data-ad-format="auto"

Bingung Sendirian


Katanya si wethon "kamu itu orangnya berhati-hati, namun sering bingung sendiri". Saya mengetahui itu dari malaikat-Nya yang menjelma sebagai salah satu wanita yang mulia di dunia ini, bolehlah kiranya saya sebut beliau dengan sebutan 'Suci'.

Ibarat main catur, (mungkin) saya main catur sendirian, ya memberi masalah sendiri, mencari solusi sendiri, mengeksekusi sendiri dan akhirnya kalah karena di skak sendiri. Tapi ingat, saya main caturnya sendirian, tanpa penonton atau pendukung, jadi, yang menyaksikan saya adalah perajurit-perajuritnya Sang Khaliq. Ya, kira-kira begitulah cara hambanya untuk mendekat kepada-Nya 'main catur sendirian'.

Insan yang keinsanannya sebagai pejabat (pemerintahan) akan tetapi (ingin) bersikap seperti rakyat, karena sadar bahwa saya juga rakyat. Akan tetapi giliran diinsankan menjadi seorang rakyat (jelata) malah sok-sokan jadi pejabat, yang sukanya ngatur-ngatur, sok-sokan memberikan kebijakan bahkan sampai sok-sokan mengurusi rakyat, padahal yo podo rakyate.

Analisanya, jika berawal dari apatis, akan turun ke anarkis kemudian berakhir di maqom (tingkatan) yang terendah yakni radikalis. Ya, mau tidak mau, ya harus disyukuri, lah wong aku (baca: kami) masih berada di maqom apatis dalam kesadarannya bernegara, yang jelas lebih mulia dibanding anarkis dan radikalis. Gambaranya, kami masih mengakui negara, meski kami tidak bisa berbuat banyak untuk kesejahteraan rakyat dalam bernegara.

Disyukuri ataupun tidak, matahari yang masih terbit dari timur (Indonesia), ya harus di syukuri wong sudah kehendak-Nya. Justru yang perlu kita renungkan bersama, bagaimana seiring terbitnya matahari dari timur itu, kita masih tetap berusaha untuk berketimuran sampai tiba masanya bahwa matahari telah terbit dari barat.

ketimuran yang saya maksud adalah kita tetap menjadi insan yang bertuhan, tepatnya beragama. Menjadi insan berkepribadian yang berkebudayaan karena kita berada dan turut andil untuk menciptakan suatu budaya yang luhur. Dan yang terakhir adalah kita tetap menjalankan hidup dengan prioritas substansional, meski kehidupan yang simbolik sudah mulai menggoyahkan kesubstansionalan kita.

Saya kok malah jadi sok-sokan teoritis dengan konsep ketimuran, (mungkin) wethon diatas ada benarnya juga, menyebut saya sebagai insan yang bingung sendiri, nggeh ngapunten (artinya: ya mohon maaf). Meski kodratnya bumi akan berputar menuju kehancuranya, namun bukan berarti elemen-elemen di dalam bumi (makhluk hidup) juga harus demikian, jika kita mampu berjalan menuju kemuliaan di hadapan-Nya, kenapa tidak?

Bingung Sendirian
Ditulis oleh: Miftahul Achyar (Gubernur FISIP Universittas Trunojoyo Madura)
Surabaya, 26 Januari 2017 (21.30 WIB).

2 wicara:

Unknown mengatakan...

Menarik substansi tulisan ini sebenarnya.Masih terkait diskusi2 sawo belakangan; persoalan jati diri kita yang berawal dari "Timur",akankah berujung ke "Barat", dan sebaliknya.
Persoalan, pertama: apakah sekarang di"waktu" zaman kita(modern). Ada gejala unidentified kharakter. Sehingga apa yg di katakan Barat& timur bukan lagi terletak pada spasio, letak/arah/posisi belahan bumi mana, tetapi pada "nilai".
Kedua, jika benar sifat kebudayaan memang pada waktunya mengalir dan pada akhirnya menguap: Timur ke Barat/ sebaliknya (liquid-fluid). Lalu bagaimana nasib generasi2 kita/setelahnya yang tidak menyadari gejala ini. Apakah juga akan terarus (keli) dan pada akhirnya menguap.

Diskusi Sawo mendatang. Akan diababar langsung oleh Begawan Dr. D.
Ttd Solikin. 😊

www.pusat-grosir-surabaya.blogspot.com mengatakan...

benaR... dan video diskusi tersebut sudah pernah saya unggah, tapi sayang dilaporkan (flag)ke pihak youtube, akhirnya unggahan saya tersebut dibreidel dari youtube. padahal secara isi tidak terdapat konten apapun yang tidak pantas menurut kaidah jurnalisme. tapi ya sudahlah... barangkali salah tombol atau orang iseng hehehe

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE