Para pengusung khilafah seperti Hizbut Tahrir berusaha merekrut pengikut dari lingkungan akademik yang sekular non-agamis seperti dunia kampus.
Untuk sementara mereka berhasil mencekoki anak-anak muda yang masih belum berpengalaman dan belum mapan kesadaran untuk mempropagandakan khilafah.
Pada sebagian kalangan akademik itu bahkan sudah ada yang ikut untuk menjadi rival ilmu pengetahuan dengan kondisi dogmatik yang belum anak-anak muda itu sadari. Malah, ada sebagian kalangan mahasiswa sains yang setuju untuk diajak membungkam wacana sains dengan khilafah meski pada skala pertarungan pemikiran yang lembut.
Kalangan ini berusaha mengkover sains khususnya di level kosmologi untuk di kover dengan Islam khilafah seperti kasus 'Flat Earth'. Mereka tahu 'Flat Earth' itu hanya bagian dari mitos yang bertentangan dengan sains alam dan kenyataan, akan tetapi, mereka para mahasiswa yang sudah terdoktrin ini mencari-cari cara dan bagian dari sains agar 'Flat Earth' serasa benar dan mempublikasikannya.
Demikian juga dengan istilah 'Matematika Islam'. Mereka berusaha membuka sejarah para cendekiawan Muslim lama hingga menemukan para matematikawan Muslim, sehingga sistem yang dikembangkan itu mereka labeli dengan 'Matematika Islam'. Kemudian tokoh matematikawan tadi disebut-sebut hidup di zaman keemasan khilafah ini dan itu. Padahal kebanyakan khilafah-khilafah itu menolak sains dan filsafat, justru para cendekiawan dimusuhi karena memiliki arah pandangan ilmiah yang tidak sejalan dengan otoritas agama khilafah itu.
Terlebih, saat ini ada upaya religiusisasi dunia pendidikan kita oleh Menteri Pendidikan yang baru ini dengan program menambah jam mata pelajaran agama dan sistem 'boarding' seperti yang dijalankan oleh kalangan Muhammadiyah yang tekstualis keislaman.
Menyikapi hal itu, saya kadang pesimis akan dunia pendidikan di Indonesia, karena tujuannya sudah diambil alih oleh kalangan agamawan yang kering pemahaman esensi Islam. Bahkan, sebenarnya religiusisasi pendidikan itu, hal yang sangat tidak perlu, karena tujuan akademik memang hal yang sekular untuk tujuan kemaslahatan yang duniawi saja. Sedangkan bagi yang menghendaki kehidupan religius, silahkan menyekolahkan putra-putri mereka di lembaga yang memang bergerak dalam bidang itu, seperti Pondok Pesantren, IAIN, Lembaga Pengajaran Bahasa Arab, dan sebagainya.
Tetapi, kadang saya juga masih terpikir ada harapan, sebab bagaimanapun mereka itu menumpang pada sistem kokoh yang sudah berjalan dan tertancap kuat dalam psikologi peserta pendidikan dan masyarakat umum, bahkan nilai universal bahwa tujuan pendidikan umum memang untuk hal materialis seperti memperbaiki SDM, masa depan anak itu sendiri, mendapat tempat dalam masayatakat yang tepat seperti pekerjaan atau skill tertentu yang dibutuhkan. Suatu saat mereka akan mulai menyadari untuk kembali pada tujuan normal pendidikan umum.
Penyadaran ini mestinya bisa dimulai dari kalangan mahasiswa dan para dosen serta pejabat kampus itu agar mereka mengembalikan fungsi pendidikan pada semestinya. Demikian juga pengaruh pada level pendidikan di bawahnya kalau kesadaran ini sudah ada akan mudah untuk membentengi lembaga pendidikan dari upaya doktrinasi khilafah demi ambisi kelompok tertentu yang mamanfaatkan keberadaan kaum muda. Ketika lembaga-lembaga pendidikan sudah memiliki arah yang jelas tentu pelaksanaan di lapangan ada sepenuhnya di tangan mereka bersih dari pengaruh tujuan-tujuan yang menyimpang dari pendidikan itu sendiri termasuk keputusan Menteri pendidikan bila beliau memang sudah terinfeski pemikiran khilafah.
Saya masih punya secercah harapan agar dunia pendidikan kita kembali pada fungsi awalnya bukan sebagai pembibitan radikalisme dan upaya menumbangkan bangsa dan negara. Secercah harapan saya ini hadir ketika saya menilik masa muda saya juga pendungkung Hizbut Tahrir, demikian juga saudara saya dan teman-teman yang lain yang sudah sadar akan infeksi pemikiran khilafah ini, betapa ini adalah gerakan yang sangat berbahaya untuk skala peradaban, dan sudah terbukti nyata di Suriah, Irak, Afghanistan, Nigeria, dan Libiya. Ya, dulu kami juga belum sadar betapa bahaya ajaran seperti itu yang merusak apapun termasuk diri sendiri.
Kalau saya perhatikan kenapa dulu kami bisa sadar, ternyata jawabnya adalah membuka diri dari berbagai wacana dan mengalami kehidupan yang lepas dari tanggungan orang tua sehingga sibuk dengan berpikir yang realistis tidak dogmatis lagi untuk memenuhi tanggung jawab kehidupan.
Dengan peluang yang masih bisa terjadi pada setiap mahasiswa yang telah bergumul dengan ajaran khilafah, saya percaya bila peluang mereka lebih besar untuk berubah dibanding era zaman kami 90-an dulu ketika internet masih belum ada sehingga arus informasi sangat lambat. Tetapi zaman sekarang informasi begitu deras dan terbuka. Meski ini juga bisa menjadi semakin ricuhnya perang pemberitaan dan pemikiran. Saya masih percaya bila adik-adik kami para muda-mudi yang masih lugu berpikirnya itu masih punya hati nurani setelah apa yang kita saksikan bagaimana aksi khilafah di Timur Tengah yang sudah anti kemanusiaan dan bertentangan dengan ajaran sesungguhnya Rasulullah S.A.W.
Jadi, bagaimana kita harus mau nyata-nyata ditipu dan diperalat di negeri kita sendiri dengan ajaran khilafah itu beserta aneka macam nama organisasi mereka yang berbeda. Toh di antara mereka juga saling bertikai dan saling menyerang.
Bila adik-adikku ingin membangkitkan Islam, bangkitkanlah Islam secara bijak seperti para leluhur Nusantara dulu, berkaryalah dengan baik untuk masa depan kalian sendiri dan kemaslahatan umum, beribadahlah dengan benar meresap ke dalam tanpa harus berambisi mempengaruhi orang lain dengan doktrin tetapi berbuatlah yang simpatik, maka kalian akan dikenal dan dikenang sebagai hamba Allah yang baik dan menjadi panutan dalam masayarakat.
Mbak yu -nya
Kndaru
0 wicara:
Posting Komentar