Oleh winda prameswara (neha najah)
padam. Ku baringkan tubuhku di kasur kamar. Yang ku dengar hanya sambaran petir dan gemricik hujan. Hingga akhirnya ku pejamkan mataku. Tapi tiba-tiba mata ku terbelalak kembali ketika mendengar suara pecahan kaca di lorong depan kamarku. Suara pecahan kaca apa itu? batinku. Aku menerka-nerka suara pecahan kaca apa di luar sana. Aku bangkit dari kasur dan bejalan mendekati pintu. Ku putar daun pintu kamar pelan-pelan dan….. TEEEAARRR. Terdengar kembali pecahan kaca itu dan kali ini terdengar lebih keras. Segera ku buka pintu kamarku dan tak ku dapati barang kaca yang pecah di lorong depan kamarku. Hanya terdapat satu cermin yang tergandung di lorong itu. ku dekati cermin yang di gantung tepat di depan kamarku yang bersebelahan dengan pintu kamar adikku. Aku terkejut ketika tak ku dapati pantulan diriku dalam cermin itu. seketika kilat menyambar..... DIIIARRRRR… dan tak kurasakan lagi kakiku menyentuh lantai.
***
“Mbak Keke bangun…” suara gadis kecil yang tak asing lagi oleh ku terdengar mencoba membangunkanku dari balik pintu kamarku sambil mengetok-ngetok pintu. Aku pun tersadar dengan tubuh yang masih ku baringkan di atas kasur. Aku masih terheran-heran, kenapa aku sudah ada di dalam kamar. Bukankah semalam aku pingsan di lorong depan? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa semalam itu hanya mimpi? Ah… tidak, aku yakin itu bukan mimpi. Tapi kenapa cermin itu tak memantulkan diriku? Berkutan dengan seribu bertanyaan yang terjadi semalam mungkin tak aka ada habisnya.
“dek, di sini bukannya semalam ada cermin?” tanyaku kepada adikku yang berjalan di sampingku, sembari ku tunjuk dinding dekat pintu kamarnya.
“cermin apa mbak? Bukannya dari dulu tidak ada cermin di situ.” Sambil melihatku.
“tapi di sana semalam…..” belum sempat ku lanjutkan kalimatku, datang ibuku dengan seorang laki-laki paruh baya yang membawa sebuah cermin. Nampaknya ibuku baru saja membeli cermin baru. Ada satu hal yang membuatku terkejut saat melihat cermin itu. cermin itu sama seperti cermin yang kulihat semalam.
“pak, letakkan cerminnya di sana saja ya.” Pinta ibuku kepada laki-laki paruh baya itu sambil menunjuk dinding di samping kamar adikku. Lagi-lagi sama dengan apa yang aku lihat semalam. Cermin itu di letakan di lorong di dinding dekat pintu kamar adikku. Setelah cermin itu terpasang, aku pun segera bercermin, apakah cermin itu tak memantulkan diriku seperti semalam. Perlahan aku menghadap di depan cermin. Dan ternyata diriku memantul dalam cermin itu. Aku pun lega melihatnya. segera ku tinggalkan cermin itu dan beranjak pergi dari lorong. Sekilas ada yang aneh dalam cermin itu. Bukan cerminnya yang aneh, iya tapi diriku yang aneh dalam pantulan itu. tubuhku makin terlihat ramping padahal tubuh ini terlihat kurus dengan wajah yang penuh bekas jerawat dan kulit yang hitam dekil. Tapi di cermin itu aku terlihat cantik. Wajahku bersih. Kulitku pun nampak putih percahaya. Cermin apa sebenarnya itu?
***
Sebelum kakiku beranjak keluar meninggalkan rumah, ku pandangi lagi cermin itu. Memang benar, cermin itu memantulkan diriku yang begitu anggun. Kepercayaan diriku langsung naik seratus persen. Apalagi dengan baju cerah yang tak pernah berani ku pakai. Karena pasti kontras dengan warna kulitku yang hitam dekil tapi kali ini akunsangat terlihat cantik dengan warna-warna cerah ini.
“kakak… tumben kakak mau makai baju dengan warnag cerah seperti itu?” Tanya ibuku yang masih asyik menyantap sarapannya pagi itu.
“iya bu, tumben betul mbak keke mau makai baju dengan warna cerah seperti itu.” lanjut adikku yang duduk bersebelahan di meja makan dengan ibuku. Aku pun hanya tersenyum kepada mereka dengan wajah yang sumringah dan berlalu meninggalkan mereka.
