Rasa memiliki. Rasa memiliki merupakan sifat alami manusia. Sejak kita lahir kita diliputi egosentrisme. Egosentris merupakan paham bahwa seseorang atau Aku merupakan pusat kehidupan. Sejak kecil kita mengenal konsep milik. Anak kecil mengatakan ayahku, ibuku, mainanku, punyaku dll.
Rasa memiliki erat kaitan dengan cemburu. Goda saja anak kecil dengan apa yang ia miliki lalu katakan yang ia miliki milik kita atau katakan yang ia miliki akan diberikan pada orang lain juga dipindah tangankan. Anak kecil akan menolak, marah, menangis. Anak kecil sulit untuk berbagi karena egosentris.
Memiliki (to have) memang tak salah. Memiliki apa yang memang kita butuhkan untuk bertahan hidup. Sudah tahu kan? Bedanya kebutuhan dan keinginan. Dan apa yang kita miliki kelak akan hilang dan pergi, namun juga akan datang baru lagi. Karena tiada yang abadi.
Esensi memiliki, sebenarnya tidak ada. Yang kita miliki hanya pinjaman dari Tuhan. Tuhanlah pemilik segala-galanya. Pinjaman yang kita artikan sebagai milik digunakan sebagai sarana untuk beribadah dan mendekat padanya. Pinjaman itu kelak akan kembali kepada pemilik. Tidak hanya itu saja pinjaman yang kita pakai kelak akan diminta pertanggung jawaban. Dipakai, dimanfaatkan untuk apa pinjaman tersebut?
Memiliki mempunyai beban. Kita tahu ada hak dan kewajiban. Kita memiliki sepeda motor, engkau punya hak untuk mengendarainya dan juga berkewajiban membayar pajak dan mematuhi aturan lalu lintas. Punya hak asasi manusia, jangan lupa kewajiban asasi manusia. Walaupun, kembali pembahasan di atas memiliki sebenarnya pinjaman.
Sugeh tanpo bondo. Ungkapan jawa yg bermakna anggaplah semua di sekitar kita adalah milik kita. Dari mempunyai rasa memiliki kita akan ikut menjaga dan merawat. Anggaplah orang tua dilingkungan kita orang tua kita sendiri. Anak-anak muda, adik kita sendiri.
0 wicara:
Posting Komentar