang mereka gunakan sebelumnya. Perkembangan dan penguasaan aspek penting atas negara tidak cukup hanya disandarkan pada figur Patron, tapi juga harus ikut terlibat mewarnai penuh di dalam sistemnya. Demokrasi terlanjur dijunjung bangsa ini. Karenanya harus juga dimanfaatkan untuk menancapkan daya cengkeram. Selain berbisnis, kerabat juga ikut andil di pemerintahan mengambil posisi penting. Jika perlu beli partai politik, agar dapat menentukan hitam putihnya negara. Setidaknya bisa tawar menawar demi melempangkan jalan bagi kerabat sendiri. 
Melihat naga-naganya mafia Indonesia tidak dalam posisi antagon, malah berselingkuh dengan sistem negara. 
Ternyata mafia atau 'kerabat' di Indonesia bukanlah sang anarko yang diharapkan. 
Jika ini yang terjadi, pupuslah gerakan anarkhisme yang mengincar basis massa para mafioso itu. Dan Revolusi tidak mungkin meledak tanpa sebuah letusan moncong. Tanpa semarak kaum anarko ini, panggung menjadi sepi. 
Ataukah, jangan-jangan yang sekarang bercokol di negara dan korup itu, justeru adalah Mafia itu sendiri? Yang malih rupa dalam wujud dan jubahnya yang baru. 'Kerabat'. 
Kalau iya, celakalah bangsa ini. Karena tak ada lagi tersisa 'jalan lain' untuk menangkan perang. 
Terlanjur kuat mengakar para 'kerabat' berkuasa. Tentu saja dengan kursi tampuk tertinggi di atas sana. Dengan duduk anggun seorang God Father.

0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE