data-ad-format="auto"

Robohnya Liberalisme



Oleh Kususma Ndaru
Mahasiswa Psikologi UNTAG Surabaya

Tiga ratus tahun terakhir kerap di gambarkan sebagai zaman bertumbuhnya sekulerisme. Ketika agama kehilangan arti penting. Agama terus berfokus pada pemujaan terhadap tuhan ataupun dewa-dewa. Namun agama humanis memuja kemanusiaan. Humanisme adalah kepercayaan bahwa manusia memiliki hakekat yang unik dan sakral. Rabu humanis percaya bahwa hakikat unik manusia adalah hal yang terpenting di dunia. Kebaikan tertinggi adalah kebaikan manusia. Seluruh semesta dan seluruh mahkluk lain ada semata hanya untuk kepentingan manusia.

Salah satu sekte agama humanias adalah liberal, yang mempercayai bahwa “kemanusiaan” adalah suatu sifat individu manusia, dan kebebasan individu adalah hal yang paling keramat, dan memberikan semua sumber etis dan politik. Bila kita menjumpai dilema etis dan politik. Kita harus melihat  ke dalam diri dan mendengar suara nurani kita, suara kemanusiaan. Perintah utama humanisme liberal dimaksutkan untuk melindungi kebebasan nurani dari bahaya. Perintah ini secara kolektif disebut “hak-hak asasi manusia”. 

Walaupun mengkeramatkan manusia, humanisme liberal tidak membenatah kebebasan tuhan. Dan bahkan sebenarnya didirikan berdasarkan landasan kepercayaan-kepercayaan monoteistik. Kepercayaan liberal akan hakikat merdeka dan kesakralan setiap individu adalah warisan langsung kepercayaan tradisonal kristen akan jiwa-jiwa individu yang merdeka. Namun liberalisme tidak mau disebut sebagai agama, melainkan ideologi. 

Pondasi humanis liberalisme berasal dari kebebasan individu, atau kehendak bebas setiap manusia. Saat ini para sarjana telah menemukan bahwa kita tidak memiliki kehendak bebas itu, setiap pilihan kita di pengaruhi oleh kondisi biologis, lingkungan sosial,  dan pribadi yang tidak dapat  tentukan sendiri.

Kita tidak pernah memilih menjadi seorang introvert atau ekstrovert , setiap pilihan tidak pernah independen. Saat kita memilih makanan yang di sediakan di pesta (prasmanan), pilihan kita ditentukan sebagian oleh gen kita, biokimia kita, jenis kelamin kita, latar belakang keluarga kita, budaya nasional kita, dll

Perhatikan saja pikiran kita, sesuatu yang muncul di pikiran. Dari mana asalnya? Apakah kamu bebas memilih untuk memikirkannya? Tentu saja tidak. Jika kamu dengan cermat mengamati pikiranmu sendiri, kamu menjadi sadar bahwa kamu memiliki sedikit kendali atas apa yang sedang terjadi di sana, dan kamu tidak memilih dengan bebas apa yang harus dipikirkan, apa yang harus dirasakan, dan apa yang harus diinginkan.

science mematahkan mitos kehendak bebas, karena itu kehendak bebas bukan realitas ilmiah, yang menjadi pondasi liberalisme. Kehendak bebas muncul dari mitos teologi Kristen. Para teolog mengembangkan gagasan "kehendak bebas" untuk menjelaskan mengapa Allah benar untuk menghukum orang-orang berdosa karena pilihan-pilihan buruk mereka dan menghargai orang-orang kudus untuk pilihan-pilihan baik mereka.

Orang-orang tahu sedikit tentang diri mereka sendiri," katanya. “Keduanya pada tingkat biologis, tentu saja. Berapa banyak orang yang benar-benar memahami otak mereka? Tetapi bahkan pada level psikologis ... kami memiliki seluruh profesi terapis yang hanya mencoba membantu kami berhubungan dengan diri sendiri karena itu sangat sulit.

kebebasan hanya akan ada jika Anda tahu apa sebenarnya keinginan Anda. Tetapi jika Anda semua menginginkan dalam hidup berasal dari sekolah, orang tua Anda, manipulasi budaya, iklan, propaganda, dll., Kemudian apakah Anda benar-benar memiliki keinginan Anda sendiri? "Begitu Anda tidak menyadari, keinginan saya tidak mencerminkan kehendak bebas saya, mereka mencerminkan semua jenis proses pada tingkat biologis, pada tingkat psikologis, yang saya tidak mengerti, maka Anda mulai sangat ingin tahu tentang diri Anda sendiri."


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE