data-ad-format="auto"

Fullday scholl






Oleh: bang eki (mahasiswa psikologi)

Hasil forum 19-09-2016 

Fullday bukanlah hal yang baru, sudah menjadi prilaku para bangsawan zaman feodalisme

Fullday bukan menghabiskan waktu untuk teori, tapi menambah waktu untuk tau akan potensi diri
Sampai jam satu mereka menyelesaikan materi dan setelah itu mengasah diri

Fullday sebenarnya hal yang biasa, tapi media yang menjadikannya luar biasa

Layaknya mata koin yang memiliki 2 sisi, fullday memiliki guna dan rugi

Rugi akan tenaga bagi mereka yang suka mengeluh
Rugi akan waktu bermain dengan yang lain bagi mereka yang terisolasi sekolah
Rugi bagi mereka yang aktif diluar sekolah guna membantu keluarga
Rugi bagi mereka yang merasa tertekan dengan pengalaman disekolah

Guna bagi mereka yang bobrok moralnya
Guna bagi mereka yang mencari jatidirinya
Guna bagi mereka yang labil akan softskillnya
Guna bagi mereka mengasah bakat minatnya
Guna bagi mereka yang rindu dijemput orang tuanya

Kata mereka fullday buat yang rindu dijemput orang tuanya
Mereka juga berasumsi guru akan disertifikasi
Bahkan mereka berpikir ini solusi untuk anak yang sendiri ditinggal kerja orang tua

2 sisi koin lainnya, 
Anak liar karena tekanan
Dan
Anak tenar dengan banyak pengalaman

Kami mencoba sepakat tanpa PR menjadi syarat

1980-an amerika siap dengan fulldaynya, bahkan dari TK sampai seterusnya
Bagaimana dengan negara kita yang SDMnya masih penuh tanda tanya?

Adil itu bukan sama-rata, tapi adil itu menempatkan sesuatu pada tempatnya

Sama-rata fullday dinusantara, kami berat  menerima. 
Dengan alasan bahwa yang tinggal diplosokan itu berbeda dengan yang tinggal di bangunan-bangunan.
fullday mungkin cocok bagi mereka yang hidup mewah, tapi bagaimana dengan anak-anak sekolah pengembara nafkah?

hanya kriteria sekolah lah yang menjadi jawaban sementara untuk fullday yang katanya sama rata untuk Nusantara.

kacamata psikologi mulai bertanya? kenapa behvioristik dalam fullday menjadi praktik tapi kognisi hanya sekedar teori.

bobrok moral anak menurut fakta lapangan, karena bebasnya pergaulan, salah satunya tidak  memiliki keterikatan kegiatan dengan tempat pendidikan.
full day akhirnya menjadi jawaban untuk mengatasi kebobrokan.
bahkan mediapun menjadi sorotan, karena media merupakan cikal bakal kebobrokan.
guru mencoba mendirikan moral tapi artis asik dengan medianya tanpa sadar menggerus moral generasi bangsa.

lucu saja, generasi bangsa dilarang menjadi generasi menunduk, tapi Public figur kelas tak luput dari menunduk.

apalah makna bila anak berkualitas tapi yang diguguh dan ditiru itu tidak memiliki integritas.

bukan anak saja yang di bina tapi guru juga harus terbina.

bung Hatta saja bangga dipenjara dengan bukunya tapi miris dengan generasi penerusnya, yang bergumam "buku kami kok dibatasi"

padahal hal sakral pada alenia ke-4 di pembukaan undang-undang dasar tercantum, "mencerdaskan kehidupan bangsa" 
apa iya sekarang undang undang dasar hanya menjadi jimat yang didiamkan tanpa di laksanakan.

wahai pemakai dasi yang rapih, maaf atas rasa penasaran kami,
kami hanya butuh kepastian
sudahkah 20% APBN pendidikan termaksimalisasikan? 


0 wicara:

 

ANDA PENGUNJUNG YANG KE

IKLAN

TRANSLATE