
Kala tuan sulit menjawab, tanyalah pada Bhagawan Drona. Seorang maha guru yang pilih tanding, tetapi terlilit rasa dilematis.
Hanya
karena ia terlanjur berjanji pada Arjuna, konon, ia menolak Bambang
Ekalaya alias Palgunadi yang datang berharap untuk berguru padanya.
Bukan
karena si Palgunadi adalah seorang pangeran kaum rendahan, dari Nisada.
Juga bukan karena Palgunadi dari kaum pemburu yang tidak se tampan
Arjuna dan tak bergelimang harta, tidak!
Tetapi lebih karena ia
terlanjur berucap janji, bahwa murid yang akan dijadikan sebagai pemanah
terbaik se jagad raya adalah Arjuna, bukan yang lain. Janji ini lah
yang menjadi belenggu baginya, menjadi aib atas kebegawanannya,
menjadikan cacat bagi Drona karena terkesan ia pilih kasih.
Para
Mahresi di luar mendengar kisah ini, dan mereka mencibir pada sikap
Drona yang dilihat sebagai tidak adil terhadap para murid ini. “Drona
kelewat sayang pada Arjuna melebihi murid-murid lain. Drona sudah tidak
pantas lagi menjadi guru. Kearifan dan kebijakan Drona telah luntur,
ilmunya juga sudah pasti menumpul, tidak tajam”
Apakah kewaskitaan
dan kesaktian ilmu Drona menjadi menyusut? Para resi itu tak tahu,
bahwa ternyata cemoohan mereka terjawab. Bukan oleh Drona, tetapi oleh
Palgunadi sendiri, murid yang tak diingini Drona.
Kabarnya,
setelah Palgunadi diusir dari perguruan Sang Begawan Drona, ia masuk ke
hutan. Dalam rasa sedihnya yang teramat dalam, akibat tak diterima oleh
satu-satunya guru pujaan itu, ia lalu membangun sebuah patung yang
menyerupai Drona. Sejak itu mulailah ia belajar sendiri. Palgunadi
berlatih di bawah bayangan patung Sang Guru. Setiap hendak berlatih
dipujanya Patung itu. Setiap berhadapan dengan patung Palgunadi
menghormat dengan takzim, layaknya seorang murid yang sedang menimba
ilmu pada sang guru.
Hari demi hari, bulan berlalu, dan tahunpun
berganti, berkat Pemujaan yang tulus, rasa hormat yang tinggi, dan
kegigihan dalam berlatih, Palgunadi tergembleng menjadi seorang prajurit
yang tangguh dan terampil dalam ilmu memanah, bahkan jika disejajarkan
dengan Arjuna, ia ada di atas angin. Palgunadi menjadi ‘Linuwih’!
Jagad
Keprajuritan geger. Karena telah hadir pemanah ulung seantero dunia
yang kecakapannya melebihi Arjuna. Semua orang bertanya-tanya, murid
siapakah gerangan, pemuda yang sakti melebihi Arjuna tersebut? Dan
setiap ditanya, dengan bangga, Palgunadi memperkenalkan dirinya sebagai
murid Bagawan Drona.
Drona, mendengar ini menjadi gelisah, ia
teringat akan janjinya pada Arjuna. Kesaktian Palgunadi ini berarti sama
dengan ingkarnya Drona atas janji pada Arjuna, bahwa tak akan ada
pemanah lain yang mampu melebihi Arjuna di kolong langit ini. Janji
seorang Guru, terancam di sini.
Dan kita pun tahu, bagaimana akhir kelanjutan jalan cerita tersebut.
Demi
janji yang harus ditepati, maka di hadapan Drona, Palgunadi, si murid
yang bertepuk sebelah tangan ini diminta untuk melakukan Dakshina,
sebagai bukti bhakti seorang murid pada gurunya. Dan Dakshina yang
diminta oleh Drona dari Palgunadi adalah supaya Palgunadi memotong ibu
jarinya.
Palgunadi tahu bahwa jika ia memotong ibu jarinya
sendiri, itu sama saja dengan ia kehilangan cincin Mustika Ampal yang
selama ini melekat di ibu jarinya, yang itu artinya ia akan kehilangan
kesaktian, juga kemampuan memanah. Sementara di pihak lain, Arjuna telah
memiliki dan kuasai Ajian Danu Weda, sebuah ajian pamugkas milik Drona
yang ia mohon tapi tak pernah diberikan. Namun sebagai murid Palgunadi
tidak mungkin menolak permintaan sang Guru, maka tanpa pikir panjang
lagi, akhirnya, Palgunadi memotong ibu jarinya sendiri, lantas
menyerahkan potongan jarinya pada Drona sebagai sesembahan.
Peristiwa
pemotongan ibu jari inilah yang kelak akhirnya membawa kekalahan dan
Kematian Palgunadi dalam pertempuran di Palagan kerajaan Prabu Jarasanda
tatkala melawan Sri Krishna dan Balarama. Palgunadi terbunuh oleh
pasukan Senapati Yadawa.
Kita tahu, Kematian Palgunadi itu bukanlah kematian biasa.
Karena
untuk sesaat, alam seperti terhenti, seisi dunia sedang menunda diri,
demi untuk menghormati selembar nyawa milik Palgunadi yang sedang
regang. Sebuah kematian yang magis! dan tak perlu ditangisi. Karena
nyawa yang terputus itu telah berjasa besar dalam menyelamatkan sebuah
Janji Prasetya. Janji dari seorang Maha Guru.
Bagaimanakah dengan janji guru di hari ini?
Selamat Hari Guru.

https://orcid.org/0000-0003-2892-5411
0 wicara:
Posting Komentar