Hari ini ada acara weekend dikampusku dan betapa senangnya diriku di acara weekend kampus hari ini. Ada sesosok pria yang sangat aku idolakan. Iya, dia kak tyo, kakak tinggaktu di kampus sekaligus ketua senat mahasiswa di fakultasku. Sudah sejak awal aku mengaguminya. Tapi aku tahu diri siapa aku. Aku hanya seorang wanita dengan kecantikan yang berada di bawah setandar wanita cantik pada umumnya. Dibandingkan dengan kak nadya, jelas aku kalah cantik dan menawan darinya. Iya, kak nadya. Wanita yang sedang dekat dengan kak tyo saat ini. Dengan yakinnya aku mendekat ke arah kak tyo yang tengah asyik mengobrol dengan anggota senat lainnya. Tapi entahlah, ada yang salahkah dengan penampilanku? Banyak orang yang memandangku seperti orang aneh. Bahkan mereka tertawa di depanku. Aku rasa hari ini aku mulai terlihat cantik di cermin itu. Tubuhku ramping dengan kulit putih bersih. Bekas jerawat di wajahku pun hilang. Ada yang salah? Tak ku hiraukan mereka dengan tawa mereka yang semakin menjadi melihatku mendekati kak tyo.
“kak tyo.” Panggilku dari balik posko anggota senat. Seketika kak tyo melihatku dan sepertinya dia terkejut melihatku. Semacam hantu saja diriku di matanya.
“kakak ada acara lagi setelah ini?” tanyaku kepadanya dengan terbata-bata. Dia hanya memandangku geli. Seperti dia menahan tawanya melihatku. Kemudian tawanya pacah tak tertahan.
“hahahaha…. Kamu keke kan? Anggota mading kampus? kenapa berpenampilan seperti ini? berpenampilan seperti biasanya saja ke. Kamu malah terlihat aneh dengan dandanan seperti itu.” sontak pernyataan itu membuyarkan kepercayaan diriku. Bergegas aku berlari menahan tangisku. Aku berlari ke arah toilet dekat dengan posko senat. Aku melihat kearah cermin dan memang, aku terlihat aneh dengan dandanan ini. tubuhku pun masih terlihat kurus, kulitku juga masih nampak hitam dan dekil. Apalagi bekas jerawatku, masih menyebar ke sana-sini.
***
BRRRAAAKK… ku banting pintu kamarku. Rasanya malu sekali diriku. Ini gara-gara cermin itu. cermin itu bukanlah diriku. Cermin itu berbohong. Tangis ku makin pecah mengingat-ingat kejadian itu. mengkin kak tyo mulai berfikir jika diriku ini wanita aneh. Aku jelek. Tak mungkin ada pria yang menyukaiku.
Tok tok tok…
“kakak.. ada apa? Cerita ke ibu jika kakak ada masalah. Buka pintunya gih.” Kata ibuku di balik pintu kamarku. Sambil masih terisak-isak, aku pun membuka pintu dan memeluk ibuku.
“kakak ada masalah?” Tanya ibuku yang mencoba menenangkanku.
“keke jelek ya bu? Kenapa cermin itu berbohong? Kenapa dia menampilkan keke dengan cantik tapi pada kenyataannya keke jelek.” Dengan tetap memeluk ibuku.
“sini sini..” melepas pelukanku dan mengandengku berjalan mendekat ke arah cermin itu.
“kakak lihat, apa yang salah dengan cermin itu? itu kakak, kakak dengan kecantikan kakak sendiri.” Lanjutnya sembari menunjuk pantulanku dalam cermin itu.
“tapi saat keke bercermin keke terlihat cantik tapi pada kenyataannya keke tak secantik di dalam cermin itu. banyak yang menertawakan keke bu.”
“kakak lihat, siapa yang berkomentar jika kakak jelek? Siapa yang menertawakan kakak? Mereka orang-orang kan kak? Jika kita terus mendengar komentar dari mereka tidak akan ada habisnya kak. Kakak memiliki kecantikan kakak sendiri. Dan mengapa kakak merasa cantik bercermin di cermin itu karena memang itu kecantikan kakak. Kakak percaya jika kakak memang wanita yang cantik. Jika kakak tidak percaya diri kakak akan terlihat amat buruk. Cantiknya seorang wanita itu relatif kakak. Coba lihat tetangga kita, pak jhon dan bu yuri. Di mata kakak apakah pak jhon itu tampan dan bu yuri itu cantik?”
“tidak bu, menurut keke mereka biasa saja.”
“tapi bagi pak jhon, bu yuri amatlah cantik dan sebaliknya bagi bu yuri pak jhon amatlah tanpan. Jadi jangan pernah bilang anak ibu yang satu ini jelek. Keke anak ibu sangatlah cantik. Dan itu adalah keke yang cantik.” Sambil menunjuk cermin itu.
Iya, cantik ataupun tampan itu relatif, bukan berarti yang berkata seperti itu jelak. Lihatlah sekeliling kita. Banyak pasangan yang memiliki berbagai perbedaan fisik tapi saling mencintai. Itu benar, di dalam cermin itu adalah aku, keke yang cantik.
THE END
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 wicara:
hohoho.... anak nya ajak diforum sawo "ajeng"
Posting Komentar