Mendengar keluhan sahabat saya di jalur gaza, menyulutku untuk merangkai beberapa kalimat mengenai mahasiswa lagi, sebenarnya saya sudah tak tega harus menulis mengenai mahasiswa. Yang Di isi oleh rentan usia memasuki krisis identitas diri dalam bersikap. Usia yang memiliki psyco power tertinggi.
Bicara tentang mahasiswa tidak lepas dari sektor pendidikan, barometer pendidikan di Indonesia berada di barat. Di daratan Eropa dan Amerika anak-anak memang disiapkan guna menjadi alat industri, di sana industri bergerak terus tanpa henti, tak jarang inovasi dan kreatifitas saling berganti muncul dari anak-anak muda. Hal ini berbanding terbalik dengan di Indonesia, pendidikan mencetak manusia sebagai alat industri, tetapi industri di sini tidak cukup menampung alat-alat yang setiap tahun bermunculan dengan kualitas tidak terlalu baik, mengingat data dari riset dikti pada tahun 2016 mengatakan tenaga pengajar di universitas di seluruh Indonesia baik negeri maupun swasta 90% tidak kompeten. Hal ini mendorong beberapa instansi negeri mengambil peluang dari mahasiswa, menjadikan mahasiswa sebagai alat birokrasi dan membuat birokrasi berlebihan serta tanpa kegunaan yang efektif.
Di dalam pendidikan resmi mahasiswa belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai keadilan dikarenakan tidak adanya pendidikan berpolitik dan tidak diajarkan dasar ilmu hukum. Terjadi ambiguitas ketika mahasiswa melihat pribadi manusia, karena tidak mendapat ilmu kebatinan atau ilmu jiwa, jangan harap mahasiswa dapat tersentuh melihat realita yang ada sekarang. Tak jarang mahasiswa belum mengerti uraian pikiran yang lurus, disebabkan tidak diajarkanya filsafat dan ilmu logika.
Sebenarnya dasar dari pendidikan yang dialami mahasiswa merupakan KEPATUHAN bukan PERTUKARAN FIKIRAN. Kuliah merupakan ilmu HAFALAN bukan ilmu latihan MENGURAIKAN. Dasar keadilan dalam pergaulan serta pengetahuan mengenai kelakuan manusia sebagai kelompok atau sebagai pribadi tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu diuji dan dikaji.
Ketika lulus dari perguruan tinggi, kenyataan di dunia menjadi remang-remang. Gejala yang muncul lalu-lalang, tidak bisa di hubung-hubungkan. Mahasiswa marah pada diri sendiri gelisah terhadap masa depan. Lalu akhirnya, menikmati masa bodoh dan santai. Di dalam kegagapan, mahasiswa hanya bisa membeli dan memakai tanpa bisa mencipta. Mahasiswa tidak bisa memimpin, tetapi hanya bisa berkuasa, persis seperti bapak-bapak mahasiswa
Seseorang berhak mendapat ijazah dokter, serta dianggap sebagai manusia terpelajar, tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan. Bila ada tirani merajalela, ia akan diam seribu bahasa menutup mulut serapat mungkin, kerjanya cuma menyuntik. Bagaimana? Apakah mahasiswa akan terus diam saja. Mahasiswa-mahasiswi ilmu hukum cukup dianggap sebagi bendera-bendera upacara saja sementara hukum dikhianati ribuan kali. Mahasiswa-mahasiswi ilmu ekonomi dianggap bunga plastik, sementara terjadi kebangkrutan serta korupsi yang merajalela. Mahasiswa-mahasiswi ilmu psikologi hanya sekedar pengharum ruangan, sementara masih banyak manusia terjerat narkoba dan mengalami sakit jiwa karena tekanan hidup. Mahasiswa-mahasiswi sastra sekedar menjadi penghias dinding, sementara negeri sibuk menayangkan tontonan tak bermoral serta produk impor. Mahasiswa-mahasiswi teknik hanya sekedar pendingin, saat negeri ini dihujani jutaan produk impor dari negara lain. Mahasiswa-mahasiswi Fisip hanyala pemijat, sementara hari ini kegaduhan politik membuat resah masyarakat.
Kita berada di dalam pusaran tatawarna yang ajaib dan tidak terbaca. Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan, Daya hidup telah diganti oleh nafsu. Pencerahan telah diganti oleh pembatasan. KITA adalah angkatan yang BERBAHAYA. Yang di peranakan angkatan TAKABUR.
0 wicara:
Posting Komentar