data-ad-format="auto"

DIS



Hiduplah perjuangan, hiduplah perjuangan dan hiduplah perjuangan.

Masih ku dapati kalimat ini berseliweran dalam dunia gengamku. Masih ku baca semboyan-semboyan perjuangam dilayar kecilku. Dan masih terlihat jelas gegap gempita para aktivis dalam menyambut tahun ini. Tahun yang katanya tahun demokrasi. 

Para elit politik saling intip trik dan intrik. Tikung kanan-tikung kiri, kata temanku. 

Entah disengaja atau tidak, para aktivis yang kebelet pipis ikut terseret dalam arus deras tahun demokrasi. Gesek sana-gesek sini. Ras, agama, dan suku, jadi alat dalam permainan demi kekuasaan atas nama rakyat yang tak tau besok makan apa, tak tau harus tidur di mana. Sebab rumahnya sudah menjadi gedung-gedung pencakar lagit dan jalan raya. Sawahnya sudah ditanami industri.

Goreng-goreng isu semakin hari semakin memanas, Pancasila dan UUD negara jadi bahan peredam, dan peneduh sementara. 

Pancasila dan UUD, cukup dipajang di reklame jalan raya atau dinding langit dunia maya, sebab isinya telah hilang di alam imajenasi para dewaan. 

Rakyat tak perlu menghafal pancasila, sebab rakyat sudah bernafas dengan pancasila setiap hari, meskipun harus tersendat-sendat, sebab airnya sudah habis tak terbeli lagi.

Hidup perjuangan, hidup perjuangan masih terlihat samar dihadapanku. 

Di belahan bumi yang lain, mereka asik berjudi dan ketawa di atas ketidak berdayaan dan kelalaian kita. 

Tanah air kita kaya raya katanya, tapi itu bukan milik kita. Kita terpedaya dengan angka-angka yang mereka cipta.

Kita tak berdaya dibuai budaya yang mereka cipta. Nalar kita semakin hari semakin lemah. Akal sehat kita dibolak-balik dan teracak-acak tak karuan.

Hidup perjuangan, hidup perjuangan dan semoga tetap hidup.




0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE