Tanah bumi ini dipijak para pejuang, dimana tanah bercampur darah serta nyawa sebagai pondasi penguat negeri ini. Kami para kaum intelektual berkobar bahwa bukan hanya mereka yang pandai bisa menarik subsidi seenaknya. Bagaimana dengan rakyat miskin yang hidup berjuang untuk sesuap nasi. "Makan pun kami harus memeras keringat dan menggenggit lidah sebagai bentuk agar perut kenyang," teriak kaum miskin kepada para petinggi. "Bagaimana bisa kesejahteraan di negeri ini tidak merata!!!" Sementara mereka yang kaum tertinggi menghabiskan semua hasil sumber daya alam desa kami. Kota yang berkumpulnya tempat para kaum petinggi, banyak dihuni para pengejar dollar untuk memperkaya mereka sendiri. Bukan hanya dollar yang mereka kejar, tanah yang seharusnya menjadi tempat bertumbuhnya tumbuhan mereka ratakan dengan bangunan gedung yang menjulang tinggi. "Apa bisa kita beli udara oksigen ini dengan uang yang mereka kumpulkan," sementara bumi ini tetap berotasi. Jumlah manusianya pun bertambah, apakah mereka mau bertanggung jawab dihadapan tuhan setelah bumi menghancurkan dirinya setelah mati? atau bahkan mereka menyoggok tuhan dengan uang mereka yang tak ada dinilainya? "Selamat!! Semoga kita calon para penerus bangsa tetap membumi meskipun matahari meninggi".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 wicara:
Aamiin...
N ajeng selalu luar biasa:-) ,
Kereeen.
Posting Komentar