skip to main |
skip to sidebar
Sorry to say. Ahokers yang cuma mentok pada pendewaan figur seorang Ahok macam Instagram itu, tak lebih baik dari mereka yang hendak meletakkan Habib Rizieq sebagai Imam Besar Umat Muslim. Cuma beda orangnya.
Pengeramatan seseorang laksana messiah atau imam Mahdi.
Mungkin ini wajar.
Setelah sekian lama layar kaca cuma disuguhi adegan Yuni Shara meninggalkan Raffi Ahmad atau Mulan Jameela membuat Maia sedih karena suaminya direbut, rasa haus akan pahlawan super itu mewujud dalam bentuk kerinduan pada figur.
Dari Jokowi hingga Ahok.
Dari Prabowo hingga Habib Rizieq.
Karena Superman tak pernah keluar nyata dari komiknya DC Comics dan Spiderman masih lebih sibuk dengan Mary Jane atau Gwen. Haus pada sosok selebritas lain yang lebih heroik daripada jambak rambut Julia Perez dan Dewi Persik.
Pilpres 2014 dengan bantuan Obor Rakyat dan Triomacan2000 memberi saham pada lahirnya mualaf politik, alay-alay yang sedang puber dengan politik. Mereka yang mendadak peduli dengan perpolitikan dalam negeri setelah mungkin sepuluh tahun apatis mendengar SBY lebih fokus pada album dan puisi.
Satu sisi, hal demikian bagus.
Ada kepedulian pada pemerintahan. Pada politik dalam negeri.
Tapi di sisi lain, ini cuma mentok menjadi persis cult saja. Pengultusan yang mengira awal dan akhir dunia ada pada sosok politik yang difigurkannya. Diidolakan sedemikian rupa sehingga bahkan muncul perbandingan laksana Ibnu Rusyd, laksana Muhammad, laksana Yesus, Galileo dan entah siapa lagi.
Persis anak punk mencari figur pada sosok Sid Vicious.
Apa bedanya? Ketika akhirnya kepedulian politik demikian cuma terbatas pada zona pilkada DKI Jakarta dan gubernur non muslim yang kena pasal karet bernama penistaan agama?
Padahal esok lusa blog ini dan blog lain pun bisa bubar karena pasal karet yang sama.
0 wicara:
Posting Komentar