data-ad-format="auto"

JANJI GURU

Achluddin Ibnu Rochim
FISIP Untag SURABAYA

Related image
Jika tuan adalah seorang Guru, antara Janji dan Kode etik, manakah yang akan tuan dahulukan?
Kala tuan sulit menjawab, tanyalah pada Bhagawan Drona. Seorang maha guru yang pilih tanding, tetapi terlilit rasa dilematis.
Hanya karena ia terlanjur berjanji pada Arjuna, konon, ia menolak Bambang Ekalaya alias Palgunadi yang datang berharap untuk berguru padanya.
Bukan karena si Palgunadi adalah seorang pangeran kaum rendahan, dari Nisada. Juga bukan karena Palgunadi dari kaum pemburu yang tidak se tampan Arjuna dan tak bergelimang harta, tidak!
Tetapi lebih karena ia terlanjur berucap janji, bahwa murid yang akan dijadikan sebagai pemanah terbaik se jagad raya adalah Arjuna, bukan yang lain. Janji ini lah yang menjadi belenggu baginya, menjadi aib atas kebegawanannya, menjadikan cacat bagi Drona karena terkesan ia pilih kasih.
Para Mahresi di luar mendengar kisah ini, dan mereka mencibir pada sikap Drona yang dilihat sebagai tidak adil terhadap para murid ini. “Drona kelewat sayang pada Arjuna melebihi murid-murid lain. Drona sudah tidak pantas lagi menjadi guru. Kearifan dan kebijakan Drona telah luntur, ilmunya juga sudah pasti menumpul, tidak tajam”
Apakah kewaskitaan dan kesaktian ilmu Drona menjadi menyusut? Para resi itu tak tahu, bahwa ternyata cemoohan mereka terjawab. Bukan oleh Drona, tetapi oleh Palgunadi sendiri, murid yang tak diingini Drona.
Kabarnya, setelah Palgunadi diusir dari perguruan Sang Begawan Drona, ia masuk ke hutan. Dalam rasa sedihnya yang teramat dalam, akibat tak diterima oleh satu-satunya guru pujaan itu, ia lalu membangun sebuah patung yang menyerupai Drona. Sejak itu mulailah ia belajar sendiri. Palgunadi berlatih di bawah bayangan patung Sang Guru. Setiap hendak berlatih dipujanya Patung itu. Setiap berhadapan dengan patung Palgunadi menghormat dengan takzim, layaknya seorang murid yang sedang menimba ilmu pada sang guru.
Hari demi hari, bulan berlalu, dan tahunpun berganti, berkat Pemujaan yang tulus, rasa hormat yang tinggi, dan kegigihan dalam berlatih, Palgunadi tergembleng menjadi seorang prajurit yang tangguh dan terampil dalam ilmu memanah, bahkan jika disejajarkan dengan Arjuna, ia ada di atas angin. Palgunadi menjadi ‘Linuwih’!
Jagad Keprajuritan geger. Karena telah hadir pemanah ulung seantero dunia yang kecakapannya melebihi Arjuna. Semua orang bertanya-tanya, murid siapakah gerangan, pemuda yang sakti melebihi Arjuna tersebut? Dan setiap ditanya, dengan bangga, Palgunadi memperkenalkan dirinya sebagai murid Bagawan Drona.
Drona, mendengar ini menjadi gelisah, ia teringat akan janjinya pada Arjuna. Kesaktian Palgunadi ini berarti sama dengan ingkarnya Drona atas janji pada Arjuna, bahwa tak akan ada pemanah lain yang mampu melebihi Arjuna di kolong langit ini. Janji seorang Guru, terancam di sini.
Dan kita pun tahu, bagaimana akhir kelanjutan jalan cerita tersebut.
Demi janji yang harus ditepati, maka di hadapan Drona, Palgunadi, si murid yang bertepuk sebelah tangan ini diminta untuk melakukan Dakshina, sebagai bukti bhakti seorang murid pada gurunya. Dan Dakshina yang diminta oleh Drona dari Palgunadi adalah supaya Palgunadi memotong ibu jarinya.
Palgunadi tahu bahwa jika ia memotong ibu jarinya sendiri, itu sama saja dengan ia kehilangan cincin Mustika Ampal yang selama ini melekat di ibu jarinya, yang itu artinya ia akan kehilangan kesaktian, juga kemampuan memanah. Sementara di pihak lain, Arjuna telah memiliki dan kuasai Ajian Danu Weda, sebuah ajian pamugkas milik Drona yang ia mohon tapi tak pernah diberikan. Namun sebagai murid Palgunadi tidak mungkin menolak permintaan sang Guru, maka tanpa pikir panjang lagi, akhirnya, Palgunadi memotong ibu jarinya sendiri, lantas menyerahkan potongan jarinya pada Drona sebagai sesembahan.
Peristiwa pemotongan ibu jari inilah yang kelak akhirnya membawa kekalahan dan Kematian Palgunadi dalam pertempuran di Palagan kerajaan Prabu Jarasanda tatkala melawan Sri Krishna dan Balarama. Palgunadi terbunuh oleh pasukan Senapati Yadawa.
Kita tahu, Kematian Palgunadi itu bukanlah kematian biasa.
Karena untuk sesaat, alam seperti terhenti, seisi dunia sedang menunda diri, demi untuk menghormati selembar nyawa milik Palgunadi yang sedang regang. Sebuah kematian yang magis! dan tak perlu ditangisi. Karena nyawa yang terputus itu telah berjasa besar dalam menyelamatkan sebuah Janji Prasetya. Janji dari seorang Maha Guru.
Bagaimanakah dengan janji guru di hari ini?
Selamat Hari Guru.

0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE