data-ad-format="auto"

LEGALNYA PENGEBIRIAN MANUSIA


Oleh Kusuma Ndaru
F. Psikologi Untag 
SURABAYA




Semua masyrakat meyakini bahwa jalan terbaik untuk melatih berfikir melalui pendidikan kalau tidak anda akan bodoh, namun ada pernyataan yang cukup menggelitik dari rocky gerung, “ijazah tidak menandakan anda pernah berfikir, melainkan menandakan anda pernah bersekolah”. Dari pernyataan beliau saya mulai mencari apa sebenarnya berfikir?. namun bernalar lebih komplek dari sekedar berfikir, berfikir merupkan salah satu aktivitas di bagian otak. Pikiran yang merupakan hasil dari tindakan berfikir selalau baru dan orisinil. Orisinil bukan berarti belum di fikirkan oleh orang lain. 

Namun Sadarkah kita bahwa pikiran kita tidak ada yang benar-benar berasal dari diri kita, semua buah fikiran kita merupakan hasil dari fikiran orang lain yang kita dapat melalui broadcast di sosial media, melalui koran, siaran radio, buku, dan lainya, yang dapat kita simpulkan informasi, kita hanya mengulang pemikiran orang lain didalam forum-forum perbincangan. Dari sini kita dapat menarik benang merah, bahwa orang yang memiliki informasi yang banyak dianggap pintar dan dia telah berfikir dengan baik. Pendidikan pun sejak sekolah dasar telah menjejali otak kita, perasaan kita, perilaku kita yang sama sekali bukan milik kita. Akhirnya pada kesimpulan besar bahwa fikiran manusia telah di kondisikan tanpa di sadari, oleh otoritas yang tidak terlihat sama sekali. 

Tidak hanya fikiran kita yang dipengaruhi oleh orang lain, namun keputusan kita di bentuk oleh lingkungan kita, dengan cara mengadopsi harapan orang lain dalam cara membuat keinginan-keinginan nampak menjadi miliknya sendiri, bahkan dapat ditarik bawah keinginan orisinil manusia diambil alih oleh keinginan palsu. Sehingga muncul dua diri manusia. Diri orisinal dan diri palsu. Diri orisinal ini merupakan tumpukan aktivitas mental sedangkan diri palsu merupakan pelaku sebenarnya. Tidak salah pepatah mengatakan bahwa mansuai di dunia ini menjalankan peran, bukan menjadi diri yang merdeka. 

Penindasan berfikir biasanya di mulai pada usia dini, seorang anak usia 5 tahun , dapat mengetahui ketidak tulusan hati ibu dan ayahnya, juga menyadari bahwa dia dingin dan egois. Kesadaranya akan keadilan akan kebenaran di lukai, dan menjadi tergantung pada ibu yang tidak mengjinkan segala bentuk kritisme. Dengan segera anak ini tidak akan melihat ketidak tulusan hati atau ketidak setiaan ibu dan ayahnya. Anak akan membuang kemampuan berfikir secara kritis semenjak hal itu nampak menjadi sia-sia, karena larangan orang tua. pada anak-anak yang merdeka, ia bebas dan tidak mudah di pengaruhi, fenomena ini diakibatkan ketiadaan rasa takut, dan keadaan rasa takut adalah hal terindah yang dapat terjadi pada diri seorang anak. 

Dalam dunia pendidikan berbagai metode diguakan untuk menghilangkan aktivitas berfikir anak, mulai dari mengancam dan menghukum, menakuti anak, sampai dengan cara yang lebih samar, yakni lewat penyuapan atau penjelasan, yang membingungkan dan membuat si anak menanggalkan berfikir kritisnya. Dalam kekalahan pertama si anak akan berhenti mnegungkapkan perasaan sejatintya. Bila pendidikan gagal, kelak tekanan sosiallah yang turun tangan sebagai otoritas tak bernama yang muncuk sebagai pendapat umum, pengetahuan, kesehatan psikis, normalitas dan opini publik. Hingga saat ini muncul sebuah fenomena post truth, dimana manusia sudah tidak mampu lagi melihat fakta sebagai pembentuk opini pribadi dibandingkan emosi dan keyakinan personal. Tanpa disadari keyakinan terbentuk karena tlah di tancapkanya virus-virus akal budi yang secara harfiah merupakan parasit dalam otak manusia. Virus kognitif iman merupakan yang merupakan perilkau kepercayaan tanpa memperlukan pembuktian, iman yang membuta dapat membenarkan apa saja. 

Manusia normal dianggap memiliki penyesuain diri yang cakap, namun Penyusaian diri merupakan bentuk kemunduran manusia. Penyesuain diri membuat mansuia harus berganti topeng setiap saat dan lupa dengan diri pribadinya. Kemerdekan individu sangat haram, mereka akan di hancurka oleh lingkuangn sosial, menjadi kesepian dan tidak berarti. 

Sangat paradok sekali dimana pengkebirian fisik sangat di tentaang di indonesia perihal kejatan seksual, namun pengkebirian pkiran, perasaan, perilkau atau pengkebirian psikologi sangat di legalkan dan seakan semua menutup mata dengan fenomena ini.


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE