aku tak tega jika harus terus membaca
karya tuan tentang orang-orang rangkas bitung
menggambarkan penderitaan yang tak kunjung usai
kesengsaraan yang harus di alami pribumi
sudah empat abad ini
kolonialisme tidak kunjung usai
kemerdekaan hanya omong kosong
hak hukum sekedar perhiasan milik segelintir orang
kota metropolitan menjadi nadi
tapi mengidap kanker
ini akibat sentralisasi ekonomi
yang menguras sumber daya di desa-desa
tanpa tahu tanah-tanah di kampung
sudah berdiri pabrik dan gudang
memaksa tanah rakyat untuk di beli dengan harga murah
apakah rakyat yang bodoh?
atau karna para dewan tidak peduli
human trafficking sudah jadi hal lumrah
kurangnya pendidikan
ekonomi yang pas pasan
menjadikan penduduk kampung
mudah di tipu
rakyat sudah lama mati
hak yang di kekang
masyarakat di kebiri
ketakutan membantu penindasan
sikap tidak berdaya menyuburkan keadilan
rakyat layaknya dihukum tanpa dosa
semua hak di anggap salah,
tak punya apa-apa dianggap sampah
betapa hinanya orang kalah
terlalu sering kita dirampok
oleh babi-babi rakus
pemerintah terlalu sibuk waspada
mereka cemas, gelisah, stress
karena telah mencuri hak rakyat
menodai sumpahnya sendri
dasar kau penipu
entahlah negeri ini di huni manusia macam apa
terhadap wanita lelaki selalu salah sangka
wanita cantik sekedar pemandangan
di sangka kue ulang tahun
yang dapat di bagi-bagi
kewanitaan dan kecantikan menjadi beban
sudah terlalu banyak doa
di sematkan kepada generasi sekarang
generasi dulu
generasi yang akan datang
konflik horizontal yang tak ada ujung
menciptakan ketakutan terhadap masyarakat
Surabaya, 21 Januari 2017
Kategori:
Puisi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 wicara:
Posting Komentar